Busana Daerah ke Kostum Nasional. Sakera dan Marlena. Harian Disway. 27 Juni 2021. Hal.45

KERAGAMAN busana daerah di Indonesia tetap memikat. Di Indonesia, keragaman itu ada sejak ujung Pulau Sumatera hingga ujung Pulau Papua. Busana daerah itu beragam mulai unuk kepentingan adat, perkawinan, dan sehari-hari atau sebagai ikon daerah tersebut.

Kadang tampilan busana daerah itu semula biasa-biasa saja. Namun menjadi menarik ketika disentuh dengan kebaruan. Seperti yang diangkat oleh Embran Nawawi. Dari daerah asalnya, Madura, ia membawa salah satu busana dari Pulau Garam itu dari yang ikonik yaitu lewat karakter Sakera dan Merlena.

“Kedua karakter ini sudah dikenal sejak dulu. Bahkan melalui acara-acara budaya di televisi yang membantu memopulerkannya. Kalau busana prianya dikenal ala Sakera atau ala tukang sate Madura. Tapi jangan salah Iho busana ala Sakera itu juga sempat dipakai oleh Miss Grand Indonesia di ajang international,” katanya.

Untuk wanitanya, ada busana ala Marlena yang kerap dikenal dengan busana tukang rujak dalam beberapa peran di sketsa drama dan sinetron Indonesia. Busana ala Marlena ini bahkan masih dikenakan oleh wanita Madura dalam beberapa perayaan budaya baik di Madura maupun di luar Madura.

Busana yang sangat identik dengan kebaya merah dengan kain batik yang dikenakan biasanya juga berwarna merah. Busana ini dilengkapi dengan sanggul teleng atau sanggul miring, binggel atau gelang kaki, dinnar atau peniti emas berbentuk uang dinar, dan gibang atau giwang yang jiga terbuat dari emas.

“Gaya busana daerah seperti ini kemudian saya ubah tanpa mengurangi esensi dari gaya Marlena tersebut dengan membuat kain batik merah yang saya buat mengembang dan berekor. Kemudian kebaya merahnya dibuat lebih modern untuk memberi kesan gaya bebusana masa kini yang dilengkapi dengan aksesoris emas dari kepala hingga kaki,” terangnya.

Yang menarik, Embran mengubahnya gaya tukang sate atau carok pada busana Sakera yang berupa baju hitam hitam dengan kaos garis merah putih. Pertama ia mengganti pesak atau jaket sederhana berwarna hitam dengan kemeja transparan dari bahan lace yang bertujuan agar masih bisa mengangkat bhelleng atau kaus merah putih untuk tetap terlihat.

“Untuk bagian celana yang biasa disebut ghombor tidak saya ganti tetapi saya tambahkan dengan kain batik yang serupa dengan batik Marlena, tetapi sabuk seperti sabuk jampang saya ganti dengan obi berwarna hitam putih. Melengkapi penampilan Sakera inin tetap dilengkai dengan Odheng atau ikat kepala dan Pecut yang seharusnya celurit,” paparnya.

Dengan sedikit merubah gaya berbusana daerah Madura ala Sakerah yang dikenakan model Amar Bakhtiar dan Marlena oleh model Ivory ini dapat dilihat perubahan yang saya rasa cocok untuk kembali dikenalkan kepada anak muda se.Indonesia, bahkan bisa juga untuk menjadi alternatif national costume dalam ajang Internasional. (Heti Palestina Yunani)

BUSANA daerah seperti Sakera dan Marlena ini nyatanya menarik. Bisa dikembangkan menjadi ajang busana kostum seperti carnival atau untuk alternatif kostum nasional yang diangkat Embran dari sekian banyak busana Daerah di Indonesia tampil lebih elegan.

 

Sumber: Harian Disway. 27 Juni 2021. Hal.45

Pilih Motif Suro-Boyo dan Daun Semanggi. Jawa Pos. 26 Juni 2021. Hal.24

SURABAYA, Jawa Pos – Kota Surabaya punya perwakilan Raka-Raki baru yang bakal maju di tingkat Jatim. Mereka adalah Faisal Wicaksana dan Dian Ghea Novianti, pemenang Cak dan Ning Surabaya 2021. Dalam persiapan menuju Raka-Raki Jatim itu, mereka mengenalkan batik khas Surabaya karya desainer Embran Nawawi.

Yang menarik, motif batik itu dibuat khusus untuk mereka berdua. Yakni, motif Suro dan Boyo untuk Cak Faisal dan motif semanggi untuk Ning Ghea. “Motif Suro dan Boyo memang sengaja buat yang laki-laki karena mewakili maskulinitas. Sedangkan yang daun semanggi mewakili sisi femininnya,” jelas Embran.

Selain itu, kata Embran, desain semanggi sebenarnya terinspirasi dari Ghea sendiri. “Hobi si Ghea ini ternyata memasak. Jadi, sangat cocok buat motif ini,” terangnya. Dari situ, motif batik diharapkan bisa menjadi lebih akrab dengan anak-anak muda.

Terlebih, meski semiformal, desainnya dibuat sangat dekat dengan gaya anak muda zaman sekarang. Yakni, model jaket gaya overlap faced dengan kerah jas. Adapun desain dress untuk Ning, Embran membuat half circle skirt dengan motif daun semanggi itu tadi.

Dengan begitu, desain baju tersebut terlihat lebih elegan, tapi tetap dengan gaya anak muda zaman sekarang. Satu hal yang juga menjadi ciri khas desainnya kali ini adalah penggunaan warna yang mencolok. Hijau dan oranye. Menurut dia, dua warna tersebut menjadi lambang sukacita dan kemakmuran.

“Akhirnya, kami berharap di Raka-Raki nanti mereka bisa membawa keceriaan,” sambungnya. Selain itu, Embran menjelaskan bahwa warna tersebut menjadi tampilan yang cocok untuk musim panas yang segera tiba. “Jadi, saya juga nyebut koleksi ini sebagai Surabaya Summer Vibe,” katanya. (ama/c19/tia)

 

Sumber: Jawa Pos. 26 Juni 2021. Hal.24

Motif Semanggi untuk Semangat Tinggi. Surya. 28 Juni 2021. Hal.10

IDE yang terus mengalir membuat karya desainer selalu ditunggu. Aliran ide itu tidak boleh berhenti agar selalu muncul kreasi yang baru. Itu memang berat pada situasi seperti saat ini, tetapi harus dilakukan agar publik tetap melihat karya terkini desainer.

Salah satu yang tidak pernah menikmati jeda panjang dalam berkarya adalah Embran Nawawi. Tidak peduli situasi sedang sulit atau tidak, ia tetap mendorong dirinya sendiri untuk berkarya. Dengan demikian, ia menunjukkan kreativitasnya kepada desainer muda agar tetap bersemangat tinggi menghasilkan karya terbaik.

Yang paling baru, Embran membuat busana untuk pemenang Cak dan Ning 2021, Faisal Wicaksana dan Dian Ghea Novianti. Kreasinya terinspirasi dari ciri khas Surabaya yakni, suro dan boyo serta daun semanggi. Mengangkat ciri khas yang dimiliki daerah membuat desainer memiliki konsep yang sudah ada. Tantangannya, ia harus bisa menerjemahkan kekhasan itu dalam konsep yang menunjukkan ciri khas desainer.

“Motif suro dan boyo ini menjadi simbol maskulinitas Cak, sedang kan daun semanggi menjadi simbol feminin Ning,” terang Embran beberapa waktu lalu.

Batik kreasi Embran Nawawi diperkenalkan oleh Cak dan Ning 2021 sebelum mereka menjalani karantina. Embran membuat desain berbeda untuk laki-laki maupun perempuan. Pada busana untuk laki-laki, ia membuat spring jacket dengan gaya overlap faced, dengan kerah jas agar terlihat semiformal.

“Jaket ini, membuat Cak Faisal tampil maskulin dan elegan. Apalagi, ditambah dengan motif suro dan boyo yang menghiasi hamper seluruh jaket,” tuturnya.

Sementata untuk busana perempuan, Embran memilih half circle skirt bermotif daun semanggi. Tidak sembarangan, Embran terinspirasi dari Ning Ghea yang hobi memasak. Rok itu dipadukan dengan blus sutra overlap faced yang memiliki detail pita di ujung lengannya.

Selain motif-motif khas Kota Surabaya, Embran juga terbilang cukup berani karena menggunakan warna hijau dan jingga agar lebih terasa summer vibenya. Dua warna itu membuat penampilan segar.

“Harapannya, nanti ketika Cak Faisal dan Ning Ghea tampil di Raka-Raki, mereka bisa membawa keceriaan.” tutup Embran. (kir)

 

Sumber: Surya. 28 Juni 2021. Hal.10

Kemolekan Batik Tulungagung. Tegas dan Penuh Cerita. Surya. 28 Juni 2021. Hal.10

SELEMBAR kain batik bukan presentasi kain yang digambar dan diberi warna. Ada proses panjang yang mengikutinya. Perancang motif tidak membuat bentuk untuk kemudian diperbanyak. Rancangan motif harus-benar-benar terkon sep sehingga batik yang dihasilkan bernilai tinggi.

Konsep motif itu pula yang membedakan batik dari satu daerah dengan daerah lain. Kekuatan dan ketekunan menggali konsep membuat kualitas motif batik terjaga. Itu yang tidak didapat dari tekstil bermotif batik.

Lia Afif sudah menjelajah berbagai daerah untuk mencari wastra unik dari setiap daerah. Desainer itu selalu menemukan sisi unik kain daerah untuk dijadikan busana.

Kali ini ia sangat kesengsem dengan keindahan warna dan motif batik Tulungagung. Ia menimang-nimang kain batik Tulungagung saat hadir di ulang tahun ke-2 DeDurian Park, Wonosalam Jombang, Sabtu (26/6).

“Koleksi Batik Tulungagung ini sangat indah dan memiliki keunikan tersendiri. Warnanya khas kecokelatan dan koleksinya bisa bercerita,” kata Lia Afif.

Menurut Lia, koleksi batik itu ada yang bercerita tentang pewayangan, cerita Panji, dan sebagainya. Itu istimewa karena pasti sejak sebelum dibuat. konsep motifnya sudah dirancang dengan matang.

“Saya bermimpi suatu saat nanti bisa berkolaborasi dengan batik Tulungagung ini,” lanjutnya.

Kehadiran Lia Afif itu sebagai wujud nyata dari putra daerah yang peduli untuk ikut mengangkat perekonomian warga sekitar. Yusron Aminulloh, CEO DeDurian Park, mengatakan pihaknya mengundang desainer busana muslim Lia Afif untuk melihat secara langsung dalam pameran kain batik itu. Sementara Lia Afif diundang untuk memberikan semangat kepada perajin dan seniman kain batik lokal untuk bisa lebih mengembangkan karyanya hingga ke nasional dan internasional.

Temanya muatan lokal dan kami memilih mengangkat kain batik daerah. Mbak Lia Afif ini asli orang Jombang dan sudah melanglang dunia. bisa memberikan semangat kepada kami dan kepada kepada warga Jombang di sini,” lanjutnya.

Pameran itu benar-benar membuat Lia Afif menemukan ide untuk mengangkat kain batik Tulungagung. Kain batik itu dapat dijadikan busana berkelas.

Seperti sekarang saya melihat keindahan batik Tulungagung yang sangat bisa untuk dibawa ke kancah nasional maupun interna sional,” tuturnya. la menambahkan, secepat nya akan berkunjung ke Tulungagung.

Sementara Setiyo Hadi perajin dari kain batik Griya Batik Gayatri Tulungagung menjelaskan kain batik daerah Tulungagung memiliki lima warna khas. Warna-warna itu membuat kain batik Tulungagung lebih bervariasi.

“Ada lima warna khas, yakni hitam, merah, hijau, kuning, biru, dan warna sogan cokelat kekuningan,” terangnya.

la menyambut gembira jika nanti ada fashion desainer seperti Lia Afif yang akan berkolaborasi dengan kain batik khas Tulungagung. Kain batik dari daerah kaya akan kisah. Salah satu batik yang ada di pameran itu menunjukkan kisah Panji. Panji adalah kisah asli dari Jawa Timur yang berkembang menjadi berbagai cerita. pergelaran, hingga wastra yang terkenal hingga ke Thailand. Ketika Panji diangkat menjadi motif batik, itu akan menjadi batik berkisah karena Panji adalah kisah yang tidak pernah berhenti dalam budaya Jawa.

“Saya menyambut gembira jika nanti ada kolaborasi dengan desainer. Mbak Lia Afif tertarik dengan motif sekar jagat,” pungkasnya.

 

Sumber: Surya. 28 Juni 2021. Hal.10

Fine Dining dengan Busana Casual Vintage ala 1920-an. Jawa Pos. 2 Juni 2021. Hal.13

SURABAYA, Jawa Pos-Sejumlah influencer Surabaya terlihat di Uppercut Steakhouse JW Marriott kemarin (1/6). Mereka menghadiri agenda gathering dengan menggunakan busana vintage era 1920-an. Para influencer itu juga diajak merasakan sensasi fine dining ala Eropa. Yakni, dengan 11 menu fhion yang disajikan langsung oleh chef di sana.

Iringan musik jazz yang elegan langsung terdengar saat memasuki ruangan. Suasana era 1920-an pun semakin terasa. Para influencer tampak saling melepas kangen dan memulai percakapan saat bertemu.

Mereka saling mengambil posisi di meja masing-masing. Tak berselang lama, satu per satu pramusaji menghampiri mereka untuk menghidangkan minuman dan makanan siang itu. Mulai hidangan pembuka, inti, sampai penutup.

Di sela penyajian hidangan inti, sang executive chef, Nic Vanderbecken, menghampiri tiap meja. Dia menyapa dan menjelaskan langsung tentang bahan makanannya. Misalnya, menu fushion venison Wellington yang memadukan bumbu rendang pada olahan hati angsa atau foie gras.

“Itu agar rasanya cocok di lidah orang Indonesia,” ujar pria asal Belgia tersebut. Chef yang berdomisili di Ball itu juga menyajikan langsung beberapa menu inti. Misalnya, martino, olahan daging sapi yang disajikan dengan parutan kuning telur yang telah diawetkan.

Saat penyajian fine dining para influencer terlihat mengabadikan momen. Baik memotret maupun mengambil rekaman video. Salah satunya Bellinda Kuntara yang menyampaikan kesannya pada fine dining tersebut. “Menunya unik-unik Jarang banget aku temui di Surabaya, katanya saat merekam video untuk menunjukkan hidangannya.

Ada juga influencer sekaligus sosialita Abigail Wenny yang mengungkapkan rasa kagumnya pada konsep gathering itu. “Cantik Pas banget dipadukan dengan kostum ala 1920-an ini,” terangnya.

Penyelenggara Dewi dan Anthony Syrowarka senang atas tanggapan dari peserta gathering. Keduanya mengatakan bahwa agenda itu bertujuan untuk mengajak para influencer Surabaya merasakan sajian fine dining. “Karena ini menunya biasa disajikan di Bali, tentu penasaran dengan tanggapan mereka,” kata Dewi Cuner Aperitif Bali itu berharap para influencer bisa membantu pengembangan sajian fine dining di Surabaya. (nas/c19/tia)

 

Sumber: Jawa Pos. 2 Juni 2021. Hal.13

Pulasan Gaya Mediterania pada Mata. Jawa Pos. 9 Juni 2021. Hal.24

Tajam dan Cocok untuk Bermasker

SURABAYA, Jawa Pos – Oranye, cokelat, peach, dan cokelat tanah menjadi warna-warna yang biasa digunakan dalam Mediterranean glam look make-up. Bukan gelap. Tapi, warna tersebut lebih dikenal dengan warna hangat.

Konsep Mediterranean make-up yang berkiblat ke Turki tersebut biasa dianggap tidak cocok untuk dipakai dalam beberapa acara. Hal itu tidaklah benar karena konsep Mediterania yang benar adalah konsep yang hangat.

Retno Andika Putir dari Note Cosmetics menjelaskan, warna-warna hangat itu bisa membuat penampilan lebih tajam. “Make-up look ini pun bisa dipakai sehari-hari,” jelasnya dalam make-up demo yang digelar di The Grand Palace Sabtu (5/6).

Namun, daily look dan night look tentu berbeda. Untuk daily, Retno menjelaskan, warna cokelat tua tidak diperlukan. “Karena siang hari, warna warna yang lebih baik dipakai itu warna yang lebih muda. Seperti peach atau oranye,” terangnya.

Sementara itu, untuk night look, warna cokelat tanah bisa diaplikasikan. Terutama pada bagian ujung mata agar bisa memberi kesan lebih tajam. “Warna ini juga bisa ditarik ke area bawah mata juga. Biar kesan mata tajamnya lebih dapat lagi,” sambungnya. Pengisian area bawah mata juga bisa diaplikasikan pada daily look. “Tapi, kembali lagi. Pemilihan warnanya juga harus disesuaikan dengan warna yang lebih terang tadi,” imbuhnya.

Retno menambahkan, kunci dari make-up Mediterania memang terletak pada bagian mata. Yakni, bagaimana cara membuat mata terlihat lebih tajam seperti orang-orang Timur Tengah. Selain itu, make-up tersebut dianggap sangat cocok untuk masa pandemi seperti sekarang ini.

“Karena waktu pandemi kan kita aktivitasnya selalu pakai masker. Poin utama dalam ber make-up akhirnya berpindah ke area mata,” tuturnya. Dari situ, make-up look yang berfokus pada mata bisa menjadi pilihan untuk tetap tampil stunning. (ama/c13/tia)

 

Sumber: Jawa Pos. 9 Juni 2021. Hal.24

Wonka World pada Hari Anak. Jawa Pos. 9 Juni 2021. Hal.24

Nyentrik ala Sirkus

SURABAYA, Jawa Pos – Satu Juni diperingati sebagai Hari Anak Internasional. Memasuki Juni ini, desainer Embran Nawawi membuat pergelaran fashion show khusus anak-anak untuk merayakannya. Tampil nyentrik dengan konsep yang berbeda, dia mengajak anak-anak ber-fashion show di ice skating Mal Grand City kemarin (8/6).

Konsep yang berbeda tersebut ditampilkan Embran dengan topi besar bak pemandu sirkus. Inspirasinya ternyata datang dari tokoh Willy Wonka, karakter utama dari film Charlie and the Chocolate Factory. Yang berbeda, topi besar itu tidak dibuat satu warna saja seperti milik Wonka. Tapi, dibuat warna-warni menyesuaikan konsep busananya.

Wonka menjadi inspirasinya karena film tersebut dinilai punya imajinasi yang menarik. Terlebih untuk dunia anak-anak. “Gaya berbusananya itu khas. Nyentrik. Terus, di film itu juga banyak warna-warni kudapan yang memang disuka anak-anak. Kayak permen sampai cokelat,” jelasnya.

Dari situ, padu padan berbagai kain dengan berbagai motif dan warna menjadi konsep utama fashion show yang dinamainya Wonka World.

Motif garis, batik, sarung, hingga kotak- kotak digabungkannya dalam satu busana. Warna-warnanya didominasi biru, oranye, ungu, hingga putih. Sementara itu, desain busananya disesuaikan dengan gaya Wonka. Yakni, busana formal khas masa itu. Mulai coat, jas, hingga vest.”Meskipun konsepnya terkesan tua, tapi untuk anak anak ternyata juga lucu,” imbuhnya.

Sementara itu, Embran menambahkan,berkreasi dengan konsep fashion anak anak kini memang menjadi tren. Terlebih sejak pandemi merebak. Sebab, kebutuhan akan busana bagi anak anak terus dibutuhkan karena mereka masih terus tumbuh.

“Beda dengan orang dewasa,” terangnya. Karena itulah, fashion dewasa sempat berfokus pada baju rumah dan baju pesta yang berkurang. (ama/c13/tia)

 

Sumber: Jawa Pos. 9 Juni 2021. Hal.24

Padukan Batik dan Lace untuk Busana Cocktail. Jawa Pos. 4 Juni 2021. Hal.24

SURABAYA, Jawa Pos – Musim panas sudah semakin dekat. Waktunya bergaya sesuka hati. Begitu terang desainer Embran Nawawi saat meluncurkan karya terbarunya untuk musim panas. Masih mengusung kain batik dalam karyanya, dia mengolahnya menjadi cocktail dress yang simpel dan fresh untuk kegiatan outdoor.

Cocktail Party in Summer. Begitu dia menamai koleksinya tersebut. “Biasanya pesta cocktail atau pesta sore hari konsepnya adalah gaya anggun dan elegan. Tapi, tetap dibuat santai. Ini biasanya disebut elegant chic,” terangnya.

Embran juga menjelaskan bahwa pesta cocktail biasanya tidak berhenti saat hari sudah gelap. Justru pesta tersebutakan lanjut ke acara makan malam. “Di sini, tantangannya bagaimana dua acara itu bisa didatangi dengan busana yang sama,” terangnya.

Dia pun mengkreasikan batik dan lace. Poinnya adalah membuat konsep busana yang elegan dan classy. “Nah, saya coba kreasikan dengan gaya di era 1950-an. Gaya anggun dan seksinya Marilyn Monroe,” sambungnya.

Batik pamekasan dengan warna sogan klasik yang didominasi bunga berwarna oranye menjadi poin dalam roknya. Yang kemudian dipadukan dengan kain chiffon pleats dengan warna senada. Sementara itu, bagian atasan didominasi dengan konsep crop top hitam berbahan lace.

“Nah, kreasinya lebih bermain di bentuk atasannya. Ada yang dibuat dengan gaya A simetris, drop shoulder, halter crop top, bustier, dan loose shirt,” lanjutnya.

Dengan konsep tersebut, fokus utamanya adalah menampilkan look yang terkesan anggun dan elegan di waktu yang bersamaan. (ama/c13/tia)

 

Sumber: Jawa Pos. 4 Juni 2021. Hal.24

Olah Batik dalam Konsep Taj Mahal. Jawa Pos. 5 Juni 2021. Hal.24

SURABAYA, Jawa Pos – Sepuluh desainer Surabaya berkolaborasi dalam fashion show berkonsep Taj Mahal. Sebuah monumen di Agro, India, yang dibangun sebagai mausoleum istri Kaisar Mughal Shah Jahan. Dengan inspirasi bangunan yang masuk tujuh keajaiban dunia dan culture yang ada di sekitarnya itu, para desainer membuat busana semi muslim untuk perempuan dan laki-laki.

“Acara ini sengaja kita gelar setelah perayaan Idul Fitri. Jadi, suasana untuk berpenampilan dengan modest wear masih dekat,” jelas Alben Ayub, salah seorang desainer yang terlibat. Selain itu, pergelaran fashion di Pakuwon Mall Sabtu malam (29/5) tersebut diharapkan bisa menjadi titik untuk industri fashion terus maju. Terlebih modest wear.

Tidak hanya itu, pergelaran tersebut juga menjadi kolaborasi besar bagi fashion designer, model, hingga mahasiswa tata busana. “Semuanya kita ajak untuk memberikan kontribusi dan keterlibatannya dalam pergelaran ini,” sambungnya.

Sepuluh desainer yang terlibat adalah Andy Sugixx Hefi Rasid, Aldre, Rasu’an Lampahan by Lyna Deriana, Mega Ma, Dhipapari by Dwiyatirta Pande, Alben Ayub Andal, YUMA by Yusi Martha, Rereziq Karim, The Label by Danny Dwa, dan Listya Dyah Rahayu. Yang menarik, meski tema besar yang diangkat adalah Taj Mahal yang merupakan culture dari luar Indonesia, bahan yang mereka pakai tetap fokus pada wastra Indonesia. Yakni, batik.

Misalnya, karya Andy Sugix x Hefi Rasid. Dengan pembuatan batik handmade, mereka mengusung judul Lentera pada koleksinya. Meski berbahan batik, desain yang diusungnya tetap modern berupa blus, dress, hingga outer. Ada lagi karya Alben. Terinspirasi dari baju-baju pria urban di sekitar Taj Mahal, dia membuat baju ready-to-wear yang ringan dengan desain kemeja kasual, jaket, outer, kaus, hingga celana. (ama/c6/tia)

 

Sumber: Jawa Pos. 5 Juni 2021. Hal.24