Upaya UKM E-Sport Universitas Ciputra Mengembangkan Diri_Awalnya Khawatir Mengganggu Kuliah Kini Panen Dukungan. Jawa Pos. 22 Februari 2020. Hal.17,27

Pandangan negatif pada e-sport masih umum di masyarakat. UKM E-Sport Universitas Ciputra membuktikan diri sebagai komunitas professional dan ekstrakurikuler kampus yang produktif. Mereka mampu berprestasi serta tidak mengganggu urusan akademik.

BAGIAN dalam ruang unit kegiatan mahasiswa (UKM) tersebut dipenuhi perangkat dan peralatan untuk bermain game elektronik di komputer. Ruang berukuran 6 x 4 meter itu berisi lima unit komputer lengkap dengan perangkat tambahan lainnya yang dipasang berjejer menghadap ke barat. Masing-masing satu kursi khusus gamer yang menghadap monitor.

Di tengah ruangan pun terdapat dua meja ukuran sedang yang masing-masing memiliki delapan kursi. Pas untuk berdiskusi dan melakukan evaluasi.

Ruang tersebut khusus disediakan untuk para anggota UKM E-Sport UC. Daniel Agung mengatakan bahwa ruangan itu hanya digunakan untuk latihan dan tidak boleh untuk aktivitas lainnya. Itu sudah menjadi prinsip dan salah satu komitmen UKM mereka. “Ya, kalau kampus sudah memfasilitasi ruangan untuk pengembangan e-sport, ya harus benar-benar bertanggung jawab dan dipergunakan untuk itu saja,” ujar Daniel yang menjabat wakil ketua UKM E-Sport UC.

Awalnya Khawatir Mengganggu Kuliah, Kini Panen Dukungan

Dia menambahkan, anggota UKM berkumpul dan berlatih bersama di ruangan itu sekali dalam seminggu, intensitas latihan ditambah jika mendekati kompetisi atau turnamen yang akan diikuti. “Harinya disesuaikan dengan jadwal kuliah masing-masing,” sambungnya.

Yang paling penting, mereka juga saling support, baik dalam urusan UKM maupun tugas mata kuliah. Komitmen itu juga tampak pada Daniel. Jawa Pos janji bertemu dengannya pukul 12.00. Mahasiswa jurusan international business management itu sudah menunggu di lokasi. Bahkan ketika larut dalam obrolan, pada pukul 12.50, Daniel meminta diri untuk segera naik ke kelas. Sebab, pukul 13.00, dia harus mengikuti mata kuliah entrepreneurship.

Dia tidak menampik masih adanya pandangan negatif terhadap e-sport yang menjadi ketertarikan dirinya beserta rekan-rekannya. Padahal perkembangan e-sport belakang amat pesat. Kompetisi dilaksanakan di mana-mana serta komunitas professional e-sport mulai bermunculan. Stigma yang sering mereka terima ialah dicap anak muda yang malas. Main game itu buang waktu, enggak ada hasil, dan masih banyak stereotype lainnya yang dialamatkan kepada mereka.

“E-sport tidak sama dengan bermain game seperti di warung-warung atau tempat nongkrong pada umumnya. Namun, merupakan olahraga elektronik yang kompetitif dan professional,” ujar Daniel.

Menurut Daniel, hal itu wajar bagi yang tidak memahami perubahan zaman dan kemajuan teknologi. Selain itu, mereka tidak mampu membedakan antara e-sport dengan bermain game. Pandangan dan keraguan tersebut tidak hanya datang dari luar. Namun, juga sempat diragukan internal kampus.

Daniel masih ingat, ketika pertama merintis UKM E-Sport UC sebelum didirikan pada Maret 2019, dirinya bersama dua rekannya, yakni Angeline Vivian dan Christian R. Tanco, berjuang keras meyakinkan pihak biro mahasiswa dan alumni (BMA). Bahwa e-sport bukan boomerang bagi studi maupun nilai akademik. Justru UKM e-sport tersebut bisa menjadi wadah untuk mengakomodasi passion mahasiswa dalam bidang e-sport dan mendukung akademik.

Meski diragukan, mereka tetap berjuang dan membuktikan kepada jajaran BMA bahwa e-sport tidak akan menurunkan nilai atau IPK. Mereka betiga membuktikan itu. Dari hasil evaluasi tim BMA UC, nilai IPK peserta e-sport tidak mengalami penurunan. Bahkan, ada yang meningkat. Setelah itu tepat pada Maret 2019, BMA memperbolehkan pendirian UKM e-sport dan satu-satunya UKM yang memiliki ruang khusus dan disediakan kampus.

Dari tiga orang perintis, kemudian anggotanya berkembang menjadi lima orang. Lima anggota itu pun terus membuktikan diri. Termasuk nilai akademis tetap menjadi yang utama. IPK Daniel juga terus meningkat dan tidak pernah turun dari 3,15. Dari situ anggota terus berkembang dan hingga sekarang anggotanya mencapai 30 orang.

Selain lewat prestasi akademik, mereka membuktikan dalam kompetisi e-sport tingkat nasional tahun lalu. Yakni tim e-sport UC meraih peringkat ketiga nasional dalam kompetisi pertama pada September 2019.

Tidak sembarang mahasiswa bisa masuk anggota UKM E-Sport UC. Syaratnya tidak hanya berbekal kemampuan e-sport. Namun, juga harus memiliki IPK rata-rata di atas 3. Namun, jika memiliki kemampuan e-sport yang cukup mahir meski ber-IPK di bawah 3, masuk pertimbangan khusus. “Pokoknya, semua anggota harus janji, kalau sudah masuk e-sport, IPK harus lebih baik dan tidak boleh turun,” ujar Daniel. “Bagaimanapun akademik harus tetap menjadi prioritas,” sambungnya.

Selain itu, syarat lainnya, menjadi anggota UKM bukan untuk bermain game. Namun, untuk peningkatan kompetensi dan profesionalitas e-sport. Karena itu, mereka hanya menggunakan ruangan UKM ketika waktu latihan dan mengatur strategi permainan. Tujuannya, tidak mengganggu kuliah. Durasi latihan pun tidak berlangsung lama. Diatur hanya dua jam untuk sekali latihan. “Setelah latihan dua jam itu, ya sudah selesai. Kita berkomitmen begitu,” ujar Daniel.

Wakil Rektor II Bidang Operasional UC Victor Effendi mengatakan bahwa gaming taraf professional seperti e-sport memang harus di wadahi dengan serius. Potensi anak-anak muda di zamannya tidak bisa dipandang negatif. Justru potensi mereka itulah yang harus diarahkan dan dibimbing dengan baik lewat keberadaan UKM. “Kita arahkan agar penyaluran passion itu diatur dengan pola disiplin sehingga tidak berlebihan,” ujarnya. “Apa pun yang berlebihan memang ujungnya akan tidak baik.” Sambungnya.

Dia percaya bahwa e-sport merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang juga menunjang akademik. Itu terbukti dari hasil evaluasi anggota UKM e-sport di kampusnya. Banyak manfaat tidak langsung yang didapatkan mahasiswa lewat berbagai kompetisi.

Dia memerinci, kecerdasan imajinasinya terasah serta kemampuan analitik dan strateginya tertantang. Kemudian, kemampuan kerja sama dan memahami satu sama lain terlatih terus-menerus. “Selain itu, kan mereka harus kreatif dalam permainan,” tuturnya. Ini terbukti dari kemampuan mahasiswanya dalam menyelenggarakan turnamen Mobile Legend Campus Championship (MLCC) se-Jawa Timur pada Januari lalu.

Tim UC pun cukup diperhitungkan dalam berbagai kompetisi yang diikuti. “Semua tim memang sama-sama memiliki kelebihan dan kekuatan masing-masing. Namun, tim yang sudah lebih dahulu menyabet prestasi skala nasional tentu jadi tantangan dan tidak bisa di anggap biasa-biasa saja,” ujar Yosua C. Septianus, salah satu anggota tim e-sport Universitas Dinamika Surabaya.

Menurut Daniel, MLCC di kampusnya itu menjadi acuan untuk terus mengembangkan skill dan strategi permainan mereka. Termasuk tidak tinggi hati dengan kebesaran nama pada kompetisi nasional sebelumnya. Sebab dalam dunia game professional, persaingan berlangsung sangat cepat.

Artinya, saat ini bisa saja jadi juara. Namun pada kompetisi yang sama di tempat yang lain, bisa jadi tidak berhasil masuk babak final. Lewat kompetisi tersebut, peserta benar-benar belajar bagaimana menjadikan kemenangan awal sebagai motivasi untuk terus maju dan mengembangkan kekuatan secara maksimal. “Percaya diri memang penting, tapi memang tidak bisa sombong juga karena kita tidak tahu bagaimana lawan atau rekan tim mengembangkan kemampuan mereka,” ujarnya (*/c6/ady)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *