Waspadai Katarak pada Anak

Jakarta, KOMPAS – Katarak pada anak perlu diwaspadai. Selama ini, orang tua kurang mengenali gejala masalah kesehatan mata itu pada anak. Padahal, jika penanganan penyakit tersebut terlambat, katarak dapar memicu kebutaan dan menghambat tumbuh kembang anak.

Wakil Ketua Komite Mata Nasional Aldiana Halim, di Jakarta, Minggu (25/2), memperkirakan, prevalensi kebutaan anak mencapai 0,4 per 1.000 anak berusia di bawah 15 tahun. Jadi, dari jumlah kebutaan anak di Indonesia 27.300 kasus, 20 persennya atau 5.460 kasus disebabkan katarak.

Meski prevalensinya tidak terlalu besar, katarak pada anak perlu diantisipasi karena menyangkut perkembangan otak anak. “Perkembangan otak tergantung dari pengalaman terkait pengelihatan mereka. Kalau penglihatan terganggu karena katarak, perkembangan otak jadi terhambat,” kata Aldiana yang juga dokter spesialis mata di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung.

Menurut Aldiana, perkembangan pusat penglihatan di otak akan berhenti pada usia tujuh tahun. Karena itu, katarak perlu dideteksi sejak dini agar pencegahannya bisa segera dilakukan.

“Semakin cepat katarak ditemukan lalu dipulihkan, otak bisa berkembang maksimal. Kalau penanganannya terlalu lama, bisa jadi permanen atau buta,” ungkapnya.

 

Infeksi Mata

Ketua Layanan Children Eye & Squint Clinic Rumah Sakit Jakarta Eye Center (JEC) Ni Retno Setyoningrum, Sabtu di JEC, Jakarta, menjelaskan, anak rentan terserang penyakit mata. Penyebab penyakit mata pada anak dan anak berusia di bawah lima tahun atau balita ialah infeksi dan genetik.

Namun, lebih banyak masalah kesehatan mata disebabkan infeksi toksoplasma, rubela, sitomegalo, dan herpes (TORCH). Ibu yang terinfeksi virus rubela atau toksoplasma memperbesar risiko bayi lahir katarak. Virus itu biasa ditularkan melalui unggas ataupun kucing.

“Ketika virus itu hinggap di makanan milik ibu hamil, virus itu tidak terasa akan masuk ke dalam tubuh dan ke janin bayi. Virus itu sifatnya infeksi. Namun, secara khusus, dia akan merusak lensa mata bayi,” kata Retno seusai bakti sosial dalam rangka Ulang Tahun Ke-34 RS JEC.

 

*Katarak pada anak perlu diantisipasi karena menyangkut perkembangan otak anak (Aldiana Halim)*

 

Menurut Retno, gejala katarak pada anak bisa dideteksi sejak usia dini. Contohnya, ada bayangan warna putih di pupil atau letak hitam mata tidak berada di tengah-tengah (juling). Biasanya, gejala itu terlihat pada anak usia 2-3 bulan.

“Katarak pada bayi dan anak belum banyak diketahui masyarakat. Baru ketahuan ketika tiba-tiba mata anak tertutup,” kata Retno. Jadi, orangtua harus melihat mata anaknya dengan rinci. Kalau ada keraguan, sebaiknya anak langsung dibawa ke dokter spesialis anak.

 

Lebih Rumit

Operasi akan dilakukan jika diameter katarak sudah lebih daru 3 milimeter. Prosedur operasi katarak pada anak lebih rumit dibandingkan pada pasien dewasa. Setelah operasi, pasien bayi yang menderita katarak akan diberikan terapi mata.

“Kalau dewasa, mudah untuk mengecek kacamatanya ukuran berapa. Kalau masih anak-anak, harus ada pemeriksaan pupil dan retina untuk kami resepkan kacamatanya,” ungkapnya.

Kepala Subdirektorat Gangguan Indera dan Fungsi (GIF) Direktorat Pencegahan dan Penyakit Tidak Menular Kementrian Kesehatan Sri Purwati mengaku kesulitan untuk mendapat data katarak pada anak mengingat Subdit GIF baru ada dua tahun. “Kami masih mengumpulkan data per wilayah,” ujarnya.

Purwati menekankan pentingnya program deteksi dini dalam upaya pencegahan katarak pada bayi baru lahir. Untuk itu, orang tua diharapkan bisa memantau proses tumbuh kembang anak secara rutin. (DD18)

 

Sumber: Kompas.27-Februari-2018.Hal_.12

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *