UC Surabaya Luncurkan Buku Peniwen, Kisah terbentuknya Desa Peniwen di Lereng Gunung Kawi. timesindonesia.co.id. 21 Mei 2021. LPPM
TIMESINDONESIA, SURABAYA – LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) Universitas Ciputra atau UC Surabaya meluncurkan buku sejarah Desa Peniwen dan Pasamuwan Kristen Jawa Peniwen yang ditulis oleh Sulistiani (tim sejarah GKJW dan Peneliti dokumen sejarah).
Buku ini berkisah tentang lahir, tumbuh, dan berkembangnya komunitas masyarakat Peniwen dari membuka lahan hingga menjadi desa yang makmur dan tertata.
Desa Peniwen memiliki kisah panjang sejak didirikan pada kisaran 1880 an oleh seorang pekabar injil jawa bernama Kyai Zangkius Kasanawi bersama 20 orang santri/muridnya. Kisah kelompok Kiai Zangkius ini tercatat dengan rapi dalam berbagai dokumen zending di Belanda. Buku ini mencoba mencatat kembali dan merekonstruksi dokumen tersebut menjadi kisah yang runtut.
Diketahui sejak 2018 LPPM melakukan pendampingan desa Peniwen sebagai desa binaan yang dikembangkan menjadi desa wisata budaya dengan pendekatan bottom up.
Kegiatan peluncuran buku Peniwen dari gagasan menjadi kenyataan diadakan dalam bentuk Dialog secara online pad 9 Mei 2021, dengan menghadirkan beberapa narasumber yaitu Sulistiani selaku penulis, Wirawan E.D Radianto selaku Kepala LPPM Universitas Ciputra, Agus Sugiharto selaku pendamping desa Peniwen dari Universitas Ciputra, Pdt Andriono selaku Pendeta Jemaat Peniwen, Pdt Sutrijo selaku pendeta Tulung Rejo Banyuwangi, Pdt Gideon Hendro Buwono selaku perwakilan IPTH Balewiyata Malang, Didik Baskoro selaku Penggerak Wisata Budaya Desa Peniwen (WBDP)
Agus Sugiharto selaku head section community development menjelaskan bahwa Pemberdayaan kelompok masyarakat yang menjadi aktor dalam gerakan pengembangan desa wisata budaya merupakan gerakan kewirausahaan sosial, dengan tetap mengaktualisasikan kearifan lokal.
Agus menambahkan konsep memberdayakan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara mengembangkan potensi-potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat seluruh lapisan masyarakat atau dengan kata lain memampukan dan memandirikan masyarakat dengan menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.
Relevansi penerbitan buku ini dengan gerakan kewirausahaan sosial di desa Peniwen adalah agar terjadi kelanjutan histori seperti dituturkan Sulistiani “Nilai-nilai/norma Kristen ditanamkan sejak awal pembukaan hutan, dan secara terus menerus diajarkan bersamaan dengan pembangunan fisik desa. Tanda- tanda kebiasaan itu sebenarnya masih bisa kita saksikan hingga masa kini, meskipun orang Peniwen sendiri saat ini kurang/tidak tahu latar belakang dan sejak kapan kebiasaan itu dimulai,” jelas Sulistiani. (*)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!