Perempuan, Aral dan Keadilan Wirausaha

Jony Eko Yulianto_Perempuan, Aral dan Keadilan Wirausahawan. Kontan. 19 Januari 2017.Hal.23

Ada sebuah temuan menarik dari Indeks Melakukan Bisnis 2017 (Doing Business Index 2017) yang baru saja dirilis oleh Bank Dunia. Monograf penelitian setebal 348 halaman yang berisi kajian tentang daftar regulasi bisnis dari 190 negara menunjukkan adanya kecenderungan bahwa kebijakan-kebijakan dalam wirausaha yang berlaku di 155 negara cenderung merepresentasikan kesenjangan keadilan yang dialami oleh perempuan dalam berwirausaha.

 

Indeks melakukan bisnis 2017 mengukur 11 indikator, yakni pembuatan bisnis baru, kemudahan pengurusan izin, kemudahan mendapatkan fasilitas kelistrikan, kemudahan pendaftaran properti bisnis, kemudahan mendapatkan kredit, perlindungan terhadap investor minoritas, pembayaran pajak usaha, perdagangan antar negara, isu kontrak kerja, pengurusan isu-isu dalam kerja, dan regulasi buruh. Sepuluh indikator pertama di atas menjadi basis pembuatan peringkat dalam rekapitulasi data final.

 

Secara umum, hasil pengukuran Doing Business 2017 menunjukkan adanya disparitas besar pada negara maju dan negara berkembang. Secara khusus, ditemukan pula bahkan perempuan cenderung mengahadapi tantangan lebih besar dalam merintis usaha dibandingkan dengan laki-laki.

 

Contohnya dalam hal registrasi korporasi. Ada perbedaan persyaratan registrasi yang harus dipenuhi jika sebuah korporasi dimiliki oleh seorang wirausahawa perempuan. Di beberapa negara, mereka diminta menambahkan surat persetujuan dari suami.

 

Lainnya, tentang perbedaan perlakuan terhadap wirausaha perempuan dalam akses terhadap kredit. Pihak pemberi kredit cenderung overfokus, perusahaan, dimiliki oleh perempuan tersebut atau suaminya. Beberapa fakta menunjukkan rasio persetujuan kredit lebih tinggi diberikan kepada pengusaha laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Dalam beberapa isu tentang negoisasi, testimoni dari pengusaha perempuan mendapat value yang lebih rendah dibandingkan laki-laki.

 

Temuan ini kini menegaskan kajian mengenai women entrepreneurship makin memiliki posisi penting dalam kajian-kajian entrepreneurship. Selain itu, fokus Doing Business 2017 yang menyoroti diskrepansi kesempatan pada wirausahawan perempuan di tataran global menunjukkan isu ini di alami hampir semua pengusaha perempuan di berbagai negara. Termasuk menegaskan komitment Bank Dunia dalam memberdayakan pemimpin perempuan untuk kesetaraan gender.

 

Prevalensi perempuan di dunia mencapai 49,6% dan hanya 40,8% yang tergabung dalam organisasi kerja formal. Dari keseluruhan jumlah start-up business, hanya 31% yang memiliki setidaknya satu perempuan sebagai pemilik (World Bank 2011). Hal ini menunjukkan peran serta perempuan dalam percaturan dunia wirausaha masih sangat rendah jika dibandingkan dengan laki-laki.

 

Namun demikian, perempuan tetap punya peranan penting. Bahkan menurut riset, jika prevalensi perempuan tak di masukkan dalam perhitungan, pendapatan per kapita secara global akan turun 40%! (Cuberes & Teignier, 2014)

Lalu bagaimana kita dapat menjelaskan aral yang dihadapi perempuan dalam berwirausaha ini?

 

PUNCAK YANG TERHALANG

Istilah glass ceiling phenomenon pertama kali diperkenalkan oleh Michelle Ryan dan Alexander Haslam, dua profesor Psikologi Sosial dari Universitas Exeter Inggris. Istilah ini merujuk pada adanya kecenderungan pesimisme terhadap kemampuan perempuan dalam memegang posisi kepemimpinan.

 

Karier perempuan tidak dapat sampai kepuncak seolah-olah karena terbentur oleh langit-langit kaca. Ryan dan Haslam kemudian juga memperluas istilah ini menjadi glass eliff phenomenon, untuk menjelaskan bahwa perempuan baru akan diminati untuk memegang posisi tertinggi saat perusahaan mengalami masa krisis.

 

Salah satu penelitian eksperimen yang terkenal dalam menjelaskan tentang glass ceiling dan glass cliff adalah eksperimen Ryan dan Haslam tentang Manajer ideal dalam sebuah organisasi. Para responden diberi dua cerita tentang sebuah perusahaan yang performanya sangat buruk. Perusahaan tersebut sama, baik detail atribut dan profilnya. Para responden dalam dua kelompok berbeda diminta untuk menggambarkan manager ideal untuk perusahaan yang tampil baik dan perusahaan yang memiliki performa buruk diatas.

 

Hasil penelitian diatas sangat mencegangkan. Semua responden menyebut bahwa manager yang ideal untuk perusahaan yang tampil baik adalah laki-laki. Sedangkan manager yang ideal untum perusahaan dengan performa buruk adalah perempuan. Dengan kata lain, “think crisis, think women!”. Temuan ini menegaskan fenomena pesimisme terhadap kemapuan perempuan merupakan sesuatu yang melibatkan ketidaksadaran kolektif (collective unconsciousness). Bagaimana mengatasinya?

 

Setidaknya, ada dua hal penting yang dapat diajukan dalam menghindari bias terhadap glass ceiling dan glass cliff ini. Pertama, perlunya membangun budaya kesetaraan gender dalam proses review. Artinya seyogyanya regulasi bisnis untuk pengusaha perempuan didasarkan pada evaluasi terhadap kinerja. Regulasi sebaiknya disusun untuk menstimulasi mereka dalam berkarya. Portofolio kerja akan membuat pengusaha perempuan dinilai berdasarkan kinerja daripada gendernya. Lagipula stereotipe negatif terhadap wanita yang melibatka  alam bawah sadar harus di lawan dengan pembudayaan tentang kesetaraan gender.

 

Kedua, perlunya membangun budaya kepemimpinan sebagai identitas personal. Acap kali, keraguan terhadap kepemimpinan perempuan terjadi karena hasil evaluasi personal terhadap pribadi pemimpin sebagai individu. Namun, kepemimpinan bukanlah semata-mata tentang individu, tetapi pemimpin sebagai bagian dari tim.

Cara pandang identitas sosial akan memungkinkan proses regulasi bisnis menitikberatkan indikator penilaian ada pada kualitas manajemen start-up. Misalnya, pengelolaan sumber daya manusia, keuangan atau pengelolaan kapital daripada apakah pemiliknya laki-laki atau perempuan.

 

Sumber : Kontan. 19 Januari 2017. Hal.23

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *