Rem dan Gas di Pariwisata. Bisnis Indonesia. 8 Agustsus 2020. Hal.2. Dewa GS. HTB

Oleh DEWA GDE SATRYA ,Dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya

Ilustrasi Presiden Jokowi tentang rem dan gas mengandaikan penyelamatan kesehatan dan perekonomian secara bersamaan. Karena bukan hal yang mudah, maka semua pihak harus ikut memfungsikan rem dan gas sesuai peran masing-masing. Industri pariwisata misalnya, memadukan rem dan gas mulai diterapkan di Bali.

Sejak 9 Juli, Bali telah ‘uji coba’ membuka lagi untuk wisatawan lokal dari daerah setempat dan akhir bulan diperluas ke seluruh wisatawan domestik. Perjalanan jalur darat (overland) dari Jawa menjadi pilihan, yang selama masa normal tidak efisien kini menjadi cara baru. Di sisi lain, Bali mengalami persoalan akses darat dari Gilimanuk menuju sentra wisata di selatan Bali.

Akses utama dari Jembrana dan Tabanan jalannya sempit dan kerap terjadi kemacetan, sementara tol yang menghubungkan Gilimanuk ke Denpasar atau Badung belum tersedia. Karena itu, mari melihat peluang tren perjalanan darat di sepanjang jalur yang menghubungkan Jawa dan Bali, yang diharapkan menumbuhkan perekonomian masyarakat dari potensi wisatawan domestik ini.

Wisatawan domestik adalah harapan untuk pemulihan perekonomian di Indonesia yang bersandarkan pada pariwisata. Merekalah gas, tetapi harus disiapkan rem melalui penerapan protokol kesehatan secara ketat dari pihak penyedia jasa pariwisata dan jasa lainnya di satu sisi, serta kedisiplinan wisatawan di sisi lain. Di sinilah problemnya, kerap kali rem tidak berfungsi.

Pembukaan pariwisata Bali dan diikuti Daerah Istimewa Yogyakarta yang dibuktikan melalui program Bali Rebound, diikuti Mandalika Rebound, Likupang Rebound, Labuan Bajo Rebound (Jawa Pos, 27/7), bermakna penting bagi tumbuhnya kembali industri pariwisata di dalam negeri. Sebelumnya, Banyuwangi telah menyiap- kan diri untuk menyambut wisatawan dengan protokol kesehatan, tentu akan menjalin kembali rangkaian perjalanan wisata melalui jalur darat dari Jawa ke Bali.

Memfungsikan rem perlu menjadi komitmen bersama yang menunjukkan Indonesia sebagai bangsa berperadaban tinggi. Keberhasilan penerapan rem dan gas selama periode dibukanya Bali untuk wisatawan lokal dan domestik mulai 31 Juli, akan menjadi energi positif untuk menyambut kedatangan wisatawan mancanegara pada 11 September mendatang.

Bila sebelumnya bangsa berperadaban tinggi tampak pada budaya mengantre, menjaga kebersihan, infrastruktur canggih, makan makanan bergizi, setelah pandemi Covid-19 bertambah dengan kebiasaan mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menyemprot disinfektan dan hand sartitizer.

Penerapan Sapta Pesona Wisata yang bertransformasi menjadi clean, health, safety, environemt, juga menjadi cermin peradaban tinggi dalam menjaga keseimbangan rem dan gas.

Kebersihan di toilet salah satunya, juga menjadi cerminan peradaban tinggi tersebut. Toilet tak lagi dianggap sekadar sebuah tempat membuang kotoran yang kemudian bisa dibuat seadanya.

PERLUAS JANGKAUAN

Kementerian Pariwisata pernah memberikan penghargaan Sapta Pesona Toilet Umum Bersih pada tahun 2009-2010, yang diberikan kepada pengelola bandar udara dan museum di seluruh Tanah Air.

Kebiasaan baik ini patut diperluas jangkauannya untuk memperbanyak rem di seluruh penjuru wisata di Nusantara.

Kebiasaan ini dimaksudkan untuk mendorong masyarakat agar mencintai kebersihan serta menciptakan suasana bersih yang berdampak pada kualitas destinasi pariwisata di Indonesia.

Pemberian penghargaan Sapta Pesona juga sebagai upaya mendorong masyarakat agar mencitai kebersihan yang difokuskan pada toilet umum bersih seperti di bandara dan pintu masuk wisatawan, serta objek wisata. Rem lainnya yang penting dipastikan fungsinya pada pekerja pariwisata. Dalam konteks ini, kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pekerja di bidang pariwisata patut menjadi perhatian bersama. Mengadaptasi aturan K3 pada sektor manufaktur, memastikan kinerja rem di industri pariwisata dan perhotelan mengandaikan terlaksananya K3 di seluruh lini pekerjaan pariwisata dan perhotelan.

Di bidang layanan, sejumlah jasa dan fasilitas yang dimiliki hotel harus dilakukan treatment khusus penyemprotan disinfektan untuk mencegah penyebaran virus corona, mulai dari ruang pertemuan dan kamar, termasuk semua jenis pelayanan kamar, air conditioning, binatu, kasur tambahan, perlengkapan tetap, fasilitas olah raga dan hiburan, termasuk sarana transportasi hotel untuk antar jemput tamu.

Selain perhotelan, bisnis di sektor pariwisata seperti tour and travel, restoran, spa, airlines dan transportasi publik, serta destinasi wisata, tak boleh luput dari perhatian. UU 10/2009 tentang kepariwisataan menyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta keamanan dan keselamatan kepada wisatawan (Pasal 23 ayat 1 butir a).

Payung hukum ini menjadi acuan untuk memastikan komitmen penerapan protokol kesehatan guna memberi jaminan keselamatan dan kenyaman wisatawan ketika berwisata di masa pandemi.

Dorongan untuk berwisata di dalam negeri dengan pola perjalanan yang telah berubah, seperti perjalanan dalam skala kecil, jangka waktu pendek dan jarak dekat, memiliki momentum dengan dibukanya pariwisata Bali dan daerah lain. Mari menjaga keseimbangan gas dan rem di industri pariwisata.

 

Sumber: Bisnis Indonesia. 8 Agustus 2020. Hal.2

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *