Stasiun Semut, Stasiun Pertama di Surabaya (4) Jadi Sarana Distribusi Hasil Bumi dan Air Minum Umbulan. Radar Surabaya 14 November 2020. Chrisyandi Tri Kartika. Library

Stasiun Semut atau Stasiun Surabaya Kota yang diresmikan pada 16 Mei 1878 oleh Gubernur Jenderal JW Van lasberge, dulunya adalah bekas rawa dan rumah-rumah kumuh warga di tepian muara Kalimas yang kemudian diubah menjadi bangunan megah sebagai tempat pemberhentian kereta api bernama Staatsspoor-Weg. Pada hari peresmian itu juga, mulai dibuka jalur kereta api (KA) pertama dari Surabaya menuju Pasuruan hingga ke Malang,” Mus Purmadani

KENAPA pilihan pertama pemerintah kolonial Belanda adalah membangun jaringan rel KA ke Pasuruan? Pemerhati sejarah Kota Surabaya, Chrisyandi Tri Kartika mengatakan, hal ini tak lepas dari rencana strategis pemerintah kolonial untuk membangun sistem transportasi bagi penyediaan air thinum di kota besar seperti Surabaya. Sekaligus sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil bumi atau pertanian dari wilayah Malang Raya.

Dipilih mata air Umbulan yang ada di llesa Umbulan, Winongan, Kabupaten PasuRuan, karena bahan baku mutu air sangat layak untuk air mintun dengan debit air yang bahkan bisa meneukupt kebutuhan air minum untuk lima wilayah di Jatim. Yakni Surabaya, Pasuruan (Kota dan Kabupaten), Sidoarjo dan Gresik.

Selanjutnya, pemerintah Hindia Belanda melanjutkah pembangunan jalur KA itu ke Malang sebagai fasilitas transportasi untuk mengangkut hasil perkebunan ke luar daerah Jatim lewat Surabaya. Maklum saja, lewat agen-agen perdagangan atau leveransir yang ada di sekitar kawasan Kembang Jepun dan sekitarnya, maka hasil bumi itu bisa disalurkan ke luar daerah lewat jalan darat maupun laut/pelabuhan hingga ke luar negeri, termasuk ke negeri Belanda.

“Tujuan pembangunan jalur kereta api ini sebagai sebagai moda transportasi untuk mengangkut hasil bumi dan perkebunan. Jalur kereta api Surabaya-Pasuruan juga dipakai untuk mengangkut air dari mata air Umbulan. Air tersebut untuk memenuht pasokan di Surabaya,” tuturnya.

Dalam buku Beberapa Catatan Sejarah Air Minum Indonesia oleh Kementeriari PUPR dan BPPSPAM disebutkan pada 1890, penyediaan air minum di Surabaya itu dikelola oleh dua orang Belanda bernama Mou-nier dan Bernie. Dua warga Belanda inilah yang diberi konsesi oleh pemerintah kolonial untuk mengelola mata air Umbulan karena jasa-jasanya merintis peny-ediaan air minum.

Kemudian seiring meningkatnya aktivitas perkeretaapian yang mulai maju, pada 11 November 1911, stasiun yang disebut juga Spoorwegen en Stoomtram Soerabaja oleh Belanda ini mulai dibenahi dan diperluas. Stasiun pun digeser dari yang asli berada di sebelah timur menuju ke sebelah barat berjarak 300 meter dari stasiun awal.

Stasiun baru tersebut mulai digunakan sekitar tahun 1990-an, mengikuti kompleks pertokoan yang mulai dibangun kemudian. Selanjutnya Stasiun Semut baru diperluas sekitar 94 ribu meter persegi.

Pemerintah kolonial menunjuk arsitek bernama CW Koch untuk merenovasi dan memperluas bangunan stasiun yang terlihat hingga saat ini. Dengan luas total menjadi 6000 meter persegi, pemerintah kolonial terus melakukan modernisasi antara tahun 1870 hingga 1920.

Chrisyandi Tri Kartika  mengatakan, setelah climodernisasi, Stasiun Semut menjadi stasiun utama di Jawa Timur pada eranya. Tak heran apabila kereta-kereta terbaik saat itu pasti berhenti di stasiun yang kini berada di Kecamatan Pabean Cantikan Surabaya ini.

“Kereta dari Jakarta, Bandung, Tasikmalaya, Yogyakarta dan Solo yang menggunakan jalur selatan Jawa pasti akan singgah di stasiun ini. Seperti kereta Eendaagsche Express yaitu menghubungkan Jakarta-Surabaya dalam waktu tercepat 11 jam 30 menit pada tahun 1930-an. Hingga kereta ekspres malam KA Bima yang hingga awal  1990-an menyediakan gerbong/kereta tidur untuk bermalam.

“Saat itu, jarak Jakarta-Surabaya ditempuh dalam waktu tiga hari. Kini, jarak yang sama hanya membutuhkan waktu 12 jam,” kata pustakawan dari Universitas Ciputra Surabava ini. (bersambung/jay)

 

            Sumber: Radar Surabaya. 14 November 2020. Hal, 3

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *