Tak Bebas Coret Coret Gambar Mahasiswa. Jawa Pos.30 Maret 2020. Hal.23. Freddy H Istanto. Arsitektur Interior

 

Tak Bebas Coret-Coret Gambar Mahasiswa

SURABAYA, Jawa Pos – Persebaran virus korona yang makin masif membuat perubahan pada aktivitas di instansi pendidikan. Universitas, salah satunya. Selain pembelajaran jarak jauh untuk mahasiswa, kampus di Surabaya memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah alias work from home (WFH) bagi dosen maupun pengajarnya

Sambungan dari hal 13

Itulah yang dirasakan Freddy H. Istanto. Dosen arsitektur interior Fakultas Industri Kreatif Universtas Ciputra (UC) tersebut menerapkan WFH sejak dua minggu lalu. “Rasanya pada hari pertama seperti kaget ya karena suasana pembelajaran berbeda. Pakai aplikasi, kami para pengajar belum terbiasa,” ujarnya kemarin (29/3).

Freddy menggunakan aplikasi Zoom di laptop untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Pemberian materi dibantu dengan aplikasi Microsoft PowerPoin. “Untuk materi, gampang. Susahnya kadang memakai aplikasi Zoom untuk pembelajaran tatap muka itu,” kata Freddy.

Sebelum aplikasi Zoom digunakan, dia harus mengeset kamera dengan baik. “Di sisi lain, kuota internet harus bagus. Kadang jaringan saya lambat. Kamera juga terbatas,” papar dekan fakultas industri kreatif periode 2007-2017 trrsebut.

Lantas, apa lagi hal yang tidak mengenakkan dari work from home? Freddy menyebutkan penilaian gambar atau desain karya para mahasiswa. Dalam jurusan arsitektur interior, gambar merupakan hal yang penting diamati. Sebab, penilaian tidak hanya didasarkan lewat pertanyaan fisik, tetapi juga  dari hasil desain yang diciptakan mahasiswa. Khususnya mereka yang hendak menjalani ujian.

“Agar dosen bisa menilai, mahasiswa harus menunjukkan keseluruhan gambar. Kalau pakai Zoom, kan terbatas/ Layar monitor laptop kecil. Jadi, mahasiswa harus banyak gerak,” tutur Freddy, lantas tertawa.

Berbeda halnya jika penilaian dilakukan dengan cara manual. :Kami bisa melihat kesalahan dari gambar tersebut. Apa yang kurang langsung bisa kami gambar di kertas mereka.” katanya.

Untuk melakukan penilaian, Freddy biasanya menggunakan alternatif berupa video call di aplikasi WhatsApp. “Ini khusus untuk satu mahasiswa saja. Jadi, bergantian. Supaya lebih fokus,” terangnya.

Platform itu juga dipakai untuk menjawab aneka pertanyaan dari mahasiswa. “Kalau diketik, panjang/ Vapel,” ucap Freddy.

Menurut dia, banyak hal yang perlu dievaluasi dari work from home tersebut. Di antaranya, jaringan internet, aplikasi yang digunakan, kesiapan pengajar dan teknis penilaian ke mahasiswa.

“Kami kan terbiasa mencoret-coret kertas mahasiswa untuk membetulkan kalau ada yang salah. Ini yang hilang selama dua minggu ini,” paparnya.

Meski begitu, Freddy menilai WFH memberinya banyak pelajaran. Salah satunya, dia memiliki banyak waktu berkumpul bersama keluarga. “Kerja santai. Saya punya quility time dengan keluarga. Ini mempererat jalinan di anatara kami,” tuturnya.

Freddy berharap wabah virus korona bisa segera berakhir. Bagaimanapun, dia rindu mengajar di kelas, bertemu dengan mahasiswa, dan berbagi ilmu secara langsung. “Di sinilah letak perbedaannya. Ini yang tak bisa digantikan. Membangun emosional antara mahasiswa dan dosen,” ungkap Freddy. (jar/c14/ady)

 

Sumber : Jawa Pos, 30 Maret 2020 | Hal 23

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *