Mini Nor Awalia Menyelamatkan Pecandu Napza

Menyelamatkan-Pecandu-Napza.-Kompas.-24-November-2016.Hal_.16

Mini Nor Awalia (46), seorang aktivis kemanusiaan, prihatin melihat banyak remaja berangsur kehilangan masa depan gara-gara terperangkap dalam jerat narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Ia pun bergerak menyelamatkan mereka dengan membangun panti rehabilitasi di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

OLEH JUMARTO YULIANUS

Jangan membayangkan panti itu berupa bangunan besar dan luas seperti panti-panti milik pemerintah atau yayasan. Panti yang didirikan Mini hanya sebuah rumah di tengah permukiman penduduk. Namun, dari tempat sederhana itu, lebih dari 200 orang dibebaskan dari kecanduan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza).

“Saya menyiapkan panti untuk rehabilitasi para pecandu napza sejak 2012 atau setahun setelah saya terjun mendampingi mereka yang ditangani kepolisian dan BNN (Badan Narkotika Nasional),” kata Mini saat ditemui di panti rehabilitasi yang dikelolanya di Jalan Saka Permai, Kelurahan Belitung Selatan, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Sabtu (5/11).

Mini awalnya bekerja sebagai pengajar di beberapa lembaga kursus dan tutor ajang pencarian bakat. Ia lantas diminta untuk mengajar di komunitas para pecandu napza yang ditangani kepolisian dan BNN. Dari situlah, ia kemudian mengenal beragam pecandu, termasuk pecandu berusia belia.

“Saya kaget saat mengetahui ada anak usia 13 tahun sudah kecanduan pil koplo. Usia merea itu kurang lebih sama dengan usia anak saya. Saya kasihan dan tidak ingin meeka kehilangan masa depan. Karena itu, saya bertekad menyelamatkan mereka,” tutur ibu dua anak ini.

Berpindah-pindah

Gerakan Mini dimulai dengan membentuk komunitas yang dinamakan Lingkungan Harapan Benua (LHB) pada 2 Januari 2012. Ini wadah perkumpulan para pecandu napza. Ia lalu menyiapkan sekretariat untuk berkumpul dan melakukan konseling. Sejak saat itu, pelayanan dan pendampingan kepada pecandu yang sebelumnya tertutup mulai digelar secara terbuka.

“Awalnya, saya meminjam satu ruangan di Kantor BNN Kota Banjarmasin untuk sekretariat dan tempat berkumpul anggota komunitas LHB yang pada waktu itu berjumlah 25 orang. Pertemuan dijadwalkan dua kali dalam seminggu. Namun, kebanyakan klien kami (anggota komunitas LHB) tidak mau datang karena takut ditangkap aparat BNN,” tuturnya.

Mini pun merogoh uang sakunya untuk menyewa sebuah kios di Jalan Veteran, Kota Banjarmasin. Kios itu digunakan untuk tempat berkumpul para pecandu. Agar tidak kentara, ia membuka warung kopi di kios tersebut. Klien yang sebelumnya enggan datang akhirnya rajin datang.

Namun, sekretariat di jios hanya bertahan empat bulan karena kios dibongkar oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Banjarmasin. Mini lalu mencari tempat baru dan menyewa sebuah rumah di Jalan HKSN, Banjarmasin. “Di tempat baru ini, kami mulai merintis lokakarya salon dan bengkel bagi klien kami,” katanya.

Setelah setahun, Sekretariat LHB harus pindah lagi karena masa sewanya habis. Kali ini, LHB sempat ditolak warga di beberapa wilayah. “Ketua RT beralasan, warganya tidak mau ada komunitas pemakai narkoba di lingkungan mereka,” kata perempuan yang pernah menjadi pembawa acara TVRI Kalsel ini.

Sejak tahun 2012 hingga sekarang, sudah lima kali LHB berpindah tempat dan tiga kali keberadaan kelompok itu ditolak warga. Mini menyesalkan penolakan. Para pecandu sebetulnya adalah korban, tetapi sebagian masyarakat menganggap mereka sebagai orang jahat yang harus dijauhi.

Dua tahun pertama, panti (sekretariat) yang disediakannya hanya memberikan layanan rehabilitasi rawat jalan kepada para klien. Mereka menggelar pertemuan rutin dua sampai tiga kali dalam sepekan. Pertemuan itu diisi dengan kegiatan konseling, ceramah keagamaan, dan pelatihan keterampilan. “Untuk mengisi kegiatan itu, saya dibantu sejumlah relawan,” ucap Mini.

Bantuan dana

Setelah berjalan dua tahun lebih secara swadaya, pada Juli 2015, panti rehabilitasi itu mendapatkan perhatian pemerintah. Panti itu menjadi salah satu Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), dibawah Kementrian Sosial sehingga mendapat dukungan dana.

Mulai saat itu, IPWL, LHB tidak hanya melayani rehabilitasi rawat jalan, tetapi juga melayani rehabilitasi rawat inap. Kementrian Sosial memberikan dana untuk rehabilitasi rawat inap selama enam bulan per orang. Selain itu, ada bantuan dana untuk klien rawat jalan. Akan tetapi, untuk biaya sewa rumah, listrik, air, dan berbagai pelatihan tetap ditutup secara swadaya.

Sejak menjadi IPWL, mini jugz mendapatkan 11 tenaga kesejahteraan sosial (TKS) untuk mendampingi para pecandu. Setiap hari ada tiga TKS yang bertugas dipanti, terutama untuk mendampingi klien yang menjalani rehabilitasi rawat inap. “ Saat ini, ada 10 orang yang rawat inap. Empat diantaranya sambil mengikuti program kerja paket C, satu bersekolah di SMA, dan lima lainnya putus sekolah,” katanya.

Rumah yang disewanya sebagai panti saat ini berukuran 10 meter x 17 meter dan memiliki dua kamar tidur. Rumah ini lebih besar dibandingkan rumah-rumah sebelumnya sehingga bisa menampung 20 klien rawat inap. Karena itu, masih menunggu para pecandu yang ingin pulih untuk datang ke panti guna menjalani rehabilitasi.

Dari tahun 2012 sampai 2016, kata Mini, LHB telah menangani 180 orang kluen rehabilitasi rawat jalan dan 55 oeang klien rehabilitasi rawat inap. Usia mereka mulai dari 13 tahun sampai 43 tahun. Di antara mereka yang sudah bebas dari jeratan napza, ada yang membuka usaha bengkel, warung kecil untuk berjualan pulsa, gorengan,  tabung gas, dan sebagainya.

Ahmas Nor (24) adalah salah satu kluen yang pernah menjalani rehabilitasi rawat inap selama enam bulan di IPWL LHB. Dia bilang, hidupnya dipulihkan berkat pendampingan selama berada di panti. “Ulun (saya) dulu suka nyabu, minum obat daftr G, dan minuman keras. Itu dari ulun kelas II SMA atau tahun 2010 sampai tahun 2015,” kata pemuda lulusan SMA ini.

