Siapa Bilang Stroke Cuma Menyerang Orang Tua?

Tubuh Yudi tergolek lemas tak berdaya. Sudah tiga hari, pria berusia 29 tahun itu terbaring di ranjang perawatan Unit Stroke Paviliun (USP) “Soepardjo Rustam”, RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kata dokter, dia kena stroke. Ada perdarahan di otaknya.

Sebenarnya, Yudi masih dalam kondisi sadar, hanya respons tubuhnya lemah. Tubuh bagian kirinya sulit digerakkan. Setiap orang disapanya dari sudut mata saja.

Kata Eny, teman sekantor Yudi, pagi hari sebelum terserang stroke, Yudi mengeluh kepalanya terasa berputar. Pandangannya juga agak kabur. “Waktu mau ambil roti sama bikin teh manis, tahu-tahu Yudi kelihatan mau jatuh. Untung teman-teman peganging,” tuturnya heboh, membuat suster jaga sedikit mendelik.

Bukan Cuma orangtua dan saudara kandungnya yang kaget lalu menangis menjerit-jerit melihat kondisi seperti itu. Semua orang yang mengenalnya juga berkerut kening saat mendengar kabar itu. Emangnya bisa, orang umur segitu kena stroke?” Mereka terheran-heran.

“Ganteng, masih muda, udah kena stroke,” seorang teman kantornya berkomentar sehabis membesuk.

“Padahal katanya bulan depan mau dipromosiin jadi asisten manajer. Tapi malah sakit.” Teman yang lain menimpali.

“Wah, kudu rajin olahraga sekarang.”

Saluran penuh sampah – Jangan terkejut kalau ada seseorang di sekitar Anda yang usianya terbilang muda dan kelihatan sehat-sehat saja, tahu-tahu kena stroke. Secara teori, stroke bisa menyerang siapa saja, mulai dari jabang bayi sampai mereka yang sudah ubanan.

Memang, besaran statistik berapa persen golongan muda yang kena stroke masih simpang siur. Ada yang berani menyatakan, dari 100 penderita stroke, sekitar 10 – 20 orang berumur di bawah 40 tahun.

Prof. Dr. Jusuf Misbach, kepala USP “Soepardjo Rustam”, tidak menolak angka tadi, meski di tempatnya bekerja masih belum sebesar itu. “Kira-kira seperlima kurang,” ujarnya sambil menunjuk angka 4,5% di layar komputer yang sedang menampilkan data pasien stroke sepanjang 2005.

Secara sederhana bisa dijelaskan, stroke itu terputusnya aliran darah ke otak. Ada dua penyebab darah tidak sampai ke otak, yakni penyumbatan pembuluh darah (disebut stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Keduanya beda mekanisme terjadinya, walau sama dampaknya.

Kebanyakan kasus stroke yang terjadi, sekitar 80%, merupakan stroke iskemik. Pembuluh darah tersumbat timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang disebut plak. Akibat plak, dinding arteri menebal dan kasar. Gambarannya kira-kira mirip saluran air yang penuh sampah.

Berbeda sifatnya dengan air, darah yang terhambat akan cenderung menggumpal sehingga semakin hari alirannya semakin lambat. Pasokan oksigen ke otak juga akan semakin berkurang. Pada tahap ini, penderitanya sudah merasakan gejala-gejala seperti rasa kesemutan di sisi tubuh tertentu, kehilangan pandangan sejenak, atau hilang keseimbangan.

Pada hari “H”-nya, plak-plak tadi bisa terlepas akibat tekanan darah yang tinggi. Akibatnya , otak tidak dapat kiriman oksigen lagi dan terjadilah stroke yang bikin kaget itu.

Plak juga menjadi biang keladi stroke hemoragik. Bedanya, plak membuat pembuluh darah mengeras sehingga cenderung rapuh. Jika kebetulan tekanan darah mendadak tinggi di saat beraktivitas atau stres berat, pembuluh darah menggelembung dan rawan pecah.

Setelah pembuluh darah bocor, darah merembes ke ruang-ruang pada sel otak dan merusak jaringan di sekitarnya. Cairan yang mengelilingi otak juga terus mengalir dan membuat pembuluh darah disekitarnya kejang. Pasokan darah ke otak akhirnya tersumbat.

Sejak SD kita tentu mafhum soal fungsi otak bagi tubuh. Tapi sekadar diketahui, otak yang beratnya cuma 2,5% dari total berat tubuh itu, menyerap lebih dari 25% oksigen dan nutrisi yang kita masukkan setiap hari.

Tentu bisa dibayangkan jika armada angkutan oksigen sampai terhalang jalannya gara-gara stroke. Cuma butuh waktu empat menit sel-sel otak mengalami kematian. Sel otak yang terlanjur dut itu mustahil hidup lagi.

Stroke yang menyerang penderita usia muda umumnya dari jenis hemoragik. Belum ada yang mampu menjelaskan penyebab pastinya. Tapi stroke jenis iskemik sendiri memang erat kaitannya dengan proses penuaan. Ketika seseorang memasuki usia kepala empat, risiko stroke jadi berlipat ganda yang umumnya gara-gara penyumbatan.

Khusus di Indonesia, kecenderungan stroke akibat pendarahan di usia muda ternyata lebih besar, yaitu 40%. Angka itu dua kali lipat dibandingkan dengan di negara-negara Barat yang cuma 15 – 20%. “Rata-rata karena hipertensi. Kasusnya sering ditemukan,” ungkap Jusuf tentang faktor risiko yang mengikutinya.

Garam satu sendok teh – Berbagai literature kesehatan sendiri memang menyebutkan, hipertensi atau tekanan darah tinggi jadi faktor risiko nomor satu terjadinya stroke di usia muda. Tekanan darah yang terus-terusan tinggi bisa mengakibatkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Yang masuk kategori hipertensi adalah tekanan darah di atas 140/90.

Jusuf menemukan lebih dari 80% pasiennya ternyata punya sejarah hipertensi. Masalahnya, ada pasien yang tahu soal tekanan darahnya itu, tapi ada yang baru tahu setelah kena stroke. “Ada juga yang sudah tahu, tapi tidak pernah mengontrol. Tahu-tahu sudah jatuh saja,” tuturnya prihatin. Pasien termuda Jusuf, pria berumur 25 tahun, tidak gemuk tapi didapati hipertensi.

Hipertensi perlu diwaspadai bukan cuma karena penyebab stroke,tapi juga mengincar jantung. Celakanya, gangguan pada jantung ujung-ujungnya berimbas juga pada tersumbatnya aliran darah ke otak. Makanya, meski tubuh terasa sehat tanpa keluhan, kita perlu melakukan pemeriksaan darah secara berkala. Yang juga bikin “jantungan”, angka hipertensi di negeri kita ternyata cukup tinggi, sekitar 14%. Diperkirakan, angka itu bakal terus menanjak akibat perubahan gaya hidup.

Bagi kita yang berusia muda dan produktif, terutama para pekerja, aneka godaan nikmat yang bisa menaikkan tensi darah memang bertebaran di mana-mana. Terutama godaan seputar makanan. Hipertensi umumnya dipicu makanan berlemak dan banyak mengandung garam.

Nasihat para ahli dari American Heart Association: kendalikan diri terhadap makanan seperti itu! Untuk lemak maksimal sepertiga dari konsumsi kalori setiap hari, sedangkan garam maksimal satu sendok the per hari. Agak susah memang mengukurnya, terutama kalau kita sudah masuk ke restoran padang.

Faktor lain yang memacu tekanan darah yaitu kurangnya aktivitas fisik. Malas bergerak, istilahnya. Kita tidak perlu sampai berpeluh-pelu seperti Taufik Hidayat atau Chris John waktu bertanding. Cukup beraktivitas sedang selama 30 – 45 menit per minggu, risiko hiportensi bisa diturunkan.

Seseorang yang di masa muda telah mempunyai angka-angka merah pada rapor kesehatannya, sebaiknya harus selalu waspada. Sebelum terjadi serangan stroke, sebenarnya ada beberapa gejala yang mendahuluinya. Semacam alarm tanda bahaya dari tubuh. Cuma sayangnya orang sering mengaggapnya bagai angina lalu.

Alarm itu bisa berupa mati rasa yang mendadak, di wajah, lengan, atau kaki. Terutama kalau yang dirasakan hanya pada salah satu sisi tubuh, kiri atau kanan saja. Mendadak merasa bingung, bengong, dan sulit memahami situasi di sekitar. Ada juga yang mengalami gangguan penglihatan mendadak, bisa salah satu atau kedua mata.

Kadangkala gejala-gejala itu terasa ringan, jadinya sering dicuekin. Apalagi di tengah aktivitas yang padat. Di lain waktu, rentetan gejala akan muncul dalam intensitas yang meningkat sampai beberapa kali.

Kadang stroke juga bisa didahului dengan peringatan stroke skala ringan. Istilahnya transient ischemic attack atau serangan iskemik sementara, dengan gejala persis seperti yang sering dicuekin tadi itu. Hanya saja, dalam waktu 24 jam sesudah itu, tubuh akan terasa normal lagi. Kalau sampai di sini masih tidak diacuhkan juga, agak keterlaluan memang.

“Kasihan kalau umur masih muda, sudah kena stroke,” dr. Jusuf menyayangkan. “Yang ditanggung besar: biaya pengobatan, biaya sesudah itu, juga anak biasanya masih kecil-kecil.”

Tentu bukan cuma soal biaya lo, Dok. Dampak stroke juga terasa pada fisik, seperti kelumpuhan yang sering terjadi. Lumpuhnya sebelah bagian tubuh, dan dalam skala berat biasanya terjadi mulai dari wajah sampai kaki, termasuk lidah dan tenggorokan.

Bila yang terkena otak kanan, maka terjadi kelumpuhan di tubuh bagian kiri. Begitu sebaliknya. Kelumpuhan skala berat atau ringan sekalipun bisa mengganggu aktivitas sehari-hari seperti makan, berpakaian, atau buang air.

Pada serangan stroke, kadang kala mental penderita juga ikut melorot. Ada beberapa kemampuan yang menurun seperti konsentrasi, kemampuan memahami, termasuk intelektualitas. Kondisi seperti itu tak jarang membuat penderita merosot semangat hidupnya. “Keluarga harus lebih sabar dan memahami,” saran dr. Jusuf tentang situasi ini.

Nah, sebelum keluarga kerepotan, dan Anda menderita, cegah stroke mulai sekarang.

 

Sumber: INTISARI JANUARI 2017

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *