Sematkan Warisan Budaya Tak Benda Lewat Sebuah Desain. surabaya.tribunnews.com. 4 Maret 2023. Susan. INA
Klik berita:
https://surabaya.tribunnews.com/2023/03/04/sematkan-warisan-budaya-tak-benda-lewat-sebuah-desain
SURYA.CO.ID, SURABAYA – Warisan budaya tak benda atau tak berwujud Intangible Cultural Heritage (ICH) sudah seharusnya dilestarikan termasuk bagi generasi muda.
Ketua Program Studi Architecture (INA) Universitas Ciputra Surabaya, Susan menyebut semua orang memiliki cara yang berbeda dalam melestarikan budaya.
“Ini menjadi kewajiban yang tidak tertulis, baik warisan budaya yang berwujud seperti pakaian adat, alat musik maupun yang tidak berwujud seperti nilai budaya, tarian tradisional, motif tradisional. Namun sayang belum banyak dari kita memahami tentang budaya nusantara ini,” ujar Susan.
Menyikapi hal itu, Universitas Ciputra menggelar Kuliah Umum yang diikuti oleh sekitar 200 mahasiswa dari Program Studi Architecture Universitas Ciputra Surabaya.
Mereka terlihat antusias menyimak materi yang disampaikan oleh dua narasumber yakni Prof Dr Johannes Widodo yang hadir secara online dan Ir Yori Antar Awal Founder dari UMA Nusantara yang langsung hadir di ruang Theater lantai 7 UC, Jumat (3/3/2023).
Susan menyebut mahasiswa perlu mempersiapkan diri supaya nantinya dapat menaklukan pasar nasional maupun internasional.
“Jika mahasiswa terpaku pada elemen yang berwujud (tangible) saja, yang terjadi adalah mengimitasi elemen-elemen fisik ke dalam bangunan masa kini, yang mungkin justru menjadi tidak relevan,” ungkapnya.
Menurut Susan, dengan belajar elemen tak benda (intangible) diharapkan mahasiswa dapat menggali makna yang lebih dalam untuk menjadikan arsitektur sebagai wadah dari human, culture, dan nature yang adaptive berdasarkan sikonnya.
“Sebagai contoh, kalau bicara local architecture biasanya berkiblat ke arsitektur nusantara. Tangiblenya adalah atapnya dominan, dinding besek, material struktur kayu, dan lain sebagainya,” jelasnya.
“Contoh extremnya, kalo cuma belajar sisi tangible, nanti beseknya dipasang sebagai material dinding bangunan modern. Jika relevan, silahkan digunakan. Jika tidak, yang perlu diambil adalah local wisdom nya,” imbuhnya.
Pemakaian besek ini dinilai cukup beralasan karena lokasi di iklim tropis sehingga membutuhkan material berpori supaya bangunannya bisa bernafas, untuk penghawaan alami dan cahaya alami.
Sementara itu, dalam materinya Yori menyebut tidak banyak orang Indonesia yang mengerti tentang arsitektur nusantara, justru banyak orang luar negeri yang mengerti dan mengagumi budaya Indonesia.
“Mereka (orang luar negeri) lebih tahu tentang arsitektur peninggalan penjajah yaitu Belanda. Banyak yang bilang arsitektur khas budaya Indonesia ini seperti membicarakan tentang masa lalu dan masa kekelaman,” ujar Yori.
“Padahal saat memasukan unsur budaya nusantara, itu bisa jadi ciri khas karya desain seseorang,” tutupnya.
Terakhir ia menyarankan mahasiswa untuk tidak hanya melihat Arsitektur Nusantara sebagai bangunan saja. Melainkan sebagai harta karun yaitu gotong royongnya, adaptasinya terhadap iklim, budaya lisannya, dan sebagainya.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!