Pemerikasaan H-2, lalu Isolasi Mandiri. Jawa Pos. 1 Juli 2020.Hal.28. Fakultas Kedokteran

Jelang Operasi Non-Emergency di Tengah Pandemi

SURABAYA, Jawa Pos- Melakukan tindakan operasi di tengah pandemi bukan perkara mudah. Tenaga medis maupun pasien harus menjalani serangkaian persiapan. Lebih rumit dan lebih panjang demi menghindari penularan. “Di masa sekarang memang baiknya hanya operasi emergency atau mendesak,” ucap dr F. Siusanto Hadi SpB-KBD.

Namun, jika pasien dan dokter sepakat melakukan operasi yang bersifat elektif atau terencana, hal tersebut harus diikuti dengan persiapan yang matang. Siusanto mengatakan, syarat operasi kini meminta lebih banyak pemeriksaan. Pemeriksaan penunjang sesuai kasus tidak cukup. Harus dilengkapi skrining Covid-19.”

Perlu swab PCR dan CT scan thorax. Tapi, kalau emergency bisa dengan rapid test,” jelas dosen Divisi Ilmu Bedah FK Universitas Ciputra tersebut. Pemeriksaan swab PCR bisa dilakukan setelah operasi emergency.

Pemeriksaan yang lebih detail tersebut bermaksud memberikan gambaran utuh bagi dokter sebelum operasi. Selain menentukan jenis APD apa yang dipakai, petugas medis memperhitungkan risiko yang terjadi.

“Karena kita juga perlu mempertimbangkan jenis pengobatan apa yang diperlukan,diluar penyakitt yang akan dibedah tadi,” ungkap Siusanto saat dihubungi kemarin (30/6). Selain itu, stres yang dirasakan tubuh pasien saat pembiusan dan pembedahan diperhitungkan.

Hal serupa dituturkan Chief of Outpatient Department National Hospital dr Hendera Henderi SpOG. Pemeriksaan dilakukan dengan detail dua hari sebelum operasi dijadwalkan. Bukan hanya itu, Hendera menekankan pentingnya pasien menjalani isolasi mandiri setelah pemeriksaan. Dengan begitu, risiko penularan dari lingkungan bisa sangat diturunkan. “Pola makan serta minum yang sehat dan bergizi juga perlu jelang operasi,” tegasnya.

Hendera mengatakan, prosedur operasi juga disesuaikan. Salah satunya penggunaan APD level 3. Meski pasien tidak terindikasi Covid-19, tenaga medis diminta melakukan operasi dengan APD level teninggi. Pria berkacamata itu mengakui, rasa tidak nyaman bagi tenaga medis pasti ditemui saat mengoperasi dengan APD level 3. “Ini untuk menjaga pasien dan tenaga medis,’ paparnya.

Menurut Hendera, masih banyak pasien yang menunda operasi sementara waktu karena takut terjadi penularan. “Banyak sekali. Ada kasus katarak, bedah syaraf, THL ortopedi, hingga kulit,” Jelasnya. Menurut dia, langkah tersebut tidak masalah jika pasien masih ragu untuk melakukan operasi di tengah pandemi. Namun jika kondisi tubuh sudah tidak nyaman hingga mengganggu aktivitas, opsi operasi bisa dilakukan. (dya/c15/nor)

 

Sumber: Jawa Pos. 1 Juli 2020. Hal. 28

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *