Kawasan Pesapen dan Saksi Kejayaan Kolonial (5)_Jadi Kawasan Penunjang Perdagangan. Radar Surabaya. 13 Juli 2021. Hal. 3

SEPERTI halnya kawasan penting di sekitar Jembatan. Merah yang menjadi denyut nadi perekonomian di Surabaya, kawasan Pesapen juga memiliki peran tersendiri terhadap perkembangan perekonomian dan perniagaan di Surabaya.

Menurut pemerhati sejarah dan pustakawan Universitas Ciputra (UC) Surabaya Chrisyandi Tri Kartika, di Jalan Pesapen pada zaman dulu terdapat penyedia jasa angkutan barang. Seperti halnya sebuah pasar terdapat pangkalan angkutan umum di sisi depannya. Begitu pula dengan Jalan Pesapen, juga ada pangkalan tersendiri yang menunggu untuk disewa jasanya.

“Kemungkinan besar, zaman dulu ada pangkalan. angkutan barang menunggu untuk disewa. Mengambil barang dari kalimas kemu dian diantar ke toko dan perkantoran di Pesapen,” ujar Chrisyandi kepada Radar Surabaya.

la juga menjelaskan, sisi lain dari kawasan Pesapen yang menjadi penunjang perdagangan Kota Pahlawan. Sehingga sana ada banyak pertokoan seperti pabrik mie, perusahaan anggur, perusahaan karton, dan perkantoran dan bisnis lainnya. “Itu beberapa contoh perusahaan yang berdiri di Jalan Pesapen. Sumbernya dari buku terbitan tahun 1950-an,” jelas Chrisyandi.

Lokasi Pesapen yang cukup strategis, yakni dekat dengan sungai Kalimas dan Pelabuhan

 

Sumber: Radar Surabaya. 13 Juli 2021. Hal. 3

Kawasan Pesapen dan Saksi Kejayaan Kolonial (3)_Jadi Kawasan Bisnis Bangsa Eropa. Radar Surabaya. 10 Juli 2021. Hal. 3

LOKASI ini dipilih lanta ran strategis. Mulai dari dekat dengan pelabuhan dan sungai yang menjadi jalur perdagangan komoditi, Jalan Pesapen juga dinilai dekat dengan kawasan pemerintahan Kota Surabaya zaman dulu.

Jejak dari pusat bisnis Kota Pahlawan itu dapat dilihat ba nyak rumah dan bangunan gu dang kuno mirip seperti pabrik. “Zaman dulu kawasan ini mayoritas penghuninya orang Eropa. Tapi selarang sudah bercampur, semenjak dihapusnya aturan wijk (pembagian kawasan pada zaman Koloni al, Red),” kata Pustakawan dan pemerhati sejarah Universitas Ciputra (UC) Surabaya Chrisyandi Tri Kartika kepada Radar Surabaya.

Karena dijadikan kawasan bisnis, di Jalan Pesapen juga terdapat pasar yang biasa disebut Pasar Babakan. Semenjak aturan pembagian wilayah suku bangsa dihapuskan, lokasi ini pun ditempati oleh berbagai etnis. Mulai dari Tionghoa, Madura, Melayu dan Jawa. “Sekarang kawasan itu sudah bercampur. Apa lagi ada pasar di sana,” ujar Chrisyandi.

Berbeda dengan saat ini dimana pusat bisnis dan perdagangan menyebar merata diberbagai wilayah Surabaya, mulai barat, selatan, timur, utara dan pusat. Pada masa kolonial pusat bisnis dan perdagangan berpusat di kawasan utara yang mana dekat dengan pelabuhan dan sungai yang menjadi jalur transportasi komoditas perdagangan kala itu. Dimana jalur dan alat transportasi darat masih sangat terbatas, maka kapal dan perahu menjadi pilihan. “Karena lokasinya yang strategist, dekat sungai dan pelabuhan maka kawasan Pesapen menikmati perkembangan yang dibangun Belanda kala itu. Menjadi salah satu kawasan sentral terhadap kejayaan Belanda,” pungkasnya

Sumber: Radar Surabaya. 10 Juli 2021. Hal. 3

Kawasan Pesapen dan Saksi Kejayaan Kolonial (2)_Kontrol Penduduk, Masuk Kategori Wijk. Radar Surabaya. 9 Juli 2021. Hal. 3

JALAN Pesapen masuk dalam daftar pembagian wilayah di Kota Surabaya pada masa kolonial. Tujuannya pembagian wilayah itu adalah untuk mengontrol dan mengelola warga negara Eropa dan Timur Asing.

Nama wijk sendiri ditandai dengan abjad dan pada saat Gemeente Surabaya baru berdiri terdapat 25 wijk. Akan tetapi, pada tahun 1914 bertambah menjadi 26 wijk berdasarkan Keputusan Residen Surabaya Nor 2/24 tanggal 24 April 1914. Menurut literatur, pakar sejarah Univeristas Airlangga (Unair) Surabaya Purnawan Basundoro menjelaskan, 26 wijk tersebut adalah nama wilayah huruf A adalah Kebalen, huruf B Pesapen, huruf C Krembangan, huruf D Boomstraat, huruf E Bergwars straat, huruf F

Pangong dan seterusnya, “Tujuannya untuk menghimpun warga Eropa dan Asing Timur. Sedangkan warga Bumiputra tidak masuk dalam wijk,” kata Purnawan. Di samping itu, pemerhati sejarah sekaligus pustakawan Universitas Ciputra (UC) Surabaya Chrisyandi Tri Kartika mengatakan, adanya UU Wijkenstelsel pemerintah kolonial Belanda memang mempunyai maksud dan tujuan tersendiri. Yaitu untuk mengatur dan membatasi pergerakan penduduk pribumi dan bangsa non-Eropa. Oleh karena itu. pada saat itu banyak yang tak sepaham dengan UU yang dianggap mengkotak-kotakkan kota tersebut. Kawasan Eropa ini disebut Kota

Bawah (Benedenstad) yang dibatasi oleh tembok kota yang melingkar dari utara, tepatnya di sebelah selatan Jembatan Petekan (Ophaal Brug) melebar ke barat hingga selatan Pesapen terus ke selatan Krembangan ke timur Bibis dan Cantian kemudian ke utara Srengganan-Tonggomong-Njamplungan dan kembali menyambung ketitik awal di selatan Jembatan Petekan, Jalan Jakarta (Batavia Weg) sebelah timur sungai Kalimas.

“Kawasan ini memiliki dua jalan utama. Dari sisi barat timur sampai balai kota pertama Jembatan Merah yaitu Heerenstraat atau Jalan Raja wali kemudian jalan yang sejajar dengan Kalimas dari utara selatan, yaitu Willemskade Jalan Jembatan Merah dan Jalan Veteran,” jelas Chrisyandi. (bersambung/nur)

Sumber: Radar Surabaya. 9 Juli 2021. Hal. 3

Kawasan Pesapen dan Saksi Kejayaan Kolonial (1)_Diduduki Bangsa Belanda. Radar Surabaya. 8 Juli 2021. Hal. 3

JALAN Pesapen terletak di kawasan Krembangan Selatan. Lokasinya berdekatan dengan Jalan Rajawali (dulu bernama Heerenstraat). Pada jalan tersebut terdiri dari beberapa gang seperti Jalan Pesapen Lor, Pesapen Tengah, Pesapen Selatan, Pesapen Kali, Pesapen Balokan, dan masih banyak lainnya.

Saat dijelajahi, Pesapen mempunyai banyak bangunan kuno seperti gudang, rumah, dan peninggalan bangunan kuno lainnya.

Menurut Pustakawan dan pemerhati sejarah Univeristas Ciputra (UC) Surabaya Chrisy andi Tri Kartika, kawasan ini memang pada zaman kolonial diduduki oleh orang Belanda.

Pada saat itu kawasan ini merupakan pusat dari kota Surabaya. Perkembangan kota semakin pesat gedung, rumah, dan perkampungan di kawasan ini semakin padat. Beragam etnis juga ada di kawasan ini, mulai dari etnis Jawa, Tionghoa, dan Madura.

Nama jalan di kawasan ini termasuk dalam daftar pena- maan jalan baru Surabaya pada tahun 1950. Menurut berita zaman kolonial De Vrije Pers tertulis wilayah Pesapen terkait dengan kapal.

“Pada masa kolonial memang pusat pemerintahan, bisnis dan perdagangan me mang berada di kawasan utara sini (sekitar sungai Kali mas). Oleh Karenanya wilayahnya memang cukup berkembang pada Kala itu, termasuk Jalan Pesapen ini,” paparnya.

Pada saat itu ada kompleks perumahan bangsa Eropa, khususnya Belanda di kawasan Krembangan, oleh Karenanya wilayah sekitarnya ikut terdampak dengan ikut berkembang dan didirikannya fasilitas perdagangan, gudang, kantor-kantor dan lain sebagainya.

“Di Pesapen itu masih banyak ditemui rumah Dan gudang-gudang peninggalan Belanda,” imbuhnya. (bersambung/nur)

 

Sumber: Radar Surabaya. 8 Juli 2021. Hal. 3

Destinasi Wisata untuk Anak Pasca Covid-19. balipost.com. 30 Juli 2021. HTB. Dewa GS

https://www.balipost.com/news/2021/07/30/207186/Destinasi-Wisata-untuk-Anak-Pasca…html

Oleh Dewa Gde Satrya

Tanggal 23 Juli lalu diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Tema HAN tahun ini mengadaptasi pandemi Covid-19 “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Peringatan HAN bermula dari sebuah gagasan untuk mewujudkan kesejahteraan anak. HAN diperingati sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 pada tanggal 19 Juli 1984.

Dorothy Law Nolte dalam puisinya yang berjudul “Dari Lingkungan Hidupnya Anak-anak Belajar” menuliskan, “jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki; jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar menentang; jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri; jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar jadi penyabar; jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri; jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai; jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia akan terbiasa berpendirian.”

Puisi itu mengingatkan ‘masa-masa sulit’ pandemi Covid-19 ini terhadap pemenuhan hak-hak anak untuk bermain, berwisata dan belajar. Dalam perspektif tourism, anak merupakan subyek warga negara yang wajib dan layak terpenuhi haknya dalam berwisata. UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 11 menyatakan, setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. Senada dengan itu, UU Kepariwisataan yang baru (UU Nomor 10 Tahun 2009) Pasal 18 ayat 1 butir a disebutkan, setiap orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata.

Penekanan khusus anak sebagai bagian dari wisatawan yang layak terpenuhi haknya selama ini terkesan tersubordinasi. Oleh karena, subjek penting dalam pengambilan keputusan berwisata dan pembelanjaan selama berwisata ada pada orang dewasa dan orang tua. Namun, sekali lagi kita perlu melihat aspek strategis pengedepanan anak sebagai subyek yang wajib terpenuhi hak berwisatanya, tepatnya pada momen HAN ini. Pada perayaan Hari Pariwisata Sedunia 27 September tahun 2016, UNWTO mengangkat isu “Tourism Promoting Universal Accessibility”. Sekjend PBB, Ban Ki-Moon, menegaskan, hak-hak mendasar dalam berwisata di seluruh dunia harus dipastikan terpenuhi bagi tiga kalangan ini: penyandang disabilitas, kalangan lanjut usia (lansia) dan wisatawan keluarga yang membawa anak kecil.

Sekurangnya ada dua aspek strategis transformasi atau upaya-upaya perbaikan pengelolaan destinasi wisata ’ramah anak’ pada era new normal, tentu dalam konteks ketika persebaran virus corona di dalam negeri terkendali. Pertama, sebagai investasi nasionalisme bangsa di kemudian hari. Kita melihat, tantangan terberat yang dihadapai kepariwisataan di Tanah Air dewasa ini, dan mungkin pula dalam satu dekade ke depan adalah, murahnya biaya berwisata ke negara-negara tetangga di Asia. Karena itu, kepekaan pasar domestik untuk meminimalisir perjalanan wisata ke luar negeri, dan menggantikannya dengan perjalanan wisata di dalam negeri, sangat penting.

Peningkatan perjalanan wisata kalangan keluarga pada masa normalisasi pascapandemi Covid-19 juga berperan sebagai katalisator guna mempercepat pengembangan destinasi wisata yang memenuhi standar kelayakan’ramah anak’. Sebelumnya, pemerintah telah mengadakan program kota untuk anak yang digerakkan mulai dari Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi dan Ibukota.

Pada program ini, daerah yang dijadikan kota anak harus memenuhi hak-hak anak. Mulai dari hak kesehatan, pendidikan, keamanan, infrastruktur, lingkungan yang aman, pariwisata bermain. “Intinya kota tersebut dirancang memang untuk anak,” ujar Meutia Hatta (Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan waktu itu). Ini dilakukan karena melihat perkembangan daerah mulai dari desa hingga kota yang sangat pesat (jatim.go.id, 20/4/09).

Untuk itu, yang mendapatkan hak atas perkembangan ini tidak hanya orang dewasa, namun juga anak-anak yang 25 tahun mendatang akan menjadi penerus bangsa. Kota anak yang dirancang nantinya akan menyediakan segala fasilitas untuk anak. Antara lain, fasilitas belajar, bermain dengan mainan-mainan yang bagus, bahkan mungkin mahal.

Ini agar anak-anak dari keluarga tidak mampu juga bisa merasakan bisa bermain dengan mainan yang rata-rata milik anak orang berada. Diberi pula fasilitas hiburan lainnya, seperti televisi dengan program acara yang sesuai. Kota anak juga harus mampu memberi rasa aman pada mereka. Hak rasa aman diwujudkan dalam bentuk bantuan hukum, rehabilitasi berupa terapi psikologis terutama bagi anak korban kekerasan.

Destinasi wisata dengan diferensiasi ’ramah anak’ bisa dilihat sebagai peluang bagi pengembangan industri kepariwisataan daerah yang semakin mendesak, strategis dan penting setelah pandemi covid-19. Investasi pengembangan destinasi wisata ’ramah anak’ tidak dapat hanya dilihat dari satu perspektif (biaya), namun juga dampak sosial dan ekonomi di masa mendatang.

Melalui pengembangan kesadaran bahwa anak merupakan subyek penting dan vital dalam kepariwisataan di Tanah Air, kita berharap agar masa kanak-kanak generasi penerus bangsa dapat terlewati dengan sewajarnya. Mari kita bangun destinasi wisata yang ‘ramah anak’, hingga tiba waktunya perjalanan di dalam negeri dimungkinkan setelah virus corona dapat dikendalikan dan masyarakat mengalami herd immunity.

Penulis, Dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya

Srengganan, Sisi Perjuangan dan Penyangga Wilayah Utara (2). Dianggap Tak Berguna, Tembok Kota Tak Dilanjutkan. Radar Surabaya. 26 Juli 2021. Hal.3. Lib. Chrisyandi

Dalam peta Kota Surabaya yang dibuat oleh Belanda ta hun 1866 kawasan Sreng ganan memang sudah ada. Kawasan lawas ini diperki rakan sudah ada sebelum pendudukan kolonial.

Ditahun 1866 kawasan Srengganan sudah ada dan masuk dalam tembok kota. Namun tembok kota itu menurut Pustakawan Sejarah Chrisyandi Tri Kartika belum sepenuhnya masuk ke kawasan Srengganan, dikarenakan pembangunan tersebut tidak berguna dan memakan biaya yang besar. “Belum masuk karena pembuatan tembok nggak jadi dilanjutkan mengingat biaya terlalu besar,” katanya kepada Radar Surabaya.

Pustakawan dari Perpustakaan Universitas Ciputra itu menambahkan, tembok kota itu rencananya melingkar dari sebelah selatan Jembatan Petekan (Ophaal Brug) melebar ke barat hingga selatan (Pesapen) terus ke selatan (Krembangan) ke timur (Srengganan) kemudian kembali menyambung ketitik awal di selatan Jembatan Petekan, Jalan Jakarta (Batavia Weg) sebelah Timur sungai Kalimas. Tujuannya dulu sebagai pembatas warga pribumi dan melindungi berbagai sarana, prasarana, penduduk, termasuk aktivitas di dalamnya yang bisa diawasi atau diatur dengan baik.

“Berdasarkan rencana desainnya seperti itu, sampai ke Srengganan, tapi dalam pembangunan atau relisasinya nggak sampai selesai sesuai rencana awal. Pendanaan yang jadi masalahnya,” paparnya.

Dirinya juga menjelaskan kawasan itu memiliki model bangunan yang lebih cenderung untuk perniaagaan. Terutama di pinggir jalan. Sedangkan yang di dalam tetap digunakan sebagai pemukiman penduduk.

“Yang pinggir jalan beda dengan yang di dalam kampung model banggunannya. Karena hampir semua model di foto lama pinggir jalan selalu dipakai untuk jualan atau perkantoran,” jelasnya.

Meskipun tak seterkenal kawasan Pegirian, Ampel, Kembang Jepun dan lainnya, tapi keberadaan Srengganan cukup penting sebagai kawasan penyangga kala itu. (bersambung/nur)

 

Sumber: Radar Surabaya. 26 Juli 2021. Hal.3

8 Universitas Swasta Terbaik di Jawa Timur Versi Kemendikbud 2020. detik.com. 24 Juli 2021

Smiling millennial Indian girl in wireless headset sit at desk in living room study online on laptop, happy young ethnic female in headphones watch webinar or course on Internet on computer

Foto: Getty Images/iStockphoto/fizkes/8 Universitas Swasta Terbaik di Jawa Timur Versi Kemendikbudristek 2020

Jakarta – Pemerintah melalui Kemendikbudristek merilis daftar universitas swasta terbaik di Indonesia. Sebanyak delapan universitas berada di Jawa Timur, sedangkan sisanya menyebar di wilayah Indonesia lainnya.

Daftar dalam bentuk klasterisasi pendidikan tinggi ini adalah pemetaan atas kinerja akademik universitas di Indonesia. Kinerja dinilai berdasarkan empat unsur mulai input hingga output.

Daftar 8 universitas swasta terbaik di Jawa Timur versi Kemendikbud 2020:

1. Universitas Kristen Petra

Universitas Kristen Petra mendapatkan urutan ke-21 secara umum dan 6 pada klaster 2. Rinciannya adalah input 2.541, proses 3.383, output 1.473, outcome 2.208, dan skor total 2.385.

2. Universitas Surabaya (Ubaya)

Universitas Surabaya mendapatkan urutan ke-30 secara umum dan 15 pada klaster 2. Rinciannya adalah input 2.447, proses 3.370, output 1.888, outcome 1.391, dan skor total 2.221.

3. Universitas Islam Malang (Unisma)

Unisma mendapatkan urutan ke-44 secara umum dan 29 pada klaster 2. Rinciannya adalah input 2.225, proses 3.223, output 1.216, outcome 1.643, dan skor total 2.048.

4. Universitas Katolik Widya Mandala

Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya mendapatkan urutan ke-46 secara umum dan 31 pada klaster 2. Rinciannya adalah input 2.094, proses 3.105, output 1.046, outcome 1.900, dan skor total 2.027.

5. Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

UMM mendapatkan urutan ke-48 secara umum dan 33 pada klaster 2. Rinciannya adalah input 1.899, proses 3.318, output 1.116, outcome 1.759, dan skor total 2.016.

6. Universitas Merdeka Malang (Unmer)

Unmer mendapatkan urutan ke-49 secara umum dan 34 pada klaster 2. Rinciannya adalah input 2.646, proses 2.912, output 1.102, outcome 1.563, dan skor total 2.001.

7. Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya masuk ke dalam klaster 3 dan mendapatkan urutan ke-53 secara umum dan 4 pada klaster 3. Rinciannya adalah input 1.883, proses 3.185, output 1.154, outcome 1.695, dan skor total 1.970.

8. Universitas Ciputra Surabaya

Universitas Ciputra Surabaya masuk ke dalam klaster 3 dan mendapatkan urutan ke-55 secara umum dan 6 pada klaster 3. Rinciannya adalah input 1.601, proses 3.009, output 1.078, outcome 2.035, dan skor total 1.952.

Daftar ini adalah hasil analisis terhadap 2.136 universitas yang menghasilkan 5 klaster perguruan tinggi. Klaster 1 diisi PTN dengan urutan skor terbesar tanpa ada universitas swasta

Klaster 1 berjumlah 15 perguruan tinggi, klaster 2 berjumlah 34 perguruan tinggi, klaster 3 berjumlah 97 perguruan tinggi, klaster 4 berjumlah 400 perguruan tinggi, dan klaster 5 berjumlah 1.590 perguruan tinggi.

Terkait empat unsur yang menentukan kinerja dan kualitas perguruan tinggi, berikut penjelasannya:

  • Mutu sumber daya manusia dan mahasiswa sebagai input
  • Pengelolaan kelembagaan perguruan tinggi sebagai proses
  • Capaian kinerja jangka pendek yang dicapai perguruan tinggi sebagai output
  • Capaian kinerja jangka panjang perguruan tinggi sebagai outcome.

Demikianlah 8 universitas swasta terbaik di Jawa Timur versi Kemendikburistek 2020. Jadi detikers tertarik berkuliah dimana?

Delapan PTS di Jatim Menjadi Terbaik Versi Kemenristekdikti. Jawa Pos. 26 Juli 2021. Hal.13,19

SURABAYA, Jawa Pos-Kemenristekdikti merilis daftar universitas swasta terbaik di Indonesia 2020. Sebanyak delapan universitas berada di Jawa Timur. Sisanya adalah kampus-kampus swasta yang berada di kota-kota lain di Indonesia.

Daftar dalam bentuk klasterisasi pendidikan tinggi itu adalah pemetaan terhadap kinerja akademik universitas di Indonesia. Kinerja dinilai berdasar empat unsur, mulai input hingga output.

Kampus-kampus tersebut adalah Universitas Kristen Petra. Kampus itu menempati peringkat ke-21 secara umum dan ke -6 pada klaster 2. Disusul Universitas Surabaya mendapatkan ranking ke-30. Adapun di klaster 2 berada di peringkat ke-15. Universitas Islam Malang juga terbilang membanggakan. Kampus di Malang itu berada di urutan ke-44.

Selanjutnya, berselisih dua peringkat ada Universitas Katholik Widya Mandala. Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berada di peringkat ke-48 secara umum dan peringkat ke-33 pada klaster 2. Selanjutnya, Universitas Merdeka Malang berada di peringkat ke-49. Hanya berselisih satu peringkat dengan UMM. Dua PTS lainnya adalah Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya dan Universitas Ciputra.

Ada beragam kriteria penilaian yang menjadi ukuran. Di antaranya, mutu sumber daya manusia, mahasiswa sebagai input pengelolaan pendidikan tinggi, capaian kinerja jangka pendek, hingga capaian kinerja jangka panjang. Pemeringkatan tersebut tentu memberikan wawasan kepada masyarakat yang hendak melanjutkan dan memilih pendidikan tinggi.

Rektor Ubaya Benny Lianto mengatakan, peringkat yang diperoleh Ubaya saat ini bukan fokus utama. Namun, Ubaya terus menjaga komitmen tinggi dalam meningkatkan kualitas, pendidikan karakter, dan integritas.

“Dalam situasi apa pun, Ubaya akan terus berpegang pada komitmen meningkatkan kualitas, pendidikan karakter, dan integritas. Peringkat adalah bentuk konsekuensi yang diperoleh dari apa yang sudah kami lakukan,” katanya saat dihubungi Jawa Pos kemarin.

Tidak hanya menjadi peringkat kedua terbaik di Jawa Timur versi Kemenristekdikti 2020, Ubaya juga menduduki peringkat pertama terbaik di Jawa Timur versi QS Asia. Itu semua diperoleh dari komitmen seluruh civitas academica Ubaya. “Pendidikan karakter dan peningkatan integritas terus kami lakukan dengan baik. Itu menjadi hal yang sangat pokok di Ubaya sejak dulu hingga sekarang. Peringkat adalah dampaknya saja,” ujarnya. (*/c6/git)

 

Sumber: Jawa Pos. 26 Juli 2021. Hal.13,19

Srengganan, Sisi Perjuangan dan Penyangga Wilayah Utara (1). Masuk Kawasan Dalam Tembok Kota. Radar Surabaya. 24 Juli 2021. Hal.3. Lib. Chrisyandi

Kawasan Srengganan yang berada di Surabaya Utara sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Bahkan di peta tahun 1886 ada kawasan tersebut.

Kawasan tersebut saat ini juga sebagai penyangga kawasan seperti Ampel, Pegirian, dan sekitarnya. Kawasan itu memang pamornya tak seperti Ampel, Pegirian, Kembang Jepun, Pabean dan lainnya, akan tetapi menjadi kawasan yang cukup penting dan strategis.

Pustakawan Sejarah Chrisyandi Tri Kartika mengatakan, tahun 1886 merupakan era kolonial Belanda. Di tahun itu peta kawasan Srengganan sudah ada masuk dalam tembok kota.

“Kalau istilah sekarang seperti tembok Cina atau seperti tembok keraton Yogyakarta. Nah itu sudah ada di dalam peta,” katanya kepada Radar Surabaya. Chrisyandi menjelaskan, tujuan tembok kota itu untuk melindungi berbagai sarana, prasarana, penduduk, termasuk aktivitas di dalamnya yang bisa diawasi atau diatur dengan baik. “Seperti rumah yang kita huni sekarang ini jadi tembok kota seperti itu,” jelasnya.

Kawasan Srengganan dekat dengan Pandean, Sawahan, Srengganan, Kebon Topaten, Topaten, Batu Putih, Kebon Dalem, dan Tenggumung. Semakin ke selatan perkampungan Bumiputra.

Seiring berjalannya waktu, kolonial Belanda masuk ke kawasan itu ada perubahan besar dari sisi perkembangan bangunan. Tapi zaman kolonial kawasan itu jadi tempat berkumpulnya para pejuang untuk melawan Kolonial. Menurutnya, hampir semua kawasan penduduk di Surabaya terdapat banyak pejuang. Pengaruh Belanda juga berpengaruh pada struktur bangunan di kawasan itu “Pembangunan Surabaya Utara juga secara bersamaan pesat karena pengaruhnya,” pungkasnya. (bersambung/nur)

 

Sumber: Radar Surabaya. 24 Juli 2021. Hal.3.

Layanan Cepat dengan Protokol yang Ketat. Surya 24 Juli 2021. Hal.3

SURABAYA, SURYA – Ciputra Group bekerja sama dengan Polrestabes Surabaya dan Pemkot Surabaya menggelar vaksinasi Covid-19 untuk warga Citraland, alumni dan mahasiswa Universitas Ciputra (UC) pada 22-23 Juli 2021, dengan target 4000 dosis.

Kegiatan berlangsung di halaman kampus UC. Beberapa persyaratan harus dilakukan oleh calon peserta vaksin, seperti mengisi formulir, membawa foto kopi KTP, menerapkan protokol kesehatan dan datang sesuai Jadwal agar tidak terjadi kerumunan.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengaprestasi pelaksanaan vaksin kall karena dianggap lancar dan tidak terjadi kerumunan. “Semoga ini menjadi percontohan di tempat lain,” ungkap Eri saat berkunjung, Kamis (22/7).

Wakil Rektor II UC, Victor Effendi mengatakan, warga yang sudah menerima vaksin kurang lebih 4000 orang. Tahap pertama, 3.000 orang. 2.000 untuk warga Citraland dan 1.000 untuk siswa sekolah. Tahap kedua, 1.000 orang khusus mahasiswa baru dan alumni.

Sementara untuk tenaga kesehatan sekaligus vaksinator melibatkan Dokter Muda dari Fakultas Kedokteran UC yang sudah mendapat izin orang tua sekaligus berpengalaman menangani pasien di RSUD Dr Soewandi Surabaya.

“Dari awal mereka dari awal sudah diajari, termasuk Injeksi dan tensi, ketika di RS mereka juga sudah praktik. Sangat membantu kami di vaksinasi Covid-19,” tukas dr Charles, selaku Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran UC.

Seluruh tenaga kesehatan sekitar 40 orang, ditempatkan mulai dari meja pemeriksaan, vaksinasi dan setelah vaksinasi. Mereka berada di meja 2 (15 orang), meja 3 (20 orang), dan beberapa di KIPI.

Salah satu penerima vaksin. Andi Putra Salim mengaku vaksinasi kali ini bersifat tepat sasaran, lancar dan cepat. “Alhamdulilah lega, setelah cari info vaksin di Surabaya. Ternyata dapat dari almamater sendiri. Layanan di sini sangat cepat,” ungkap alumnus Fakultas Pariwisata UC ini. (zia)

 

Sumber: Surya 24 Juli 2021. Hal.3