Pada awal September 2015, Ahmad diantar kakaknya untik menjalani rehabilitasi di panti Mini. Ia terkesan kepada Mini karena begitu baik dan bersedia menerimanya apa adanya. “Setelah menjalani rawat inap selama enam bulan, ulun seperti menemukan hidup kembali.  Sekarang, ulun mulai mempersiapkan masa depan,” ujar Ahmad yang kini menjadi salah satu pendamping di IPWL LHB.

Mini berharap para pecandu yang suah lepas dari jeratan napza bisa turut memutus rantai pecandu sehingga tidak terjadi regenerasi pencandu. Di Kalsel, jumlah pecandu narkoba diperkirakan 57.000 orang. Gerakan Mini menjadi berharha untuk menekan jumlah pencandu dan menyelamatkan generasi bangsa.

Sumber: Kompas, Kamis, 24 November 2016

Wawan Widarmanto Gerilya Aktivis “Rumah Sampah”

Wawan Widarmanto_ Gerilya Aktivis Rumah Sampah. Kompas.5 Januari 2017.Hal.16

Wawan Widarmanto

Wawan Widarmanto (43) bertahun-tahun masuk-keluar kampung untuk menyadarkan masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan. Ia sempat dituduh koar-koar belaka. Namun, kini perjuangannya membuahkan hasil. Ia memiliki benyak kader di sekolah dan kampung-kampung yang siap menyebarkan “virus” anti sampah.

Wawa lelah bertahun-tahun melihat masyarakat membuang sampah sembarangan di sekitar tempat tinggalnya di Kampung Pabrik, Desa Puteran, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sampah berserakan dan bertumpuk di kebun, sawah, dan sungai-sungai kecil. Padahal, kampung itu termasuk daerah hulu Sungai Citanduy.

Alumnus Jurusan Syariah Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah itu mencoba menyadarkan masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan lewat dakwah. Namun, hasilnya nyaris tidak ada.

Ia kemudian bergerak lebih jauh dengan membangun “rumah sampah” melalui Yayasan Amal Ikhlas Mandiri (YAIM) Desa Puteran. Rumah sampah yang dimaksud adalah rumah tempat mengelola sampah yang masih bisa dimanfaatkan. Ia berharap, dengan membangun rumah sampah, masyarakat akan termotivasi untuk mengolah sampah sendiri. Nyatanya, tidak banyak warga yang merespons ide itu.

Wawan tidak patah arang. Ia mencoba mencari tahu mengapa masyarakat selama ini tidak merespons program pengolaan sampah. Setelah mengamati beberapa lama, ia menemukan jawabannya. Ternyata persoalan utama terletak pada pola pikir masyarakat terkait sampah. Mereka umumnya berpikir sampai sekadar tumpukan bena tak terpakai dan mesti segera dibuang jah-jauh. Padahal, sampah jika dikelola dengan benar bisa menghasilkan rupiah.

Laki-laki yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya itu lantas berpikir bahwa hanya lewat pendidikan pola pikir masyarakat yang keliru bisa diubah. Wawan pun meneruskan eksperimennya bersama YAIM dengan membuat konsep Rumah Sampah Berbasis Sekolah (RSBS) pada 2010.

RSBS ini adalah metodologi pembelajaran yang menumbuh kembangkan kesadaran dan kebiasaan untuk mengelola sampah dengan baik dan benar sejak dini melalui lembaga pendidikan.

Sebelumnya, YAIM telah menguji coba konsep rumah sampah melalui pendidikan anak-anak sekolah mulai dari pendidikan anak usia Dini (PAUD). Para murid diminta membawa sampah dari rumah atau memungut sampah dari jalanan untuk dibawa ke sekolah dan dipilah. Sampah yang bernilai ekonomi kemudian dijual kepada pedagang barang rongsokan.

Gerilya

Setelah proyek rintisan itu berjalan, Wawan berpikir untuk meluaskan gerakan RSBS. Pada, 2011, ia mulai bergerilya ke kampung-kampung di luar Desa Puteran, tetapi masih di wilayah Kecamatan Pagerageung, menyebarkan gerakan RSBS. Gerakannya didukung perangkat Kecamatan Pagerageung.

Wawan melanjutkan gerilyanya ke berbagai sekolah, terutama PAUD di wilayah Priangan Timur (Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, dan Kabupaten Ciamis) hingga ke Kecamatan Lakbok di perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah untuk mempresentasikan konsep RSBS. Dengan cara itu, ia berusaha memproduksi kader-kader militan yang akan menyebarkan virus RSBS ke mana-mana.

Jika wawan tidak memiliki komitmen kuat, gerakan RSBS itu niscaya tak akan berhasil. Bayangkan, setiap Sabtu dan Minggu ketika libur kerja, ia bergerilya sendirian pergi ke daerah-daerah yang jauhnya puluhan kilometer dengan biaya sendiri. Padahal, secara finansial Wawan bukan tergolong orang kaya. Ia juga selalu menolak untuk dibayar-meski sekadar uang pemgganti biaya transportasi – setiap kali diminta mempresentasikan program RSBS.

Kerja keras Wawan menampakkan hasil. Kader-kadernya di banyak tempat mulaii aktif membuat program turunan terkait sampah. Ada yang membuat program diet kantong plastik di sejumlah SMP, SMA, dan universitas, “Saya sendiri lebih konsentrasi di tingkat PAUD karena program pembentukan kader ini tidak mungkin ditangani sendiri,” ujar Wawan yang mendirikan Yayasan Rumah Sampah Indonesia di Pagerageung.

Proses pencetakan kader RSBS juga terus dilakukan di seantero pedesaan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy. Januari 2017, ia menargetkan melatih 120 guru. Yang sudah mendaftar ternyata lebih dari 300 guru. “Kami (akhirnya) menerima 200 guru,” ujar Wawan yang menyusun sendiri materi pelatihan dalam bentuk tanya jawab terkait sampah.

Wawan mengatakan, gerakan yang ia galang lebih bertujuan memotivasi dan mengajak ornag untuk mengubah pola pikir dan perilaku membuang sampah sembarangan. Gerakan yang disebarkan lewat pendidikan itu tidak menekankan pada urusan teknis, seperti praktik mengelola sampah. Untuk sampai ke sana, Wawan dan kader tidak punya dana.

“Jujur saja, ini kelemahan gerakan RSBS. Makanya, kami sering dipelesetkan sebagai gerakan koar-koar,” ucapnya. Hasil gerakan ini, lanjutnya, tidak bisa dirasakan dalam waktu singkat. “tidak seperti makan cabai yang langsung dirasakan pedasnya saat itu juga. Saya yakin, 15-20 tahun ke depan gerakan ini baru terasa manfaatnya,” kata Wawan.

Sejak program RSBS digulirkan, sekitar 300 sekolah dan pesantren di Priangan Timur sudah mengenal dan mengadopsi rumah sampah. Malah virus RSBS sudah menjalar ke beberapa majelis taklim, lembaga pendidikan informal, dan lembaga swadaya masyarakat di DAS Citanduy.

Wawan belum puas dengan hasil yang telah dicapai. Ia ingin masyarakat yang telah mengenal konsep rumah sampah segera mempraktikannya dalam skala kampung. Namun, pasalnya, kesadaran untuk menglola sampah belum menjelma menjadi karakter. Masyarakat juga belum sepenuhnya mengerti pentingnya gerakan bersama. “kadang mereka juga banyak alasan, termasuk dikalangan kader. Katanya, terlalu capek mengurusi hal-hal yang tidak ada duitnya,” ungkapnya. Ya, perjuangan Wawan sepertinya masih panjang.

Wawan Widarmanto

Lahir                : Tasikmalaya, 26 Desember 1973

Istri                  : Siti Rohmah Maulida

Anak               : Maisa Shofwatunnisa, Azri Bahjan Maidhar, Azhar Syahrul Mubarok

Pendidikan      : SD Puteran, Pagerageung (1987), SMPN Pagerageung (1990), MAN Ciawi. Tasikmalaya (19993), institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah, Pesantren Suryalaya, Pagerageung, Tasikmalaya (1997)

Pekerjaan        : Pegawai negeri sipil di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya.

 

Sumber: Kompas. 5 Januari 2016. Hal 16.

Yok Koeswoyo Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga

Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga. Kompas. 23 Juli 2016. Hal.16

“Orang bilang tanah kita tanah surgam tongkat ayu dan batu jadi tanaman….” Begitu Yok Koeswoyo menulis lagu “Kolam Susu”.Kini, ia menulis kupasan karya-karya gubahannya dalam buku “Yok Koeswoyo-Pesan dalam Lagu”. Seniman ini mengkritik tanpa menyakiti, tapi justru menghibur.

Yok Koeswoyo

Lahir : Tuban, Jawa Timur, 3 September 1943, anak ke-7 dari 9 bersaudara keluarga Koeswoyo

Kegiatan : Eksponen pada Kus Bersaudara dan Koes Plus

Oleh Frans Sartono

Lagu gubahan Yok Koeswoyo, seperti “kolam Susu”, “Tul Jaenak”, dan “Nusantara”, telah berumur lebih dari 40 tahun. Yok kini berusia 72 tahun dan sebagai seniman, dia tidak mengenal “pensiun”. Kiprahnya memang tidak lagi harus di panggung, atau dapur rekaman, tetapi di pentas kreatifitas yang tidak ada batas.

Pria kelahiran Tuban, Jawa Timur, bernama lahir Kostoyo ini masih menulis laguu. Ia juga menuliskan pikiran-pikirannya. Dalam buku Yok Koeswoyo-Pesan dalam Lagu (terbitan Grasiondo), eksponen Kus Bersaudara dan Koes Plus ini mengupas 40 lagu karyanya. Ia menjelaskan latar belakang lahirnya lagu serta pemaknaan sesuai konteks zaman.

“Kolam Susu” yang populer pada awal 1970-an, misalnya, merupakan semacam ironi negeri yang konon subur makmur, gemah ripah loh jinawi. “Bukan lautan hanya kolam susu/ Kain dan jala cukup menghidupimu/ Tiada adai, tiada topan kau temui/ Ikan dan udang menghampiri dirimu… // Orang bilang tanah kita tanah surga/ Tongkat kayu dan batu jadi tanaman…”

Lagu tersebut sebenarnya menyisakan pertanyaan yang tak tertulis. Proses yang tak disampaikan secara verbal, tapi sembunyi-sembunyi di antara baris-baris lirik. Dalam buku, pertanyaan itu dijaab. “Memang alam kita kaya raya, namun mengapa di negeri ini pembangunan tidak merata… Masih terdengar orang sakit susah mendapatkan perawatan. Masih banyak masyarakat yang menganggap sekolah merupakan barang mewah…”

Bagaimana lagu itu lahir? Dalam obrolan di sebuah saung di Jalan Haji Nawi, kompleks keluarga Koeswoyo di Jakarta Selatan itu, Yok menjelaskan bahwa sebagai seniman ia harus bicara, bersaksi. Dalam kapasitasnya sebagai musisi, unek-unek itu ia sampaikan lewat lagu.

“Yah… saya melihat keadaan pada saat itu, ya, seperti itu. Terus muncul begitu saja ide lagu itu. Ini tanah surga yang salah kelola. Tapi, kami menyampaikan tanpa menyalahkan siapa pun,” katanya.

Tembang dolanan

Dengan sikap seperti itu, Yok menyampaikan kritik keras dengan cara bersahabat. Dalam masyarakat Jawa, hal itu disebut guyon parikeno, Kritik lewat canda, dengan harapan pesan atau kritikan tersampaikan tanpa menyakiti. Gaya menulis lagu semacam itu merupakan pengaruh tembang dolanan Jaya. Yok tumbuh dalam keluarga dan lingkunagn budaya jawa dengan segenap elemen budaya yang melingkupinya, termasuk tembang-tembang Jawa.

Dala obrolan, tampak sekali Yok mendalami, dan memahami tembang, mulai tembang macapat yang “serius” sampai tembang dolanan. Ia hafal tembang macapat Dhandang Gula terkenal, “Kidung Rumeksa ing Wengi”, yang konon ditulis oleh Sunan Kalijaga.

Ia mencoba mengupas makna tembang “Semut Ireng” dan “Ilir-ilir”. Yok juga mengupas lagu dolanan, seperti “Tekate diipanah”, dan “Yuk nang alun-alun”, yang menurut dia punya makna profetik, futuristik.

Model tembang dolanan terbawa dala lagu-lagu karya Yok, seperti lagu berbahasa Jawa “Tul Jaenak”, “Salah Mongso”, dan “Piring Gading”. Juga lagu “Lihat Jendelaku” dan tentu saja “Kolam Susu”.

Lagu “Tul jaenak” yang menjadi lagu pertama dalam album Koes Plus Pop Jawa Volume I dikembangkan Yok dari lagu “Tul Jaenak” yang ia keal sejak masa kecil di Tuban. Koes Plus dengan cerdas mentransformasikan tembang dolanan dengan struk lagu pop dan berhasil.

Lagu ini sangat populer pada 1973, bahkan hingga hari ini dalam hajatan perayaan lagu-lagu Koes Plus, “Tul Jaenak” seering dilantunkan. Sekedar mengingatkan, berikut lirim refreain-nya, “Tul jaenak, jae jatul jaeji, kontul jare banyak ndoke bajul kari siji….”

Penjelasan Yok, “Kuntul, burung kecil, kok, mengaku banyak (angsa) yang berbadan lebih besar. Kalau sekarang itu, kan, namanya mark up.”

Dalam lirik juga disebut “Arep mulya kudu marsudi/ Buto Ijo ojo digugu….” Artinya, kalau ingin hidup mulia, haruslah bekerja keras, Buto Ijo (raksasa hijau) jangan dipercaya.)

Dalam mitologi Jawa dikenal sosok Buto Ijo atau raksasa hijau yang bisa memberikan kekayaan instan kepada mereka yang memintanya dengan syarat tertentu. Yok, lewat lagu itu, sebenarnya bucara tentang korupsi atau upaya orang untuk mencari kkayaan dengan jalan pintas.

Mewarnai Koes Plus

Yok Koeswoyo ikut mewarnai Kus Bersaudara dan Koes Plus. Bersama kakak-kakaknya, Koesdjon atau Djon Koeswoyo, Koestono (Tonni), Koesnomo (Nomo) dan Kosyono (Yon), Yok tergabung dalam Koes Bersaudara sejak umur belasan tahun. Dalam Kus Bersaudara, Yok yang bermain bas berpasangan dengan Yon. Mereka berduet yang mengacu pada duet Everly Brothers, duet asal Amerika Serikat populer pada akhir 1950-an.

Pada pertengahan era 1960-an, Kus Bersaudara mengubah orientasu dai Everly Brothers ke jenis-jenis musik Beatles, Rolling Stone, dan Bee Gees. Pada jelang akhir 1960-an, Nomo keluar dan dibentuklah Kos Plus dengan Murry sebagai drummer.

Yok sebagai salah seorang vokalis Koes Plus memberi ciri dengan suara tinggi melengking ala penyanyi rock. Misalnya, pada lagu “Pencuri Hati” dan “Jemu”. Akan tetapi, suara Yok bisa juga lembut, seperti pada lagu “Mawar Bunga” dan “Aku Sendiri”.

Lagu-lagu gubahan Yok juga ikut melegakan Koes Plus. Tema sangan beragam, mulai dari cinta yang memang menjadi jualan utama dalam industri musik sampai cinta Tanah Air, lingkungan, dan Yang Maha Esa. Lagu cinta gubahan Yok antara lain “Why Do You Love Me” yang dalam album Koes Plus Volume 4 (1971) dibawakan oleh Yon Koeswoyo.

Untuk lagu cinta Tanah Air, Yok menyumbang tiga lagu seri Nusantara, yaitu Nusantara 3, 5, dan 8. Seperti diketahui, Koes menulis sebanyak 8 seri lagu Nusantara.

Yok dalam lagunya juga bicara tentang desa dalam “Desaku”. Secara halus ia menyindir desa yang tidak kebagian rezeki yang semestinya dalam prinsip pemerataan hasil pembangunan.

Gitaris Dewa Budjana yang memberikan catatan dalam buku Yok itu menuliskan bahwa lagu-lagu Yok dan Koes Plus bicara tentang berbagai aspek kehidupan. Budjana yang sejak kanak-kanak menggemari lagu Koes Plus menambahkan, lagu-lagu mereka menyentuk aspek Tri Hita Karana. “Keharmnonisan hubungan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam lingkungan, dan manusia dengan Tuhan,” tulis Budjana.

“Penyuka seni itu menyukai keindahan. Karena suka kkeindahan, mereka menyukai alam. Suka akan alam, mereka mencintai Pencipta Alam. Sang Pencipta pun mencintai kita,” Kata Yok.

Sumber: Kompas.-23-Juli-2016.-Hal.16

Hapsari Ghozie Membangun Pensiun Nyaman

Membangun Pensiun Nyaman. Kompas. 23 Juli 2016. Hal.25

OLEH PRITA HAPSARI GHOZIE

Seperti apakah pensiun yang nyaman untuk anda ? sebagian orang akan menjawab bisa berkeliling dunia, bersantai dengan teman – teman, dan santai – santai di rumah. Untuk sebagian lagi yang hobi kerja, mungkin belum terbayang seperti apa masa pensiun atau masa hari tua. Seperti halnya saya yang belum menginjak usia 40 tahun, terus terang membayangkan pensiun diisi dengan berdiam di rumah mungkin bukan opsi yang menarik.

Pikiran serupa juga ternyata dialami oleh seorang ibu pengusaha yang telah berusia 50 tahun. Sebagai pengusaha, mereka tidak bisa melihat diri mereka tidak lagi bekerja dan buat mereka mempersiapkan pensiun adalah hal yang percuma. Apakah ini yang ada dalam benak anda juga ?

Hari tua pasti akan datang karena itulah siklus kehidupan. Persiapan keuangan juga menjadi bagian penting dalam menyambut hari tua yang sejahtera. Hal ini sebetulnya tidak ada kaitannya dengan apakah seseorang akan tetap bekerja atau tidak di masa tua. Jadi, sangat penting seseorang mencapai kemandirian finansial sebelum datangnya hari tua.

Kemandirian finansial (financial freedom) adalah suatu kondisi ketika pendapatan pasif yang diperoleh melebihi biaya kebutuhan untuk menyambung hidup setiap bulan. Otomatis pendapatan pasif ini akan melebihi jumlah penghasilan dari bekerja setiap bulan. Pendapatan pasif diperoleh dari aset investasi yang dapat secara aktif memberikan bagi hasil. Asset investasi ini memang harus diusahakan selagi masih bekerja dengan satu jalan, yaitu investasi.

Hingga parh abad ini, harus diakui bahwa tabungan pribadi dan deposito masih menjadi sumber penghasilan utama bagi sebagian masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan di hari tua. Kaum pekerja pun masih banyak yang hanya mengandalkan dana jaminan hari tua BPJS Ketenagaerjaan dan dana pensiun dari kantor tempat bekerja sebelumnya. Padahal, dengan imbal hasil produk pasar uang saat ini yang kurang dari 10 persen per tahun, apabila seseorang memiliki gaya hidup tertentu, akan terasa sulit untuk mempertahankannya.

Jika anda karyawan, setidaknya anda masih terbantu dengan adanya program pensiun dari kantor yang akan memaksa 5 persen dari penghasilan bulanan masuk ke dalam saldo dana pensiun. Terlebih untuk anda yang mulai pandai mengelola keuangan dan mampu menyisihkan sejumlah uang dari gaji ntuk dana pensiun atau dana hari tua. Sayangnya, meski sudah menabung Rp. 1 juta setiap bulan, uang pensiun bulanan yang bisa ditarik di masa pensiun mungkin hanya setara Rp.250.000.

Ilustrasinya seperti ini. Misalkan selama 25 tahun dari sekarang Anda rajin menabung Rp. 1 juta di tabungan dengan target imbal hasil 5 persen per tahun. Maka, saldo dana pensiun secara matematis akan berkembang menjadi Rp.644 juta. Namun, dengan asumsi tingkat inflasi 10 persen pertahun, uang pensiun yang dapat ditarik setiap bulan ( hasil investasi dan saldo pokok ) untuk jangka 15 tahun semenjak pensiun hanyalah Rp.250.000 nilai masa kini. Pahami, nilai Rp. 250.000 per bulan adalah kemampuan daya beli rumah tangga di masa pensiun nanti, bukan jumlah nominal actual yang akan diterima nanti.

Lain ceritanya dengan berinvestasi. Jika uang yang sama ditempatkan di produk keungan, seperti saham atau reksa dana, misalnya saham dengan target hasil 15 persen per tahun, saldo dana pensiun secara matematis akan menjadi sekitas Rp. 3 miliar. Dari saldo ini, setiap bulan tentu dapat ditarik uang pensiun yang nilainya diatas Rp. 250.000 per bulan. Pilih yang mana ?

Merencanakan hari tua yang nyaman merupakan pilihan setiap orang. Apabila saat ini fokus pengelolaan keuangan masih seputar pemenuhan kebutuhan jangka pendek, sudah saatnya membagi sebagian penghasilan untuk dana masa depan keluarga. Setiap bulan usahakan untuk setidaknya menyisihkan 5 persen dari penghasilan. Lalu, tingkatkan lagi menjadi 10 persen dan seterusnya evaluasi atas hasil investasi dilakukan setidaknya satu tahun sekali.

Saya tahu sebagian dari anda merasa bahwa masa pensiun masih jauh dalam pikiran. Beberapa pinjaman mungkin belu lunas, apalagi memikirkan untuk pensiun. Pensiun itu bukan tidak berkarya. Tapi, satu hal yang pasti adalah tidak ada satupun manusia yang rela untuk terus – terusan bekerja demi memperoleh uang untuk menyambung hidup. Jika mau mandiri secara finansial, usaha harus dimulai dari sekarang. Money can’t buy happiness. But, money can give you a better quality of life. Live a beautifull life !

 SUMBER : KOMPAS, 23 Juli 2016

Dato’ Sri Tahir Lebih Susah Tarik Duit Masuk

Lebih Susah Tarik Duit Masuk. Kontan. 25 Juli 2016. Hal.1

Dato’ Sri Tahir

CEO Mayapada Group

Menurut cerita dikalangan pelauk usaha, pendaftaran tax amnesty tidak rumit. Sebab, pelayanan pajak kita beberapa waktu terakhir memang mulai membaik. Makanya, dalam waktu dekat saya juga akan mendaftar program tersebut.

Kerumitan justru akan terjai di tingkat pmerintah dalam upaya menarik dana di luar negeri. Saya membagi pengusaha sasaran tax amnesty dalam empat kategori. Duit dari tiga kategori di antaranya, kemungkinan besar sulit kembali.

Pertama, pengusaha yang sudah berbisnis lama di luar negeri, misal sejak 30 tahun yang lalu. Ibarat kata, mereka ini dari berbisnis bumbu pecel lalu duitnya disimpan di luar negeri.

Kedua, para koruptor.Meskipun soal kerahasiaan dijaga, saya pikir mereka ini punya beban psikologis.

Ketiga, pengusaha yang takut kena depresiasi. Mereka ini enggak mau uangnya susut kalau dibawa ke dalam negeri.

Alhasil, tersisa satu kategori pengusaha yang kemungkinan duitnya bisa ditarik ke dalam negeri, yakni eksportir. Prediksi saya, total duit mereka Rp 150 triliun – Rp 200 triliun.

Asal tahu saja, para eksportir itu banyak yang menyimpan dana di Singapira. Alasannya, pajak keuntungan Singapura mirip Hong Kong, yakni 14%-16%. Sementara di Indonesia 25%. Makanya, 80% offshore ank Singapura adalah uang Indonesia.

Agar lebih mudah menarik dana eksportir, saya menyarankan pemerintah membarengi tax amnesty dengan pemangkasan pajak keuntungan. Menurut saya, tidak masuk akal.

Sumber : Kontan, 25 Juli 2016, Hlmn 1

Sahita Songsong Gerhana dengan Budaya Jelata

Sahita Songsong Gerhana dengan Budaya Jelata. Kompas. 5 Maret 2016. Hal 16

Kelompk teater tari Sahita memosisikan diri sebagai semacam punakawan. Mereka mengingatkan orang dengan cara menghibur. Dengan gaya kerakyatan, Sahita leluasa masuk ke pasar, kantong kesenian, sampai hotel berbintang, Sahita akan tampil si Bentara Budaya Jakarta, selasa (8/3) dalam “uran-uran Mapag Grahanam”, dendang ria songsong gerhana.

OLEH FRANS SARTONO

“ono tangis kelayung-layung Tangise wong kang wedi mati Gendongono, kuncenono Yen wis mati mongso wurungo ..”

Terjemahan bebas dari tembang jawa tersebut kira-kira seperti ini : ada tangis meratap, merintih, tangisan orang takut akan kematian. Dikafani atau disimpan serapat apa pun, kematian tetap akan datang menjemput.

Tembang itu dilantunkan Sahita dalam pentas “Srimpi Ketawang Lima Ganep”/ salah satu karya Sahita yang kerap dipentaskan sejak awal tahun 2000-an. Tembang tersebut merupakan sikap hidup mbah kawit, tokoh dalam lakon “Tuk” karya Bambang Widoyo SP (alm) dari Teater Gapit, solo, yang diangkat Sahita dalam srimpi tersebut.

Bagi mbah Kawit, hidup akan berujung pada kematian, dan oleh karena itu tidak harus diratapi. Seperti itu pula tampaknya sikap berkesenian Sahita, kelompok teater tari yang dibentuk tahun 2001 di Solo, jawa Tengah, Sahita yang artinya kebersamaan terdiri dari Wahyu Widayati (Inok), Sri Setyoasih, Atik Sulistyaning Kenconosari, dan Sri Lestari (Cempuk).

“kami numpang konsep hidup Mbah Kawit yang sederhana. Sama-sama menunggu waktu, kenapa tidak gayub rumpung. Menyanyi, menari, berbuat kebaikan. Berbagi apa yang kita punya, pikiran, tenaga, kesetiaan…” kata Wahyu Widayati.

 

“ngene wae” – Begini saja

Diranah seni pertunjukan Sahita mengambil konsep semacam punakawan, rakyat jelata yang polos, yang ikut urun rembuk dengan bahasa rakyat. “ dalam wayang sekotak itu kan ada punakawan. Sahita itu di situ, kami manusia biasa sebagai pelengkap,” ujar awak Sahita.

Sebagai orang biasa, Sahita tampil dengan segala kejelataanya. Dalam “srimpi Srimpet”, misalnya, mereka menafsir dan men-“transformasi” kan bagian keplok Alok ke dalam bentuk yang lebih Verbal. Dalam tarian srimpi pakem, bagian keplok Alok berupa perang dengan cundrik (keris kecil) atau pistol. Perang dibaqakan dengan subtil, halus. Akam tetapi, Sahita mengalihbentukan secara verbal, teatrikal. Ada raungan binatang seperti gagak, serigala, dan binatang liar lain.

Pengalihan bentuk tersebut ada alasan kontekstualnya, yaitu situasi sosial politik saat karya tersebut dipentaskan. Ada rivalitas diranah politik. “waktu itu sedang ramai dinegeri ini. Yang menjadi panutan malah banyak omong dan saling “mengigit”, ujar Sri Lestari.

Secara fisik Sahita pun mengambil posisi seperti Mbah Kawit. Di panggung mereka tampak seperti nenek-nenek. Gerak tari mereka didistorsikan mendekati gerakan perempuan usia 70-an tahun. Begitu pula dalam tata gerak.

“Dari sisi estetika jelek sekali karena memang tidak ada srimpi yang mekongkong, haha…” kata Wahyu Widayati. Mekongkong adalah posisi kaki yang terbuka lebar. Dalam estetika tari jawa, gerak atau posisi semacam itu “labu”. Tapi begitulah Sahita yang secara sadar memilih jalur kerakyatan.

Pilihan itu merupakan “warisan” dari kelompok teater yang mereka ikuti, yaitu Teater Gapit yang dibentuk Bambang Widoyo SP. Sepeninggal Bambang pada tahun 1997. Sahita seperti “kehilangan” panggung yang selama ini sudah sangat dekat dengan kehidupan mereka.

Momentum untuk berkarya datang ketika pada tahun 2001 di Solo digelar pasamuan dalam forum tersebut dengan karya “srimpi Srimpet” pada 22 juni 2001.

Kami memanfaatkan dan memaksimalkan keminimalan kami menyanyi, menari. Biasanya Cuma sedikit – sedikit. Itu yang kami kumpulkan dan jadi kelebihan kami, haha…,” kata Wahyu Widayati.

Mereka sebenarnya mempunyai basis tari yang kuat. Kecuali Sri Lestari, awak Sahita lainnya adalah lulusan Jurusan Tari Institusi Seni Indonesia(ISI) Surakarta. Sri Setyoasih bahkan pernah menjadi penari bedaya dikeratin Surakarta. Ada kaidah tari yang masih mereka pegang, misalnya struktur garapan srimpi. Akan tetapi, ada hal-hal teknis tari yang mereka “langgar” dan mungkin tidak sesuai dengan ketentuan baku. Mereka menyebutnya sebagai gaya “ngene wae” atau begini saja-hampir setara dengan semau gue.

Penampilan Sahita dengan gaya ngene wae itu kerap mendatangkan komentar bernada protes. Ada yang menganggap mereka merusak pakem, tidak taat “konbensi” yang berlaku di ranah tari. “ tapi di satu sisi banyak penonton yang mendukung.”

Gerhana Matahari

Nyatanya Sahita bisa tampil di segala medan. Mereka tampil di pasar-pasar tradisional, kantong-kantong kesenian seperti di Bentara budaya, sampai hotel berbintang. Mereka tampil di acara makan malam, acara ulang tahun, dan acara kumpul karyawan perusahaan. Mereka bahkan menjadi pemecah tawa dibagian intermezo pentas drama tari Matah Ati di Singapura, Kuala Lumpur, Jakarta, dan solo.

Saat menerima “hujatan” itu, Sahita sempat keder dan mecari penguatan pada tokoh-tokoh kesenian. Dari seniman panggung, skenografer Rudjito atau Mbah Djito (alm), mereka mendapat “restu” . Dikatakan Mbah Djito, memang ada srimpi keraton, yaitu srimpinya kawula yang dipersembahkan kepada raja. “tapi kami bukan orang keraton. ‘itu srimpinya rakyat pada yang diatas,’” kata Sahita mengutip ucapan Mbah Djito.

Begitu juga dari musisi wayan sadra(alm), Sahita mendapat masukan tentang musik mereka yang kadang kurang taat dalam hitungan gerak. “itu sudah menjadi musikmu,” kata sadra seperti dikutip Sahita.

Dengan gaya jelatanya itu, Sahita akan tampil di Bentara Budaya Jakarta, jalan Palmerah Selatan 17, pada selasa, 8 maret 2016. Mereka akan tampil dalam perheltan “uran-uran Maoag Grahanan” yang kira-kira artinya dendang ria menyongsong gerhana matahari. Acara tersebut merupakan bagian dari cara menyambut datangnya gerhana matahari total yang juga digelar Bentara Budaya di Yogyakarta, Solo.

Sebuah respon kerakyatan dengan bahasa kesenian terhadap fenomena alam yang terjadi setiap tahun. Sahita menyambut gerhana dengan sukacita dan tari, nyanyi, canda kerakyatan. Pada gerhana matahari total1983, awak gerhana menjadi “korban” dari cara pemberian pemahaman yang keliru tentang fenomena alam tersebut. “kami tidak boleh keluar rumah. Kami bersembunyi di bawah tempat tidur.” Kata Sri Lestari.

Sahita melihat peristiwa gerhana sebagai anugerah. Masih dengan cara merakyat, mereka menggunakan tembang, tetabuhan lesung yang mengungkapkan rasa sukacita, bukan rasa takut yang pernah mereka alami di masa lalu.

Dalam kehidupan di kampung-kampung dan pedesaan dijawa, dulu gerhana disambut dengan tetabuhan lesung. Semangat optimisme dan sukacita menyongsong menyatunya Matahari, Bulan, dan Bumi dalam satu titik itu dimaknai Sahita sebagai momentum optimisme, menyongsong terang kehidupan.

Sumber : Kompas, sabtu, 5 maret 2016

Ricardo Gelael dan Gairah Bisnis Waralaba Infrastruktur Tuntas, Biaya Terpangkas

27 Januari 2016. Ricardo Gelael dan Gairah Bisnis Waralaba_Infrastruktur Tuntas, Biaya Terpangkas. Jawa Pos. 27 Januari 2016.Hal. 1,13

Infrastruktur Tuntas Biaya Terpangkas

Sejumlah kalangan memandang dengan sebelah mata bisnis waralaba. Padahal, potensi penyerapan tenaga kerjanya tidak sedikit . Juga bisa menjadi indikator menggeliatnya ekonomi suatu daerah.

Bagi Ricardo gelael , presiden direktur PT Fast food Indonesia, pemegang waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC) indonesia tinggal memutuskan  pembangunan infrastuktur agar bisnis di daerah bisa bertumbuh. Dia mencoba mencontohkan pembukaan gerai KFC di luar pulau jawa yang masih harus mengimport ayam dari jawa.

Masyarakat Lebih Senang Santap Ayam

Menurut dia, jika pemerintah bisa nmemberikan infrastruktur lebih bagus, biaya nya akan kian terpangkas . dengan demikian , harga bisa di tekan “Akan ada pemangkasan harga yang lebih banyak dalam pengiriman” kata ricardo.

Tentang potensi ekonomi Indonesia ke depan, ricardo optimis negeri ini bisa bersaing dengan negara negara di Asia Tenggara. Indonesia memiliki modal buat memenangi pasar di Zona ASEAN. Dia menyebut tenaga kerja serta sumber daya alam yang melimpah sebagai modal dasar yang patut di maksimalkan. Menurut dia saat bertanam modal pengusaha akan berfikir bukan hanya lima tahun , melainkan sepuluh sampai lima belas tahun ke depan.

Dia mengatakan , asal pemerintah memberikan dukungan , ekonomi Indonesia akan terus tumbuh. Dia mengapreasi kebijakan pemerintah saat ini. Misalnya rencana pengampunan pajak.

Waralaba KFC di Indonesia dirintis sang ayah, (alm) Dick gelael pada ahkir 1970-an. Sampai sekarang KFC sudah memiliki 500 generasi yang terbentang mulai sabang sampai merauke.

Ricardo tidak langsung melesat dan menikmati kesuksesan seperti sekarang. Pria kelahiran Jakarta itu belajar dari bawah. Dia pernah menjadi pelayan di supermarket Gelael, juga milik ayahnya. Bahkan pelayan, membawakan barang milik pelanggan pun dengan rela dia lakukan. Itu dia dianggap sebagai bagian dari pembelajaran.

Itulah nilai nilai enterpreneurship dasar yang di ajarkan oleh ayah kepada saya. Tutur suami Rini S.bono tersebut. Ricardo tidak mau mentang-mentang SOB son of boss, perjalanan karirnya bisa berleha-leha dan mulus terus.

Pada awal 1980-an, Ricardo juga pernah turun langsung untuk menguji bagaimana memilih ayam yang baik. Oleh sang ayah , dia di haruskan memotong ayam meilih ayam yang bagus, juga menjaga kualitas ayam yang akan di sajikan di restoran miliknya.

Dalam membuka waralaba ricardo punya tiga prinsip. Yakni , branding location dan servis. Kemudian, setiap gerai KFC terus berkembang dan menambah gerai KFC harus punya QSC (quick, secure, cleanliness) dengan menjaga prinsip prinsiop tersebut KFC terus berkembang dan menambah gerai,

Dia mengatakan , ayam lebih bisa di terima oleh masyarakat. Juga, orang orang lebih senang menyantap ayam daripada burger. Sadar bahwa keungguklan KFC adalah dekat dengan budaya masyarakat Indonesia , dia merangkul anak muda dengan berbagai inovasi. Yakni, menjadikan gerai KFC sebagai lokasi nongkrong anak muda.

JAWA POS Rabu 27 JANUARI 2016

Ang Hoey tentang Industri Otomotif Riset dan novasi Menjadi Kunci

21 Februari 2016. Ang Hoey tentang Industri Otomotif_Riset dan novasi Menjadi Kunci. Jawa Pos.21 Februari 2016. Hal.1,11

Hengky Setiawan tentang Arah Kebijakan Ekonomi Kapal Besar Mesti Tahan Gelombang

20 Februari 2016.Hengky Setiawan tentang Arah Kebijakan Ekonomi_Kapal Besar Mesti Tahan Gelombang. Jawa Pos.20 Februari 2016.Hal. 1,11

Ibarat kapal besar,perekonomian Indonesai bakal selamat sampai tujuan.Syaratnya,tidak panik saat menghadapi gelombang.

HENGKY Setiawan,chairman Telesindo Group,mengatakan bahwa jumlah penduduk Indonesai merupakan pasar besar nan potensial.”Dari situ saja sudah merupakan poin penting,”ucapnya kepada Jawa Pos di kantornya pada Selasa (16/2).

 

Indonesia Kini Ibarat Start-up

       Berkah Indonesia kini bertambah dengan “harta karun” berupa komodiatas dan kekayaan alam lain yang ada di perut serta permukaan bumi pertiwi.Mengolah sebagiannya secara sederhana saja bisa membuat Indonesia menjadi penyulapi pasar dengan kekhasan tersendiri.Yang terpenting papar Hengky,ada akses dan regulasi yang kondusif.

Tidak ada keraguan sedikit pun pada diri Hengky bahwa kelak Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi global.Pria kelahiran Jakarta , 7 Juli 1969,itu yakin bahwa Indonesia akan menempel ketak Tiongkok dan India.

Namun , mimpi itu tidak bisa diraih begitu saja.Dari sisi pemerintahan,Hengky berharap para pemimpin menyadari bahwa Indonesia ibarat kapal besar yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi.Tidak terlalu ngebut,tapi juga tidak pelan.

Di tengah perjalanan,bisa saja ada gelombang,baik dampak luar negeri maupun dalam negeri.Atau tidak ada gelombang,tapi ingin berbelok kea rah yang diyakini lebih baik.Saat menghadapu itu,Hengky berharap sang nahkoda tidak banting setir secara membabi buta.”Kapal bisa oleng dan isinya berntakan ,” tutur dia.

Menurut suami Wan Hong tersebut ,gejala kekhawatiran itu ada.Misalnya penyikapan saat hendak menggenjot sisi perpajakan.Dia mengakui,niat mendapatkan hak negara yang berupa pajak maksimal memang sesuatu yang benar.Tetapi,hal itu tidak bisa di lakukan seperti menebang rumput liar agar cepat-cepat rapid an bersih tanpa mempertimbangkan factor lain.”Coba saja lihat.Hanya Karena mungkin salah informasi ,salah penerapan aturan ,atau kurang pertimbangan ,ada berapa banyak perusahaan yang terbebani .Akhirnya tutup atau PHK karyawan,” sesal pengusaha yang dijuluki Raja Voucher(pulsa) Karena prestasinya membangun bisnis dengan modal Rp 5 juta dan berpendapatan Rp 21 triliun pada akhir 2015 itu.

Bagaimanapun,papar dia,segala sesuatu memiliki proses.Diperlukan langkah yang win-win solution.Tidak ada satu pun perusahaan yang beroperasi di Indonesia yang tidak ingin tumbuh,apalagi merugi.

Menentukan kebijakan ,tertutama yang berkaitan dengan perekonomian dan iklim usaha ,memerlukan frame berpikir secara jangka panjang.Pada akhirnya ,negara tetap akan diuntungkan .”Memang sekarang sudah saatnya merapikan semuanya.Pajak,tata kelola  perusahaan,semuanya lah.Tapi,jangan berlebihan ,”taegasnya lagi.

Sebab,perlu disadari juga ,tambah Hengky,dari sisi industri atau bisnis,Indonesia sedang bertumbuh.Belum benar-benar mapan,sedang terus berupaya mengundang lebih banyak investasi.”Ini masih baru lah .Indonesia Indonesia ini start-up,”ujarnya.

Indonesia pernah lebih maju daripada Malaysia sehingga banyak pelajar dari negara tetangga yang mengais ilmu ke sini.Tapi,sekarang sebaliknya.Singapura yang lebih muda dan lebih kecil juga lebih melesat.

Dengan dasar itu,negara ini seolah sedang memulai hal baru.Sebagai start-up,tapi memiliki bekal pengalaman yang melimpah dan kuat .Agar tidak terjadi kemunduran lagi,Indonesia perlu belajar dari kesalahan masa lalu.”Sekarang era mandiri,Bangkit!”.ucap dia.

Pria yang hobi mengkoleksi barang antic,terutama mobil Mercedes-Benz,itu menilai pemerintahan  Jokowi sedang bergerak ke arah yang benar .Meskipun,pada praktiknya masih perlu waktu dan dukungan dari semua pihak.”Kita butuh tim ekonominya harus benar-benar prorakyat dan probisnis,”tegas dia.

 

 

 

UC Lib-Collect

Sabtu,20 Februari 2016

Verlita Baby Wear and Toys Membalik Ramalan Pemasaran

Verlita Baby Wear and Toys. Surya. 14 september 2016.Hal.7

Vania Erlita memberanikan diri menawarkan produknya secara personal ke beberapa toko grosir di Surabaya. Ternyata, responsnya cukup bagus.

Buka Toko dan Jasa Konsultasi

Koleksi produk milik Vania Erlita Pratama bisa diterima masyarakat. Beberapa pesanan sudah sampai Jakarta. Bahkan, tak sedikit teman atau kenalannya yang menikah, bersiap memesan baju bayi dan mainan ketika mereka memiliki anak nantinya.

Beberapa kali, Vania memperoleh pesanan dalam jumlah besar. Saat ini, bersiap mengembangkan usaha yang diawali dengan hanya menjual maninan edukatif itu. Apalagi, Vania sudah mampu menutup modal yang banyak dikeluarkan diawal usaha.

Produk baju bayi juga cukup laris, membuatnya ingin memperbesar bisnis di bidang perlengkapan anak dan bayi. Vania sudah bekerja dengan beberapa penjahit yang masing-masing khusus membuat bagian mainan tertentu.

“Setiap penjahit mendapatkan tugas yang berbeda dan spesifik, jadi hasinya tetap sama dalam setiap produksi,” katanya.

Dengan hasil penjualan hingga kini, Vania sudah memulai pembangunan toko setinggi dua lantai di kota kelahirannya, Malang. Setelah lulus kuliah, dia berencana memfokuskan diri pada usaha perlengkapan bayi sambil melanjutkan kuliah S2 di Malang.

“Toko dua lantai itu akan saya jadikan toko perlengkapan bayi di lantai satu, dan praktik konsultasi di lantai dua,” ujarnya.

Vania berharap mimpinya itu segera terwujud karena kurangnya pemahaman masyarakat akan pentinya bantuan psikolog atau terapis dalam perkembangan anak.

Selama ini, masyarakat berasumsi psikolog hanya untuk menangani anak yang bermasalah. Padahal, dalam proses perkembangan, anak membutuhkan konsultasi. Salah satunya, tes bakat minat yang akan Vania sediakan di tempat praktik. (nh)

            Kalimat dari seorang dosen itu masih melekat benar di benak Vania Erlita Pratama. Kalimat itu pula yang mengantarkan dan meyakinkannya untuk membangun usaha mainan edukatif dan baju bayi bernama Verlina Baby Wear and Toys sejak 2015. Kalimat itu adalah ‘Mulailah bisnis dari apa yang kita sukai dan didasari dengan passion’.

            Perempuan dengan rambut bergelombang hingga bahu ini sangat menyukai anak kecil dan menyayangkan harga mainan edukatif di pasaran sebagian besar harganya cukup tinggi.

Vania beberapa kali mendapatkan keluhan dari sang kakak, yang terpaksa tidak jadi membelikan putrinya mainan edukatif karena harga yang mahal.

“Miris sekali mendengarnya. Saya sempatkan melihat langsung ke toko mainan, memang benar,” kata mahasiswi Psikologi Universitas Ciputra Surabaya ini.

Selain harga, masih sangat jarang pula toko yang menjual mainan edukatif. Jadilah, ide membuat usaha mainan edukatif semakin mengumpal di otak Vania.

Semangatnya semakin membara setelah mendapatkan mata kuliah perkembangan anak di semester 1 masa kuliahnya pada 2014. Vania mencoba membuat mainan pertama berbentuk ayam, dengan telur yang diletakkan di bagian dalam. Bahannya cukup bagus namun harganya terjangkau.

Gadis asal Malang itu banyak melakukan konsultasi dengan beberapa dosen sehingga mendapatkan banyak masukan atau produk pertamanya.

Mereka mengatakan produk kreasinya sudah bagus karena memiliki dasar yang kuat, tapi akan sulit memasarkannya, beberapa teman ikut meragukan keberhasilan usahanya dari sesi pemasaran.

Tapi dara kelahiran 25 Oktober 1996 ini pantang menyerah. Dia memberanikan diri menawarkan produknya secara personal ke beberapa toko grosir di Surabaya. Ternyata, responsnya cukup bagus. Sampai saat ini, tiap bulannya Vania memproduksi sekitar 10 lusin mainan edukatif. Mainan edukasi ini punya branding Verlita Shop. Cukup beragam, mulai boneka peraga dongeng hingga mainan untuk perkembangan motorik anak.

Semuanya memiliki output dalam perkembangan anak. Misalnya, saja mainan berbentuk buah-buahan dengan kancing untuk latihan motorik halus. “Latihan motorik halus sangat penting untuk anak usia 1,5-2 tahun sebagai dasar menulis,” jelas Vania.

Ada mainan berbentuk bola berbagai ukuran untuk latihan menggenggam, boneka ayam dan buaya yang berisi telur untuk mengajarkan pada anak bahwa beberapa hewan berkembang biak dengan bertelur.

Ada pula boneka kodok yang disertai kecebong untuk memperkenalkan metamorphosis. Vania menjual mainan edukatif itu dengan harga sekitar Rp 30.000.

Selain mainan edukatif, Vania memproduksi baju bayi dengan harga terjangkau. Ide kreasi lain ini karena ketika menawarkan mainan pada orang-orang atau toko grosir banyak yang bertanya tentang baju bayi.

Dari situlah, Vania memutuskan untuk membuat baju bayi. Harga baju bayinya Rp 50.000 per satuan dan berupa paket berisi tujuh baju anak satu minggu, dengan harga Rp 100.000, (nh)

Sumber: Surya.-14-september-2016.Hal_.7