Karim Aristides Pemburu Durian “Baru” Nusantara
Jika saja durian di ladang seorang transmigran di Prafi, Manokwari, Papua, itu tidak ditemukan Karim Aristides (52), seorang penjelajah(“explorer”) hutan durian Nusantara, pakar durian internasional tak akan mengenal durian pelangi. Durian pelangi asal Manokwari, Papua, itu di dunia hanya ada di Indonesia.
Pria kelahiran Prabumulih, Sumatera Selatan, tahun, 1963, inilah yang menemukan durian pelangi menjelang akhir 2009. Karim yang hobi mengeksplorasi durian ini berkeliling Nusantara durian ini berkeliling Nusantara mencari plasma nutfah durian terbaik. “Sejak 2004, saya mulai keliling Sumsel, Sumut berbatasan dengan Aceh, Riau, Sumatera Barat, Lampung, Bangka, Kaltim, Kaltara, Kalbar, Halmahera, Ternate, hingga Papua Barat,”kata Karim.
Sejak pulang dari studi di Berlin, Jerman, tahun 1995, Karim menetap di Jayapura, Papua, hingga sekarang. Setelah Sembilan tahun berwiraswasta di bidang kontraktor, penyuplai, dan penyalur bahan bangunan, hobinya akan durian sejak kecil kembali menggelora. Kali ini semangatnya adalah mencari plasma nutfah durian Nusantara yang terbaik. Hal itu dikemukakan Karim dalam sebuah perbincangan pertengahan Juli lalu.ria kelahiran Prabumulih, Sumatera Selatan, tahun, 1963, inilah yang menemukan durian pelangi menjelang akhir 2009. Karim yang hobi mengeksplorasi durian ini berkeliling Nusantara durian ini berkeliling Nusantara mencari plasma nutfah durian terbaik. “Sejak 2004, saya mulai keliling Sumsel, Sumut berbatasan dengan Aceh, Riau, Sumatera Barat, Lampung, Bangka, Kaltim, Kaltara, Kalbar, Halmahera, Ternate, hingga Papua Barat,”kata Karim.
Menutrut Karim, setelah lima tahun berkeliling susah payah dengan dana sendiri, akhirnya pada Desember 2009 dia menemukan durian yang semula disebut- sebut sebagai”buah hantu”. Orang di daerah transmigran itu tidak berani memakan karena warna buah durian itu warna- warni, tidak hanya kuning seperti kebanyakan jenis durian yang ada.
“Setelah lokasi tepatnya dan pemilik durian itu saya ketahui, saya sewa mobil meluncur ke Prafi, lokasi daerah transmigrasi yang terletak sekita 72 kilometer dari Manokwari,” kata Karim.
Pemilik pohon durian itu bernama Sunarto, asal Pulau Jawa. Pohon induk durian itu ditanam alamarhum ayahnya. Bibitnya juga berasal dari Jawa. “Kebetulan di atas pohon masih ada buah duriannya. Saya minta diambilkan. Begitu dijatuhkan dari atas pohon, durian itu saya belah. Begitu terbelah, terpampang gradasi warnanya. Seperti mendapat bisikan halus, secara spontan terucaplah sebuah nama yang indah untuk durian ini, yakni durian ‘pelangi’ karena dagingnya yang warna- warni,”kata Karim seraya menambahkan bahwa rasa durian pelangi lezat dan aromanya tidak menyengat. Wanginya sangat lembut seperti wangi caramel.
Durian pelangi inilah yang ikut mengharumkan nama Indonesia dalam Simpisium Durian Internasional I di Chanthaburi, Thailand, awal Juni lalu. Peserta symposium sangat kaget ketika Dr Ir Reza Tirtawinatam pakar buah- buahan tropis dari Indonesia yang juga Ketua Yayasan Durian Nusantara (YDN), memaparkan durian pelangi asal Papua dan durian merah asal Banyuwangi ( kompas 14/7)
Mahkota raja buah
Temuannya tersebut lalu difoto dan dikirimkan kepada Reza untuk dipromosikan. “Kalau buah durian disebut sebagai rajanya buah- buahan, maka durian pelangi yang ditemukan Karim ini ibarat mahkotanya raja buah,”kata Reza tentang temuan Karim itu.
Sejak durian pelangi ditemukan, Karim secara rutin mengamati durian. Bahkan, dia kemudian berupaya menyebarkan durian pelangi ini dengan cara membagi pucuk rating (entries) kepada penangkar buah untuk diperbanyak. “Durian pelangi sudah didaftarkan ke Kementrian Pertanian sehingga bibitnya dapat disebarluaskan, sementara untuk mengamankan cirri genetiknya sudah diperiksakan DNA-nya di Korea Selatan,” katanya.
Durian pelangi, menurut Karim, memiliki keunggulan, seperti bisa berbuah rutin dua kali dalam setahun, sanggup membuahi sendiri dalam setahun, sanggup membuahi sendiri dalam satu pohon tanpa perlu penyerbukan silang dari pejantan pohon laiinya.
“Pohon induknya sanggup berbuah ratusan buah dalam semusim, dan daya tahan simpan buah bisa lima hingga enam hari,” kata Karim seraya menambahkan bahwa ribuan bibit durian pelangi telah disebarkan kepada penangkar tanaman buah- buahan di daerah- daerah dalam upaya menyebarluaskan durian unggul Nusantara.
Dari pengamatannya terakhir, pertumbuhan bibit- bibit durian pelangi yang Karim edarkan ke Medan, Nunukan, Bangka, Bogor, dan Magelang pada 2011 dan 2012 sangat adaptif dan cepat bongsor dibandingkan dengan bibit durian laiinya.
“Penyebaran pertama yang kini sudah berusia tiga tahun delapan bulan adalah di Muntok, Bangka,” kata Karim seraya berharap setengah tahun lagi bisa mulai berbunga.
Karim, yang juga salah satu dari enam pendiri YDN ini, menyimpulkan, keunggulan komparatif durian pelangi ini belum disamai oleh durian lain. Bagian daging buah durian pelangi yang dapat dimakan mencapai 37 persen, sementara durian monthing hanya 30-32 persen, apalagi durian lokal yang hanya 20-25 persen.
Wanginya lembut
Karim yakin, jika Indonesia sudah punya teknologi pasca panen yang modern, pasti durian pelangi bisa di ekspor ke Jepang, Korea, Australia, dan Amerika Serikat. “Selain karena wanginya sangat lembut seperti wangi karamel, juga faktor bobot buah, rata- rata 1,5 kilogram per bua, menjadikannya sebagai buah ideal, pas untuk dua orang dewasa sekali makan. Tidak seperti durian monthong yang beratnya 3-5 kilogram per buah sehingga tidak ideal untuk orang- orang di negara maju yang rata- rata hidup sendiri di apartemennya karena tidak bisa dihabiskan sekali makan,” kata Karim.
Karim menambahkan, lima tahun ke depan durian yang berwarna eksotis pasti bisa memainkan peranan besar di pasar ekspor dunia. Karena itu, Karim mengimbau pekebun di Indonesia percaya diri menanma durian pelangi, jangan hanya terus- menerus mengekor tanam plasma nutfah durian negara lain.
Saat ini, Karim dan YDN mengajak pekebun besar swasta untuk menikmati aneka macam durian di areak plasma nutfah durian terbaik Indonesia, bahkan terbaik di dunia, yakni di Balaikarangan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. “DI balaikarangan ini saya menemukan durian yang daging buahnya supertebal hingga 3,5 cm,”. kata Karim seraya berharap ke depan Indonesia tiak lagi mengimpor durian dari negara lain, tetapo mampu mengekspor durian ke mancanegara.
Sumber: Kompas,28,Juli 2015_Hal 16