PTS Juga Paceklik Gubes

PTS Juga Paceklik Gubes. Jawa Pos. 5 November 2015.Hal.33

Jumlahnya Tidak Sebanding Dengan Total Dosen

SURABAYA – Paceklik guru besar (gubes) tidak hanya dialami perguruan tinggi negeri (PTN). Perguruan tinggi swasta (PTS) mengalami hal serupa. Faktor penyebabnya pun sama. Yakni, terbentur aturan keharusan hasil karya ilmiah terpublikasi dalam jurnal internasional. Hal tersebut membuat universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) baru memiliki 23 gubes. Menurut Rektor UKWMS Kuncoro Foe, jumlah tersebut terbilang sedikit bila dibandingkan dengan total dosen sebanyak 308 orang. “Yang banyak dosen yang telah magister,” terangnya. Yakni, 69,1 persen diantara total dosen yang mengajar di kampus tersebut. Gubes terbanyak di fakultas kedokteran. Ada delapan,” imbuhnya.

Kuncoro mengatakan, hasil penelitian yang diajukan tidak boleh sama dengan yang sudah terpublikasi. Karena itu, dibutuhkan penelitian yang lebih detail. Faktor itulah yang menyulitkan para dosen. “Jurnal Internasionalnya pun juga tidak boleh sembarangan,” terangnya. “Harus yang bereputasi juga dan terindeks internasional yang dimaksud, antara lain, Scopus dan Thompson.

Pendapat senada diungkapkan Wakil Rektor I Universitas Surabaya (Ubaya) Nemuel Daniel. Menurut dia, pengajuan gubes PTS tidak terlalu berbeda dengan PTN. “Jika PTN langsung ke kemenristekdikti, dosen PTS melalui kopertis dulu. Baru diteruskan ke Kemenristekdikti,” paparnya.

Saat ini ada 15 guru besar yang tersebar di tujuh fakultas di Ubaya. Nemuel mengakui, gubes belum sebanding dengan jumlah dosen dosen yang mencapai 300 orang. Idealnya, jumlah gubes 40 persen dari jumlah dosen. “Jika dihitung, idealnya gubes 120 orang,” papar Nemuel.

Saat ini ada 3 – 4 dosen yang masuk tahap final menjadi gubes untuk diajukan ke kemenristekdikti melalui Kopertis. Mengacu key performance indicator (KPI), kata Nemuel, salah satu target yang berusaha di penuhi adalah satu prodi dalam dua tahun bisa menghasilkan satu guru besar dan kenaikan pangkat para dosennya. “adanya guru besar penting untuk akreditasi institusi, mencirikan suatu bidang keahlian tertentu, dan performa prodi yang bersangkutan,” jelasnya.

Kekurangan gubes juga dialami Universitas Dr. Soetomo (Unitomo). Saat ini ada empat gubes di Unitomo, mereka ada di jurusan ilmu komunikasi, hukum, manajemen, dan administrasi. “jumlah tersebut tentu masih kurang,” kata Rektor Unitomo Bachrul Amiq.

Untuk level PTS-nya, jumlah gubes minimal 10 persen dari total dosen 220 orang. “memang kebutuhan guru besar tiap perguruan tinggu berbeda. Kan dilihat dari level mereka,” ujar doktor ilmu hukum itu.

Saat ini kampus tersebut sedang mengajukan dua calon guru besar. “Dari manajemen dan hukum,” ujarnya. Amiq mengungkapkan, persyaratan dalam pengajuan guru besar saat ini memang lebih ketat daripada dulu. “saat ini syaratnya memang terkendala di jurnal internasional,” katanya. Dahulu jika telah memiliki jurnal meski tingkat nasional, dosen bisa mengajukan guru besar.

BERI INSENTIF UNTUK BANTU CALON PROFESOR

PTS juga tidak berdiam diri dengan minimalnya jumlah guru besar (gubes) yang dimiliki. Manajemen kampus berupaya menggairahkan semangat dosen agar tetap mengurus pengajuan gubes.

Rektor Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) Kuncoro Foe mengatakan, pihaknya memberikan reward berupa dana bagi dosen yang menghasilkan karya penelitian. Baik yang terpublikasi internasional maupun belum. “penghargaan juga diberikan kepada dosen yang menyelesaikan studi tepat waktu atau mendapat nilai cum laude,” ucapnya.

Harapannya, jumlah gubes meningkat perlahan-lahan. Menurut Kuncoro, langkah tersebut ditempuh karena jumlah gubes pada sebuah perguruan tinggi berpengaruh signifikan dalam pemeringkatan. “jika nilai PT mau meningkat, jumlah profesornya juga ditambah,” imbuhnya.

Ubaya juga memberikan dana insentif. Wakil Rektor I Universitas Surabaya (Ubaya) Nemuel Daniel mengatakan, ada bantuan dana untuk para dosen yang mampu menembus jurnal internasional terindeks Scopus. Nilainya mencapai Rp 15 juta per paper. “kami juga bantu fasilitas dan bahasa,” jelasnya.

Dia pun berharap dosen melakukan penelitian secara berkesinambungan. “juga, mengasah kemampuan berbahasa inggris,” ucap Nemuel. “paling lama setahun bisa terbit itu sudah bagus. Jadi, memang harus kerja kontinu,” lanjutnya.

Sementara itu, Rektor Unitomo Bachrul Amiq mengatakan pernah meminta bantuan gubes PTN yang sudah pensiun. “Nah, saat ini aturan tersebut tidak boleh,” ujarnya.

Sisi positifnya, aturan tersebut bisa meningkatkan kualitas sang gubes kelak. Sebab, hal itu menghindari jurnal abal-abal yang kerap terjadi. “Dulu pernah ada yang mengajukan guru besar, saat diteliti lagi oleh kemenristekdikti, ternyata yang bersangkutan melakukan plagiarisme pada jurnal ilmiahnya,” paparnya. “hal tersebut jangan sampai terjadi lagi,” imbuhnya.

Amiq mengatakan, pihaknya juga memberikan fasilitas kepada calon gubes. “kami memberikan insentif untuk keperluan penelitian mereka. Sebab, jurnal internasional kan tidak murah,” tuturnya. Namun, jumlah insentif masing-masing calon gubes berbeda. “sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Tidak bisa dipukul rata,” lanjutnya.

Sumber : Jawa Pos. 05 November 2015. Hal 33.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *