Cucu Panji Suherman Setia pada Tradisi “Bebegig”

Setia pada Tradisi Bebegig. Kompas. 13 Februari 2016. Hal.16

Jika hanya di lihat hitam putih dari sudut ekonomi semata, kesenian tradisional tidak bisa di andalkan untuk menopang kehidupan para penggiatnya. Namun, komuitas Baladdewa di Desa Sukamantri, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, yang di kelola Cucu Panji Suherman (47) berpandang lain.

Para anggota Baladdewa setia menjadi pekerja seni bebegig Nyeker Sukamantri karena Cucu Panji berhasil meyakinkan mereka bahwa seni tradisi karuhun (leluhur) merupakan warisan yang harus di jaga, di pelihara, dan di sebarkan. “kalau tidak oleh kita sendiri, lalu oleh siapa lagi?” tutur singkatnya, tetapi bermakna luas.

Pandangan itu di dukung oleh fakta kehidupan pertanian warga Sukamantri yang memang terkait erat dengan tradisi bebegig yang sudah tumbuh lebih dari 100 tahun, “kami manggung rata-rata sebulan sekali dengan imbalan Rp 7 juta,” kata Cucu saat di temui di Sukamantri, Selasa lalu

Imbalan dari pagelaran itu di bagi untuk 12-16 penari topeng, 10 penari pendamping, ditambah 10 pemain musik pengiring, serta onglos angkut pergi-pulang ke tempat pengundang. Setelah di bagi-bagi, uang sebesar itu sebenarnya hanya pas-pasan.

Meski bebegig tak menyajikan keuntungan ekonomi, Cucu nekat meninggalkan pekerjaannya sebagai montir di sebuah bengkel mobil di Kota Bandung tahun 2003. Selanjutnya, ia pulang ke kampung halaman untuk mengembangkan bebegig Sukamantri. Ia pun mengumpulkan dan membina anak-anak muda seraya melatihnya membuat kreasi topeng bebegig.

Dengan kemauan keras, upayah itu tidak mendapatkan hambatan berarti karena masyarakat Sukamantri memang sudah memiliki modal sosial. Secara turun temurun, keluarga Cucu juga temasuk turunan pelaku seni bebegig. Berkat sentuhan tangan dinginnya, tahun 2006, rombongan helaran bebegig Sukamantri berhasil meraih juara umum dan peserta favorit Kemilau Nusantara di Bandung.

Sukamantri merupakan kawasan paling utara Kabupaten Ciamis yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Desa yang terletak pada ketinggian 700-950 meter di atas permukaan laut ini merupakan sumber air bagi wilayah pertanian di bawahnya.

Situasi itu diperkuat dengan keberadaan hutan larangan yang di sebut Tawang Gantung, yakini sepenggal hutan keramat dan angker di sebelah utara Sukamantri. Siapa yang berani masuk dan menggangu tanaman dan pohon di hutan seluas 3,5 hektar ia bakalan kualat dan hidupnya tidak bakalan selamat atau terkena mamala (sunda).

Bukit ini memang ada dengan bukit-bukit lainnya. Selain agak menonjol, terdapat tiga parit besar (parigi) yang melingkar bagian bawah bukit. Di hilirnya terdapat lereng terjal yang di sebut oleh warga setempat Panggeleseran. Di bawah Panggeleseran itu ada sungai yang bersumber dari mata air di sekitar perbukitan dan mengalirkan air jernih.

Asal mula “bebegig”

   Leluhur Sukamantri, yakini Prabu Sampulur, yang menjadi penguasa wilayah ratusan tahun lalu, khawatir sumber air itu di ganggu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Lalu ia membuat bebegig, berupa topeng dengan karakter mahluk menyeramkan. Rambutnya terbuat dari ijuk kawung (aren) yang terurai panjang ke bawah, dilengkapi mahkota dari bunga tanaman hutan bubuay dan daun waregu (sejenis palem hutan) yang tersusun rapi di atas topeng.

Selanjutnya, topeng-topeng kulit kayu itu di pasang di pohon-pohon besar yang ada di sekitar Tawung Gantung. Konon, karena kesakitan Sang Prabu, orang yang berniat jahat akan melihat topeng itu seolah-olah bagikan makhluk tinggi besar menyeramkan yang siap menerkam. Orang jahat pun ketakutan. “sejak itu, keturunan Eyang Prabu melanjutkan tradisi tersebut sehinngga tumbuhlah seni tradisi bebegig  Sukamantri,” tutur Cucu.

Bebegig atau orang-orangan sawah yang terbuat dari rangkaian tanaman kering sudah di kenal pelosok daerah pertanian Jawa Barat. Orang-orangan itu biasanya di tancapkan di tengah sawah dan di gerakkan menggunakan tali yang di bentangkan ke saung sawah di pematang atau daratan. Penampilan “mahkluk” itu diharapkan dapat menakuti kawanan burung yang menggangu tanaman padi, terutama menjelang panen.

   Bebegig Sukamantri dulunya memang di gunakan untuk menakut-nakuti manusia. Menurut Cucu, sampai saat ini tidak ada nama yang spesifik yang membedakan antara bebegig sawah dan bebegig seni. Untuk mempermudah menyebutnya, cukup dengan nama bebegig Sukamantri. Di luar itu ada tambahan nama bebegig nyeker karena pemainnya tidak mengunakan alas kaki (nyeker)

Bentu dan karakteristik bebegig Sukamantri unik karena memiliki tampilan menyeramkan dan menyiratkan kesan kepurbaan. Itu karena bahan-bahan untuk membuat bebegig hapir semuanya di ambil dai hutan yang ada di sekitar Sukamantri sampai ke Gunung Sawal, seperti ijuk kawung, bubuay ,kembang hahapaan, dan daun waregu.

Sepintas bentuk kepalanya seperti reog ponorogo. Bedanya bidang atas bebegig Sukamantri membentuk segitiga terbalik. Rangka di dalamnya terbuat dari bambu yag di beri penopang untuk di panggul. Kepala bebegig merupakan bagian yang terberat dan terbesar proporsinya.

Dilestarikan

Menurut cerita rakyat Sukamantri, Prabu Sampulur tidak lama menempati wilayah Tawang Gantungan. Dia selanjutnya di gantikan orang kepercayaanya. Margadati, pemimpin baru itu berusaha memperbaiki keadaan. Masyarakat mulai mandiri dan perlahan menuju kemakmuran dari pertanian yang berkelanjutan karena di dukung oleh pengairan yang baik.

Wilayah Tawang Gantung pun berganti nama menjadi Karang Gantung. Kesenian bebgig pun di lestarikan. Awalnya di gelar saat warga mendapatkan hewan buruan, seni itu lalu di helat saat panen tiba. Sejak zaman  kemerdekaan Republik Indonesia, tradisi itu digelar setiap HUT Proklamasi 17 Agustus.

Topeng bebegig dengan raut rasaksa jahat yang terbuat dari kayu yang di tatah atau di pahat. Semula untuk membuat topeng ukuran 60 x 50 sentimeter di ambil dari bahan kayu sisa penggergajian . seiring dengan perjalanan waktu. Topeng bebegig di buat dari kayu gelondongan, terutama jeni mahoni dan albasia. Saat ini motif raut dan karakternya mulai meniru tokoh wayang golek Sunda.

Walaupun tidak ada pakem khusus sebelum di pertontonkan, para pembuat kedok atau topeng bebegig  pergi ke makan keramat demi memperoleh suasana seram. Pengguna akan menyimpan kedok bebegig di makam hingga selama 3 hari. Ratusan orang mengeluarkan topeng-topeng bebegig dari pemakaman dan mengarakanya keliling desa.

Kini ,selain di helat pada acara khitanan dan 17 Agustus,  bebegig Sukamantri sering di ungang pada HUT kabupaten atau kota di Jawa Barat. “untuk bulan Februari, ada dua undangan yang sudah kami terima, yakini dari pemerintah Kabupaten Garut dan Ciamis, “ ujar Cucu.

Seniman itu yakin, seni rakyat ini bakal mampu bertahan di tengah perubahan zaman. Di tengah berbagai bentuk seni pertunjukan moderen, masyarakat masih merindukan tradisi bebegig Sukamantri yang bersahaja, unik, dan menghibur.

 

 

UC Lib-Collect

KOMPAS, SABTU 13 Februari 2016

Syafruddin Sang Pemburu Nyamuk

Sang Pemburu Nyamuk.Kompas.23 Februari 2016.Hal.16

Wajahnya yang dipenuhi peluh tak bisa menyembunyikan letih. Namun, sorot matanya menyala penuh semangat . “Wah, lumayan jauh ternyata jalanya. Mesti lewat jalan setapak, tetapi dapat banyak jentik. Ada ‘Aedes (aegypti)’, ‘Culex’, dan ‘Anopheles’,” kata Syafruddin, begitu keluar dari hutan, dengan nafas ngos-ngosan.

OLEH AHMAD ARIF

Dengan penuh gairah, Syafruddin menunjukkan botol plastic berisi eragam jentik nyamuk. Lalu, ia menerangkan perilaku jenis nyamuk Anopheles, penular malaria, penyakit yang menjadi fokus risetnya selama puluhan tahun. “Jentik Anopheles, kalo berenang, tubuhnya sejajar permukaan air. Nah, seperti yang itu,” ujarnya menunjuk sejumlah jentik nyamuk.

Saat rekan rekan-rekan penelitinya dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sibuk mengambil sampel darah Orang Rimba di Bukit Duabelas, Jambi, Syafruddin punya kesibukan sendiri, yakni berburu nyamuk dan jentik. Berbekal ciduk dari aluminium, ia mengumpulkan sampel air di lingkungan tempat tinggal Orang Rimba. Hamper seharian, ia keliling dari satu kubangan ke kubangan lain. Begitu menemukan jentik yang dicari, ia menyimpannya di botol plastic dan membawanya ke laboratorium Eijkman untuk diteliti.

Padahal, mantan Kepala Unit Malaria Eijkman (1994-2004) yang di panggil Pak Din itu belum pulih total setelah kena stroke ringan 2014 dan diabetes. Selama sepekan survei  di pedalaman Jambi pada Desember 2015, Din harus disuntik insulin tiga kali sehari. Puji Budi Setia Asih, rekan peneliti yang menggantikan Din sebagai Kepala Unit Malaria Eijkman sejak 2015, yang biasanya memberikan suntikan insulin. “Saya peneliti. Tak tahan kalau hanya duduk,” kata Din.

Lelaki itu dikenal gila kerja. Bahkan, saat dirawat di rumah sakit, ia memaksa masuk kerja. Sejumlah rekannya pun mengubah ruang kerja Din di Eijkman seperti suasana rumah, dilengkapi kasur lipat. “Din itu peneliti sejati. Ia seperti vampire, selalu tergoda mengambil sampel darah orang untuk diteliti. Kalau tak ambil darah, ya, sibuk dengan ciduknya mencari jentik,” ujar Deputi Direktur Eijkman Herawati Sudoyo.

Dedikasi kepada pekerjaan dan semangatnya meneliti, menurut Din, adalah  obat terbaik atas penyakit yang dideritanya. Lebih dari separuh hidupnya digunakan untuk meneliti malaria yang menewaskan 600.000 orang di dunia pertahun itu.

“ Bandingkan dengan ebola yang menyebabkan kematian 4.000 orang di Afrika tahun (2015) lalu. Angka kematian karena malaria jauh lenih tinggi,” katanya. Di Indonesia, kematian karena malaria yang dilaporkan 30 orang per tahun, dari 400.000 pasien.

Angka itu jauh lebih rendah dari kenyataan karena banyak kasus tak terlaporkan. “ Di Indonesia, banyak orang meninggal tanpa diagnosis. Biasanya mereka disebut meninggal karena demam tak diketahui penyebabnya,” kata Din.

Malaria termasuk penyakit purba. Hamper sepanjang perabadan, manusia berjuang menghadapinya. Penyakit akibat spesies Plasmodium, anggota sporozoa (hewan renik berspora), itu jadi momok mematikan, terutama di daerah tropis. Ada 4 jenis penyebab malaria, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium falciparum.

Selain ancaman kematian, malaria mengganggu produktivitas pasien. Mereka yang terinfeksi malaria akan mengalami demam hebat. Bahkan, Plasmodium falciparum bisa memicu kelainan fungsi otak, yang disebut malaria serebral. Penderita mengalami nyeri kepala, linglung, dan penurunan kesadaran. Panas tubuh naik bertahap kemudian mendadak turun. Serangan selama 20-36 jam membaik, lalu muncul gejala lagi selang waktu 36-72 jam.

Padahal, malaria bisa diobati. Penderitanya bisa sembuh total dengan pemberian obat secara tepat, terutama sejak artemisinin ditemukan pemenang Nobel Kedokteran 2015 dari Tiongkok, Youyou Tu. “Kematian karena malaria patut disesali,” kata Din.

Namun, artemisinin tak menjamin efektif di kemudian hari karena parasit malaria terus bermutasi sehingga resisten pada obat sebelumnya. Resistensi artemisinin dilaporkan di sekitar lembah Mekong di Vietnam. Untuk menyelidiki resistensi obat itu pula, Din meneliti daerah endemis malaria, termasuk lingkungan Orang Rimba. “Di Indonesia, tak ada laporan resistensinya,” ujarnya.

Dokter Nyamuk

Din awalnya belajar kedokteran dengan spesialisasi ilmu gizi. Ia menyelesaikan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar,pada 1985. Setahun kemudian, ia diangkat jadi dosen tetap bagian ilmu gizi di kampusnya. Pda 1987, ia melanjutkan sekolah di Toyama Medical and Pharmaceutical University, Jepang. Sejak itu, minatnya beralih ke malaria.

Kampusnya yang ada di pesisir barat Jepang itu dikenal dengan banyak riset penyakit tropis. “Riset tentang penyakit tropis menarik dan amat pening, tetapi ahlinya di Indonesia amat kurang. Akhirnya, saya memutuskan meninggalkan ilmu gizi, beralih ke penyakit tropis,” ujarnya.

Ia memilih menekuni malaria yang mewabah di kampung orangtuanya, Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. “Akhir 1980-an, malaria jadi masalah amat serius di Indonesia, terutama di Papua dengan infeksi 20 persen populasi, tertinggi di dunia selain Afrika,” tuturnya.

Din focus meneliti kehidupan parasit malaria karena problem utama di Indonesia lebih banyak ke aspek parasitnya. “Yang dibutuhkan ialah biologi sel parasitnya. Di Indonesia belum ada doktornya saat itu,”katanya.

Ia mendapat hasil bagus dan ada tanda-tanda bis ditumbuhkan di luar tubuh nyamuk, yakni di media tertentu diberi zat menyerupai tubuh nyamuk Anopheles. Dengan memahami siklus hidup nyamukitu, ia berharap menemukan cara tepat mengatasi penyebaran penyakit ini.

Akhir tahun 1992, Din menyelesaikan program doktoralnya di Jepang. Dia kembali mengajar di Unhas. Namun, alat-alat pendukung riset di kampusnya tak memadai. Dana riset pun minim. “Pekerjaan saya tiap hari saat itu hanya membersihkan laboratorium,” ucap Din.

Pada awal 1993, iamembaca berita di harian Kompas terkait pendirian Lembaga Eijkman, tetapi statusnya sebagai dosen Unhas tak bis dilepaskan hingga kini. Ia mesti bolak-balik Jakarta-Makassar dengan biaya sendiri.

“Saat pertama bergabung dengan Eijkman, saya diminta membangun sistem kultur parsait malaria di luar tubuh nyamuk sehingga bisa jadi bahan penelitian,” ujarnya.

Berikutnya, Din banyak ditugaskan ke lapangan untuk mengumpulkan parasit malaria, sebelum diteliti secara molekuler di Eijkman. “Tahun 1994, saya ditugasi melihat soal malaria di kampung halaman, Pulau Selayar.  Itu survei pertama dan berikutnya saya kecanduan ke lapangan.”

Selama 22 tahun, Din blusukan ke pelosok Indonesia demi berburu parasit  malaria. Puluhan tulisannya di publikasikan di jurnal internasional. Beberapa rekomendasinya  jadi rujukan pemerintah dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, ia menganggap tugasnya  jauh dari usai. “Meski sebaran malaria di Indonesia turun, kita belum bisa menghilangkannya,” katanya.

Bahkan, survei terakhir kepada Orang Rimba di Bukit Duabelas  menunjukkan hasil yang membuatnya prihatin. “Tingkat malaria Orang Rimba 24,6 persen, itu tertinggi. Ini seperti angka malaria di Papua sekitar 20 tahun lalu saat saya baru meneliti. Banyak hal masih harus kita kerjakan”.

 

SYAFRUDDIN

  • Lahir : Makassar, 16 Mei 1960
  • Pendidikan :
  • Kedokteran Universitas Hassanudin, 1985
  • D, Toyama Medical and Pharmaceutical University, Jepang, 1992
  • Focus riset :
  • Biologi molecular tentang DNA parasit malaria
  • Mekanisme molekuler resistensi parasit malaria terhadap obat-obatan
  • Taksonomi molekuler dari parasit malaria
  • Pekerjaan :
  • 1985- sekarang, dosen di Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Unhas
  • 1993-sekarang, peneliti senior di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman
  • 1995-2014, Kepala Unit Malaria Eijkman
  • Publikasi : 62 artikel di jurnal internasional.

 

 

UC LIB-COLLECT

KOMPAS.SELASA.23 FEBRUARI 2016.HAL.16

Kobe Bryant Riwayat Abadi “Mamba Hitam”

Riwayat Abadi Mamba Hitam.Kompas.24 Februari 2016.Hal.16

Julukan pemain liga basket professional Amerika Serikat NBA,Kobe Bryant(37),sangat unik,”Mamba Hitam”,yakni ular berbisa dari Benuat Afrika.Ular itu selalu bergerak agresif dan cepat saat melumpuhkan mangsa.

OLEH WISNU AJI DEWABRATA

Bryant meciptakan julukan Mamba Hitam Karena itu mencerminkan dirinya.Julukan itu terinspirasi dari karakter pembunuh bayaran Black Mamba dalam film Kill Bill . Di lapangan basket,shooting guard dan small forward itu seperti seekor ular mamba.

Dia pemain yang agresif,kompetitif,dan cepat.Tembakannya menggetarkan.Bryant adalah pencetak skor terbanyak ketiga di NBA, yaitu 33.268 poin hingga pertengahan Februari 2016.Total poin itu bisa bertambah karena ia masih akan membela tim Los Angeles Lakers hingga April 2016.

Bryant pemain yang loyal pada LA Lakers selama 20 tahun sejak 1996.Si Mamba Hitam mengukir pretasi gemilang yang diimpikan semua pemain NBA bahkan sampai lima kaki.Sosok Bryant di sejajarkan dengan legenda basket yang bisa “terbang” , Michael Jordan.

Waktu pun berlalu,hingga Bryant memutuskan gantung sepatu setelah musim 2015-2016,atau April 2016,Karena terus-menerus didera cidera.Para pencinta basket sedih .Mereka hanya bisa memberikan tepuk tangan terakhir untuk  sang pahlawan Lakers itu.

Ketika tim Lakers bertandang ke kadang Clevenland Cavaliers,10 Februari lalu, penonton berdiri dan memeberikan tepuk tangan untuk menghormati Bryant .Teriakan “Ko-Be, Ko-Be, Ko-Be” juga membahana saat Bryant tampil di ajang NBA All Star 2016 di Air Canada Center, Toronto ,Kanada , Minggu (14/2).Bryant begitu memesona . Tak heran , dia 18 kali terpilih sebagai pemain All Star.

Ajang NBA All Star Toronto itu menjadi pesta perpisahan untuk Bryant.Legenda basket magic Johnson berdiri di tengah lapangan , membacakan riwayat singkat Bryant . Sementara layar video menampilkan kesan-kesan pemain NBA terhadap Bryant.

“Tidak akan pernah ada lagi Kobe Bryant yang lain,” ujar Johnson.

Bryant terharu sehingga sulit menemukan kata-kata untuk membalas sambutan penonton,”Teman-Teman saya… hmm… saya hanya ingin …  hmm…  berterima kasih atas semua dukungan kalian selama ini, “ Kata pemain yang mencetak rekor 81 poin saat melawan Toronto Raptors tahun 2006 ini.

“Terima kasih banyak. Sekarang saatnya saya harus pergi,” lanjutnya.

Menurut pemain yang aktif di kegiatan sosial itu,dirinya beruntung dapat bermain basket selama lebih dari setengah usianya .Dia berharap aka nada pemain yang berkarier selama 20 tahun seperti dirinya.

Pasang Surut

Darah basket Bryant menurun dari sang ayah yang juga pemain basket profesional,Joe Bryant . Kecemerlangan Bryant menjadi jagoan tim basket SMA Lower Merion di Ardmore, Pennsylvania , sehingga memikat tim NBA.

Bryant adalah segelintir pemain NBA yang masuk bursa pemain tanpa duduk di bangku universitas (biasanya pemain NBA adalah mahasiswa).Setelah lulus SMA,siswa cerdas itu masuk bursa  pemain NBA. Dia dipilih oleh tim Charlotte Hornets , lalu mentransfernya ke Lakers .

 

Saat pertama bermain di Lakers tahun 1996 , Bryant lebih sering duduk di bangku cadangan menungu dipanggil pelatih .Hanya dalam waktu dua tahun,Bryant menunjukan kualitasnya dan telah berhadapan dengan idola  nya ,Michael Jordan dari Chicago Bulls.

”Saya ingat bagaimana rookie(pemain baru) yang kurus itu sangat bernafsu menjaga Michael (Jordan),Michael merasa melihat dirinya pada Bryant . Saya tidak suka membandingkan , tetapi pemain yang paling mendekati Michael adalah Bryant ,” kata asisten pelatih Bulls,Randy Brown(47).

Bryant menuturkan, dirinya tumbuh di era Michael Jordan (53) dan Scottie Pippen (50). “Saya belajar banyak dari menonton pertandingan mereka. Pemain-pemain Bulls memberikan inspirasi ,”ujarnya.

Bryant tak selamanya berkibar , musim 2003-2004 ,Bryant berurusan dengan hukum Karena dugaan melakukan pelecehan seksual.Dia dikabarkan hengkang dari Lakers ke Chicago Bulls atau ke tim sekota,Los Angeles Clippers.Rupanya itu hanya gertakan Karena dia tetap bersama lakers.

Bryant tak bisa mengelak dari cedera seiring dengan semakin tua usianya.Musim 2013-2014 adalah musim paling kelabu , Bryant hanya tampil enam laga dari total 82 laga akibat cedera lutut parah.Musim 2014-2015, si Mamba Hitam sudah pulih dari cedera lutut ,tetapi hanya tampil dalam 35 laga dan absen dalam 47 laga akibat cedera bahu.

Memasuki musim 2015-2016,Bryant tak maksimal bermain dan menyerahkan nasib lakers kepada pemain- pemain muda.Memang ironis , Bryant akan meninggalkan Lakers saat tim itu sedang terpuruk di dasar klasemen dan gagal masuk play off.Meski demikian .riwayat sang Mamba Hitam akan abadi Karena dia begitu dicintai.

 

KOBE  BEAN BRYANT

  • Lahir : Philadelphia ,AS , 23 Agustus 1987 di
  • Tinggi/Berat : 198 cm/96 kg
  • Tim : Los Angeles Lakers
    (1996-sekarang )
  • Gaji 2015-2016 : 25 juta dollar AS(Tertinggi di NBA)

Prestasi :
– Juara NBA lima kali
( 2000,2002-2009)
– Pemain tebaik final NBA (2009,2010)
– Pemain terbaik NBA (2008)
– Pemain NBA All Star 18 kali (1998,2000-2016)
– Pemain terbaik NBA All Star (2002,2007,2009,2011)
– Emas Olimpiade Beijing 2008 dan Olimpiade London 2012

 

UC Lib-Collect

KOMPAS , RABU,26 FEBRUARI 2016

Corfi Carnus Magnus Penerus Tradisi Gerabah Leluhur

Penerus Tradisi Gerabah Leluhur.Kompas.11 Februari 2016.Hal.16

Sebuah rumah gubuk dari bamboo dibangun persis di pinggang bukit Desa Wolokoli,Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka,Nusa Tenggara Timur.Di sampin rumah berukuran 5 meter x 7 meter itu terdapat lubang berdiameter 2 meter menyerupai goa.Dari”goa” itu,tanah berwarna merah bercampur pasir karang terus di gerus oleh Corfi Carnus Magnus (41) untuk bahan baku gerabah.

OLEH KORNELIS KEWA AMA

Tradisi pembuatan gerabah di desa itu sudah berlangsung ratusan tahun.Namun kini tinggal Manyus , demikian sapaan Magnus , yang meneruskan warisan leluhur itu.Dengan segala keterbatasan nya , dia mempertahankan tat acara membuat periuk tanah sejak usia 19 tahun .

 

Ketika ditemui di Desa Wolokoli 50 Kilometer arah selatan Maumere,akhir Januari lalu ,Manyus tengah merapikan sebuah periuk tanah di teras rumah itu.Puluhan periuk tanah dan keramik yang sudah jadi dipajang  di sebuah rak di samping kanan teras.Hasil karya Manyus tidak lama tersimpan di rumah itu. Sebagian lagi Manyus kirim ke alamat pemesan.

 

Pada tahun 1920 hingga 1980-an , gerabah Wolokoli begitu digemari di daratan Flores Karena hanya warga dari desa tersebut yang membuat gerabah. Gerabah saat itu sangat popular di kalangan masyarakat terutama untuk perabotan memasak,mengambil air disungai,dan tempat obat tradisional.

 

Saat itu , perkakas dapur hasil industri belum merambah di wilayah Flores .Semua pasar tradisional di Sikka,Ende, dan Flores Timur dipadati gerabah asal Wolokoli .Sistem dagang gerabah waktu itu sebagian besar dengan cara berter.Gerabah di tukar dengan garam,ikan,sabun,pakaian,pisau,atau parang.

 

Namun pamor gerabah perlahan turun di kalangan masyarakat Sikka ketika panci,ember,cerek,dan gelas  keluaran industri(pabrik)merambah Sikka.Itu terjadi tahun 1990-an.Sejak saat itu, kegiatan membuat gerabah di Desa Wolokoli pun ikut surut dan di tinggalkan perajin.

Menekuni gerabah

          Manyus tidak ingin keterampilan membuat gerabah yang diturunkan pada leluhur akhirnya hilang begitu saja. Ia bertekad menguasai pembuatan gerabah Wolokoli sekaligus menyelamatkannya dari kepunahan . Ia pun memutuskan ikut pelatihan membuat gerabah.

 

“Awal 1996, saya mengikuti pelatihan pembuatan periuk atau gerabah dari tanah liat di Yogyakarta dengan modal sendiri.Saya belajar di pusat kerajinan gerabah milik Pak Mudjiono di Bantul . Setelah tiga bulan mengikuti pembelajaran di sana,saya pulang ke Maumere,”tutur Manyus.

 

Manyus ingin meneruskan pengetahuan itu kepada masyarakt Desa Wolokoli,Ia membentuk satu kelompok usaha gerabah dengan nama Gerabah Leluhur,beranggotakan 20 orang,sebagian besar kaum ibu,Namun kelompok ini hanya bertahan 6 bulan.Mereka beralasan tidak mendapatkan uang langsung dari periuk .Padahal,para iburumah tangga itu butuh uang untuk membeli susu anak dan belanja kebutuhan rumah tangga.

 

Kegiatan membuat gerabah hanya berlangsung selama musim kemarau.Mei-Agustus,sedangkan September-April warga setempat fokus pada pertanian lahan kering .Desa ini berada sekitar 800 meter dari permukaan laut.Pekerjaan utama adalah bertani di samping kerajinan membuat gerabah dari tanah liat .

 

Manyus tidak patah semangat .Ia bekerja sendirian .Belakangan,lima pemuda dari desa ikut bergabung.Namun,mereka hanya terlibat pada pagi,sore,dan hari libur .Siang hari mereka harus ke ladang sehingga  mereka tidak berkembang dalam usaha kerajinan ini .Akhirnya mereka tidak tahan juga dan memutuskan untuk berhenti.

 

Lelaki lajang itu tetap menghargai kemauan para pemuda tersebut . Paling penting , mereka ingin belajar dan memahami membuat gerabah dari tanah liat .Ia berharap,suatu saat mereka bisa meneruskan keterampilan itu kepada anak-anak.

 

Manyus memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk kegiatan membuat gerabah dari tanah liat.Satu hari ia seorang diri bisa menghasilkan 20 gerabah atau periuk berkapasitas 2 liter air . Tanah liat itu di campur cadas, tanah putih dengan perbandingan dua ember tanah liat dicampur satu ember tanah cadas serta setengah gelas serbuk besi .Campuran serbuk besi ini di satu ember tanah cadas serta setengah gelas serbuk besi .Campuran serbuk besi ini diyakini membuat periuk lebih kuat di banding hanya tanah dan cadas.

 

Untuk asbak rokok,ia bisa menghasilkan 50-60 asbak per hari , sementara gerabah sedang dengan ketinggian sekitar 60 sentimeter dan lebar tengah 30 sentimeter untuk vas bunga sebanyak lima buah per hari .Semua itu di kerjakan secara manual.

 

 

 

Setelah mancapai 50-70 vas bunga atau 200-500 asbak rokok.gerabah tanah liat itu segera dibakar untuk mendapatkan kualitas yang baik.Setelah itu gerabah langsung di kirm ke konsumen.

 

CORFI CARNUS MAGNUS

“Gerabah yang tersisa di rak ini sebagai contoh saja.Sebenarnya saya bisa menjual dan mempromosikan gerabah ini melalui media online,tetapi disini tidak ada jaringan listrik. Saya sendiri pun belum begitu paham cara mempromosikan produk mempromosikan produk melalui media online.Tetapi saya akan belajar supaya gerabah dari sini bisa di jual lebih jauh lagi,tidak hanya di Maumere atau NTT,” papar Manyus yang pernah diikutkan ke sejumlah pameran di Sikka ,Kupang,Denpasar dan Jakarta oleh Pemerintah Daerah Sikka.

 

Kini,Manyus sudah bisa merasakan hasil kerja kerasnya.Penjualan gerabah bisa ia gunakan untuk menambah modal usaha , mambantu adik-adiknya sekolah ,dan membangun rumah buat orangtuanya.

 

Manyus berencana membuka ruang pamer khusus gerabah di Maumere ,Ia yakin gerabah dari desanya akan tetap bertahan di tengah serbuan perabot buatan pabrik ,Buat Manyus ,perabotan buatan pabrik bukan pesaing gerabah Wolokoli yang sudah dikembangkan masyarakat sejak ratusan tahun silam.

 

“ Budaya itu tidak bisa dibuang begitu saja meski ada sesuatu yang di nilai jauh lebih baik dan bermanfaat bagi kehidupan,”ujar Manyus.

 

Tradisi maupun gerabah yang di wariskan nenek moyang Wolokoli adalah sebuah kearifan local . Gerabahnya sendiri menjadi ikon desa. Untuk memastikan keterampilan itu tetap lestari , Manyus manawarkan pelajaran membuat gerabah kepada anak-anak sekolah dasar di desanya. Namun, tawaran tersebut belum di sambut

 

 

UC LIB-COLLECT
KAMIS , 11 FEBRUARI 2016

 

Murniadi Haryono Panggil Aku Dedi Penyu

Panggil Aku Dedi Penyu.Kompas.9 Februari 2016.Hal.16

Kecintaan Murniadi Haryono kepada penyu telah mandarah daging.Saat di tanya nama lengkapnya,dengan bangga dia menjawab,Panggil saja Dedi Penyu.” Ada alasan tersendiri mengapa dia lebih senang dipanggil Dedi Penyu daripada nama lahir pemberian orangtuanya.

 

OLEH ZULKARNAINI

Itu kampanye gratis .Saat orang memanggil saya Dedi Penyu ,lama-kelamaan orang itu akan merasakan dekat dengan penyu ,”kata Dedi menjelaskan nama panggilan nya pada suatu sore di akhir Januari di Pantai Panga,Aceh Jaya,Aceh.

 

Sejak empat tahun lalu,Dedi memutuskan menjadi  “induk” penyu.Dia bertekad menyelamatkan penyu dari kepunahan.Malalui komunitas Konservasi Penyu Aroen Meubanja yang dibentuk pada 2012 , mimpi itu di wujudkan .

 

Kisah “cinta” ayah satu anak itu kepada penyu seperti drama.Dulu dia adalah predator telur penyu.Saban malam pada Agustus hingga Februari di bawah terang bulan ,dia menyususri garis pantai untuk berburu telur penyu .Telur penyu yang ia dapat lalu  di jual,sebagian dibawa pulang untuk di makan .Sekarang,dia berada di garda terdepan utnuk melindungi hewan vertebrata yang kian terancam Karena pemburuan itu.

 

Dedi berubah setelah mengikuti sosialisasi tentang hewan lindung oleh lembaga swadaya masyarakat Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh.” Saat itu mereka bilang apabila terus di buru,suatu saat penyu akan musnah,lalu anak cucu kita tidak akan kenal dengan penyu,seperti kita tidak pernah melihat dinosaurus,”cerita Dedi.

 

Sepulang dari acara sosialisasi,Dedi mulai merenungi perbuatannya mengambil telur-telur penyu.Dia merasa bersalah.Toh, uang yang didapat dari menjual telur penyu ternyata tak seberapa.Satu telur di jual dengan harga Rp.3.000.Jika beruntung,dia mendapat 100 telur , pendapatan hanya Rp.300.000.Namun,tidak jarang ia begadang hingga pagi dan tak satu telur pun didapat.

 

Swadaya anggota

 Dedi akhirnya insaf , Dia berjanji tidak akan mengambil telur-telur penyu lagi. Tidak hanya itu,ia kemudian membentuk komunitas konservasi.Lewat komunitas itu,dia mengajak warga lain untuk menangkar penyu.

 

Semula hanya tujuh orang yang mau bergabung dengan komunitas .Akan tetapi , di awal-awal , mereka pun tidak bersedia menyerahkan telur penyu hasil berburu untuk ditetaskan.Sebagian tetap saja di bawa dan menjadi hak milik penemu.

 

“Ya, kecintaan itu akan tumbuh seiring waktu.Biarkan saja dulu dia mengambil sebagian daripada dulu semuanya diambil,” kata Dedi.Terkadang Dedi membeli telur penyu dari penemu untuk ditangkarkan.

 

Biaya penangkaran sepenuhnya di tanggung anggota tim konservasi.Meraka pada umumnya petani dan nelayan. Dengan penghasilan pas-pas an mereka harus patungan untuk mencukupi pengadaan peralatan.seperti senter dan jas hujan,serta membangun pos pemantauan.

 

Dedi juga seorang nelayan sungai dan petani .Penghasilannya sehari hanya Rp.50.000 – Rp.200.000 . Tak jarang uang yang didapat dari menjual kepiting dia pakai untuk biaya peralatan penyu di penangkaran.

 

“Istri saya sudah paham,dia tidak marah kalo uang hasil mencari kepiting saya pakai untuk merawat penyu.Istri saya punya usaha,jualan kue basah,” kata Dedi.

 

Saat ini jumlah anggota konservasi belipat tiga menjadi 22 orang.Mereka terdiri atas warga dari tiga desa,yakni Desa Keude Panga,Kuta Tuha dan Keude Bieng,Garis pantai sejauh 7 kilometer yang berada di tida desa itu ditetapkan menjadi wilayah konservasi penyu.

 

Di pantai yang agak tinggi , sarang-sarang penangkaran digali.Lokasi sarang dipagar dengan kayu.Selama proses pengeraman berlangsung ,Dedi dan anggota tim secara bergantian menjaga sarang itu .Setelah menunggu 80 hari, telur penyu itu akan menetas.Anak-anak penyu yang mungil itu kemudian di lepas ke laut.

 

Sejak 2012 hingga 2016 sudah lima kali pelepasan anak penyu atau tukik dilakukan.Sekali pelepasan mencapai 700 tukik.Saat pelepasan pada akhir Januari lalu,Dedi tak kuasa menahan air mata bahagiadan terharu bercampur menjadi satu.

 

“Tidak tahu mau bilang apa.Berpisah dengan tukik-tukik itu rasanya berat sekali,”kata Dedi.

Kearifan lokal

Dedi bukan sarjana lingkungan.Dia hanya tamatan sekolah menengah pertama.Dia bekerja atas dasar kecintaan dan sedikit pengetahuan yang dia dapat dari teman-teman LSM local. Dia mengaku tidak mengerti betul mengenai aturan hewan lindung.

Dalam melakukan kampanye penyelamatan penyu dia menggunkan pendekatan kearifan local yang di wariskan nenek moyang .” Ada hukum tak tertulis yang diwariskan oleh pendahulu kita . Asoe laot yang ta pinjam beuta pulang keu eneuk cuco(isi laut yang kita pinjam harus kita kembalikan kepada anak cucu),” ujar Dedi mengutip petuah bijak itu.

Menurut Dedi.dulu nenek moyang mereka saat menemukan telur penyu tidak semua diambil , separuhnya di sisakan dai sarang agar penyu tetap ada.Namun,belakangan orang-orang semakin rakus.Ajaran pendahulu pun di tepiskan.

Dedi ingin ajaran nenek moyang mereka di kuatkan kembali.Menurut rencana , nilai-nilai kearifan local itu akan di kumpulkan untuk di tulis sebagai bahan sosialisasi pelestarian penyu .Ia pikir dengan cara itu sosialisasi akan lebih mengena dan mudah di terima masyarakat lokal.

MURNIADI HARYONO
ALIAS DEDI PENYU

  • Lahir : Teunom,Aceh Jaya, 21 Maret 1971
  • Riwayat Pendidikan :
    – SD Keude Panga Aceh Jaya
    – SMP Keude Panga Aceh Jaya
    – SMA Kuala Kreung Sabee(tidak tamat)
  • Pekerjaan : nelayan dan petani
  • Aktivitas : Ketua Konservasi Penyu Aroen Meubanja,Aceh Jaya,Aceh
  • Istri : Swarnita

Anak : Dewiyanda

 

UC LIB-COLLECT
KOMPAS , SELASA 9 FEBRUARI 2016

Zaidi Palang Pintu Seni Tradisi Bangka

Palang Pintu Seni Tradisi Bangka.Kompas.15 Februari 2016.Hal.16

Zaidi(55) lincah memaninkan dembus,gitar tradisional Bangka Kepulauan Bangka Belitung.Pria itu juga tangkas memukul kendang dan fasih mwlafalkan mantra-mantra sembur liur,salah satu sastra lisan di daerah itu.

 

OLEH KRIS RAZIANTO MADA

 

Ayah tiga anak itu kini menjadi satu-satunya orang di Bangka yang hafal hampir 500 bait mantra sembur liur.Seniman-seniman lain yang menguasai mantra sebanyak itu sudah meninggal.

 

“Saya sudah bertahun-tahun mencoba mengajarkan mantra-mantra ini kepada orang yang lebih muda.Sampai sekarang belum berhasil.Paling banyak hanya hafal tidak sampai 30 bait,”ujar Zaidi saat ditemui di rumahnya di Kota Pangkal Pinang,Kepulaluan Bangka Belitung awal Februari lalu.

 

Tidak mudah mencari orang yang sanggup menghafal ratusan bait mantra.Apalagi,banyak kata yang tidak dikenal dalam percakapan sehari-hari masa kini.

 

“Tidak semua kata-kata saya mengerti.Saya hanya paham mantra ini gunnanya apa.Penggunaannya juga tidak selalu berurutan.Kadang spontan terucap saat sedang berhadapan dengan pemantra lain.”tutur pria kelahiran Koba ,Bangka Tengah,yang besar di Kota Pangkal Pinang itu.

 

Karena sudah tidak ada pemantra lain dengan hafalan sebanyak dia , kini sudah lama Zaidi tidak beradu kefashian.Biasanya,dua pemantra berhadapan dan saling berbalas mantra.”Mirip seperti orang berbalas pantun.Ada gendang yang mengiringi.Kalau tidak ada lawan tanding,rasanya sulit mengucapkan mantra-mantranya.Seperti tidak bisa keluar dari kepala.Kalau ada lawan tanding mudah saja terucap,”tuturnya.

 

Pada masa lalu,sembur liur memang identic dengan kegiatan mistik.Namun,bukan itu yang mendorong Zaidi melestarikan sastra lisan tersebut .”Ini salah satu kekayaan budaya tak benda dari Bangka.Tidak bisa dinilai dengan apa pun jika samapi hilang,”ujarnya.

 

Karena itu ,ia terus berusaha mencari orang-orang lebih muda yang mau mempelajari sastra lisan tersebut.Pencarian antara lain dilakukan di kalangan seniman,modern,dan tradisional di Bangka.

 

Sebagai Pembina Yayasan Pemusil,Penyanyi,Pencipta Lagu(YP3L,) yang menaungi 70 seniman,Zaidi bisa terus berinteraksi  dengan penggiat seni budaya di Bangka .”Kalau terus mencari , mudah-mudahan nanti ada yang bisa menghafal mantra lebih banyak.Kekayaan budaya tak benda Bangka semakin banyak yang hilang.Saya tidak mau jadi orang terakhir yang bisa sembur liur,harus ada orang lain,”tuturnya.

 

Saat ini memang bisa disebut  ia pertahanan terakhir sembur liur .Fakta yang menjadi salah satu penyemangat Zaidi mencari seniman baru bisa menghafal ratusan mantra sembur liur.

   Dambus
Zaidi ingin sembur liur bernasib baik seperti dambus.Beberapa tahun lalu amat sulit menemukan grup dambus yang bisa tampil secara lengkap.Sekarang sudah semakin banyak orang Bangka yang bisa bermain dambus dengan baik.Dari Belinyu,Kabupaten Bangka ,sampai Toboali,Kabupaten Bangka Selatan,kini ada grup-grup dambus yang rutin berlatih.

Rumah Zaidi di Pangkal Pinang juga dihiasi sejumlah kendang dan dambus Alat musik di rumah berdinding kayu itu cukup untuk satu grup dambus .Keluarga seniman ini memang bisa bermain dambus .Anak-anak Zaidi,kakak-adik,serta orangtuanya bisa bermain dalam grup dambus.

“Anak saya sekarang fokus belajar perkus.Kalau mau main dambus,dia biasa menabah gendang,”ujarnya.

Zaidi tetap menjadi pemetik dambus menjadi pemetik dambus.Sejak kecil memang dia sudah bermain dambus.”Saya belajar kepada banyak guru . Memang sebagian hanya main-main,pengisi waktu pada masa kecil.Sebagian lagi benar-benar belajar,antara lain kepada orangtua saya,”tutur Zaidi seraya menunjukkan kepiawaian memetic dambus dengan ujung gitarnya diukir berbentuk kepala rusa.

Pelajaran dambus dari keluarga antara lain didapat saat pentas bersama.Pertunjukan yang dilakoninya berlangsung di sejumlah daerah.Bahkan,dambus menjadi salah satu sebab Zaidi bisa singgah ke sejumlah daerah di Indonesai.

Karena itu,dambus menjadi salah satu seni tradisional Bangka yang di cintainya dengan membuat album dambas.Album yang melibatkan beberapa seniman tradisoinal Bangka itu akan dibagikan kepada pelancong yang menikmati gerhana matahari total di Bangka Tengah pada 9 Maret 2016.Bangka Tengah memang salah satu daerah yang menjadi perlintasan gerhana matahari dalam posisi tertutup sepenuhnya.

Selain membuat album,sudah bertahun-tahun Zaidi menyisihkan sebagian pendapatnya untuk membina banyak pemain dambus.Memang,,tak hanya pemain dambus yang disumbangnya .Seniman-seniman lain di Bangka juga banyak menerima bantuannya.Hal itu tidak lepas dari posisinya sebagai Pembina YP3L.

Yayasan itu antara lain mencarikan pentas untuk para seniman Bangka.Ada pula program mengikutsertakan seniman Bangka ke berbagai kompetisi seni.”Ada kontribusi dari pemerintah daerah karena menilai YP3L termasuk serius membina seninaman .Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah rutin membantu seniman tradisi,antara lain dengan memberi dambus,kendang ,dan alat music tradisional lain.Sedapat mungkin,alat-alat itu dipesan dari perajin-perajin di Bangka,”tuturnya.

Pola itu dipelajarinya dari sejumlah daerah.Ia menemukan seni tradisional bisa hidup dan menjadi salah satu atraksi wisata di daerah-daerah itu.Perekonomian bisa bergerak,seniman terus berkarya,dan perajin mendapat pekerjaan.”Seniman tradisional semangat berkarya,jadi tidak ada kekhawatiran seni tradisi akan punah.Lingkungan seperti itu yang saya harapkan tumbuh di Bangka,”katanya.

Saat ini memang sudah semakin banyak sanggar dan kelompok seni tradisi di Bangka.Namun,iklim yang lebih mendukung sebagaimana berlangsung di daerah-daerah lain belum sepenuhnya terasa di Bangka,”Kelompok seni belum dijadikan salah satu atraksi rutin dalam pariwisata,”ujarnya.

ZAIDI

Putus Sekolah

            Jalan untuk memadukan seni tradisi dengan pariwisata di Bangka memang masih panjang.Namun,Zaidi yang terlanjur cintai seni tradisional tidak mau menyerah.”Saya sudah tidak mungkin mundur dari seni tradisional ,”ujarnya.

Kecintaan Zaidi pada seni memang tidak main-main.Saat dikirim ke Yogyakarta untuk kuliah di IKIP awal tahun 1980-an , ia malah sibuk dalam berbagai kegiatan seni.Akhirnya,kuliah di Yogyakarta tidak selesai sampai ia kemudian kembali ke Bangka tahun 1987.

Kuliah nya diselesaikan bertahun-tahun kemudian di Universitas Terbuka . Sebagai PNS,Zaidi didorong untuk menyelesaikan pendidikan sarjana,”Sekarang saya sedang berusaha menyelesaikan S-2.Sambil bekerja , berkesenian,saya kuliah,”tuturnya

Salah satu pendorongnya untuk menyelesaikan pendidikan pascasarjana adalah mediang Eko Maulana Ali,Mantan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung itu mendorong para PNS di daerah itu utnuk menyelesaikan pandidikan pascasarjana.
“Mudah-Mudahan bisa selesai,”ujar Zaidi.

 

ZAIDI

  • Lahir : Pangkal Pinang,19 November 1960
  • Istri : Rahmawati Indra
  • Pendidikan :
    – IKIP Yogyakarta(1980-1987,tidak selesai)
    – Program Administrasi Negara di Universitas Terbuka(S-1,2003)
    – Program Administrasi Publik di Universitas Terbuka (S-2,sedang berlangsung)
  • Kegiatan
    – PNS di Dinas Pariwisata Kebupaten Bangka Tengah
    – Pembina Yayasan Pemusik,Penyanyi,dan Pencipta Lagu(YP3L)
    – Menjadi juri berbagai festival music tradisional Kepulauan Bangka Belitung.
  • Penghargaan :
    – Gelar Datuk Setya Lembaga dari Lembaga Adat Melayu Kepulaluan Bangka Belitung (2015)
    – Juara II Dambus Tunggal Tingkat Sumatera
    – Anugerah Budaya dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

 

UC Lib-Collect
Kompas,Senin 15 Februari 2016

 

Arifin Himawan Menggiring Seni Liong ke Tangsi

Menggiring Seni Liong ke Tangsi.Kompas. 22 Februari 2016.Hal.16

Liong barong kini sudah bukan milik etnis Tionghoa saja, melainkan sudah menjadi budaya yang universal. Sekarang sudah terjadi alkulturasi di antara para pemain liong atau barong.

Tujuh tahun lalu, untuk pertama kali Liong Barong masuk ke Tangsi Prajurit Batalyon Infanteri 315 Garuda di Kota Bogor, Jawa Barat. Selama enam bulan, para prajuritdilatih sampai mahir memainkan seni pertunujkan tradisional tersebut. Kelompok yang disebut “ Liong Yonif 315” itu pun turut memeriahkan pesta rakyat Cap Go Meh.

Arif Himawan (50), Ketua Persatuan Liong Barong Singa Rajawali Kota Bogor, adalah sosok yang “menggiring “ liong masuk Tangsi Yonif 315, seizin Komandan Yonif 315 saat itu, Letnan Kolonel Dani Alkadri. Bersama teman-teman, dia melatih prajurit hingga terampil mementaskan seni tradisional asal Tiongkok itu. Arifin, yang juga menjadi salah satu motor penggerak perayaan Cap Go Meh di Kota Bogor, gembira dengan antusiasme para prajurit.

Di zaman Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, mustahil kesenian liong bisa masuk ke asrama tentara. Bahkan, untuk muncul di muka umum saja, seni tradisi itu dilarang. Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan , dan Adat Istiadat China menyebutkan, praktik keagamaan yang menampilkan elemen “China” hanya boleh dilakukan oleh keluarga atau perorangan.

Setelah Era Reformasi, Presiden KH Abdurrahman Wahid menerbitkan  Keputusan Presiden (Keppres) No 6/2000 tentang Pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967. Kebijakan Gus Dur itu membebaskan masyarakat keturunan Tionghoa untuk menjalankan agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya tanpa perlu izin khusus sebagaimana berlangsung sebelumnya. Hal itu berlaku sejak 17 Januari 2000.

Perubahan kebijakan pemerintah terhadap perkembangan kebebasan beragama dan bagi masyarakat keturunan Tionghoa . seiring dengan kebebasan alam demokrasi, budaya leluhur mereka pun kian tumbuh dan diekspersikan secara leluasa di ruang public.

Menurut Arifin, jika Gus Dur tidak menerbitkan Keppres               No 6/2000, liong tidak mungkin bisa masuk tangsi. Tanpa kebebasan berekspresi, liong barong juga tidak akan bisa tampil terbuka secara meriah seperti dalam pesta rakyat Cap Go Meh di Bogor dan di kota-kota lain di Indonesia.

“Jadi, peran Gus Dur buat orang Tionghoa berarti sekali. Di mata kami, Gus Dur adalah pahlawan pluralism,” katanya saat ditemui di Sekertariat Cap Go Meh di Bogor, Selasa (16/2).

Saat ini, liong barong tidak hanya tampil pada tahun baru imlek dan Cap Go Meh, tetapi juga dalam berbagai kegiatan sepanjang tahun. Peresmian pusat perbelanjaan, perumahan baru, perkawinan, atau sunatan saja kerap menampilkan liong barong.

Akulturasi

Bagi Arifin, liong barong kini sudah bukan milik etnis Tionghoa saja, melainkan sudah menjadi budaya yang universal. Sekarang sudah terjadi akulturasi di antara pemain liong atau barong. Mereka tidak lagi hanya dari etnis Tionghoa, tetapi sudah dari berbagai macam etnis. Pembuat liong barong di Bogor yang sudah di kenal, misalnya, justru dari etnis Sunda yang beragma Islam, yaitu Lili Hambali.

Arifin Himawan, yang akrab disapa Ahim, bersama teman-temannya, antara lain Guntur Santoso, Mardi Lem, David Kwa Hidayat, Suhendy Arno, Frangky, mendorong bangkitnya kembali perayaan Cap Go Meh di kota Bogor yang selama 30 tahun di larang pemerintah.

Lewat pesta rakyat Cap Go Meh yang digelar setiap tahun sejak 15 tahun lalu, telah terjadi akulturasi budaya. Panitia melibatkan orang dari berbai agama karena sifatnya pesta rakyat. Kegiatan ini memperkuat komunikasi lintas agama.

“Cap Go Meh sendiri kita sebut sebagai ajang pemersatu bangsa,” kata Ahim yang juga aktif dalam kegiatan Badan Sosial Lintas Agama Kota Bogor.

Kebetulan Ahim dipercaya sebagai Ketua Panitia Cap Go Meh di Kota Bogor yang bakal digelar di sepanjang Jalan Suryakancana sampai Jalan Siliwangi, Senin ini. Selain menampilkan tradisi Tionghoa, pentas itu juga melibatkan kesenian dari berbagai daerah.

Tahun ini, pergelaran Cap Go Meh di kota Bogor untuk kedua kalinya menghadirkan tim kesenian dari Taiwan. Ada juga festival drum band dan Bogor Fashion Carnaval. Dengan begitu, kegiatan tersebut diharapkan menjadi pesta budaya yang bisa dinikmati khalayak luas.

Ratusan ribu warga Bogor dan luar Kota Bogor rutin menyaksikan pesta rakyat yang dilaksanakan 15 hari setelah tahun baru Imlek itu. Sejumlah restoran dan pedagang makanan/minuman juga turut menangguk untung dari kegiatan itu.

Ratusan tahun sudah Cap Go Meh diselenggarakan di Kota Bogor. Pentas ini kian kukuh berkat dukungan Pemerintah Kota Bogor dan Kementrian Pariwisata. Apalagi, Presiden Joko Widodo pernah menghadiri pembukaan kegiatan itu tahun 2015. Pada 2016, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menurut rencana akan hadir pada pembukaan pesta rakyat itu. Beberapa duta besar dari sejumlah Negara juga menyatakan akan dating.

“Tahun 2016 ini, kami mengusung moto ‘Bogor untuk Indonesia dan Indonesia untuk internasional’. Semoga kegiatan ini bisa menjadi contoh yang baik bagi kita semua,” kata Ahim.

ARIF HIMAWAN

  • Lahir : Bogor, 24 Februari 1966
  • Istri : Yuda S Putri (42)
  • Anak :
  1. Priscilla Finda Himawan (20)
  2. Natasha Finda Himawan (20)
  • Pendidikan : Fakultas Ekonomi UKI Jakarta 1991
  • Organisasi :
  • Kepala Bidang Pembinaan PB Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI)
  • Ketua persaudaraan Liong Barong (2001-2007)

Ketua Persatuan Liong Barong Singa Rajawali Kota Bogor (2006-sekarang)

(FX PUNIMAN,

Wartawan Tinggal di Bogor)

UC LIB-COLLECT

KOMPAS.SENIN.22 FEBRUARI 2016.HAL.16

Nurcahaya Nasution Menggali Batik Sumatera Utara

Menggali Batik Sumatera Utara.Kompas.3 Februari 2016.Hal.16

 

Di tangan orang-orang kreatif, batik dapat diperkaya dengan pengembangan motif-motif lokal Nusantara. Salah satunya Nurcahaya Nasution (70), pensiunan pegawai negeri sipil di Medan, Sumatera Utara. Dia mengembangkan batik etnik khas Medan, Sumut, dan Opung.

OLEH AUFRIDA WISMI WARASTRI

Usaha batik etnik Nurcahaya Nasution dikembangkan anak-anak dan menantunya di kawasan Medan Tembung di Gang musyawarah, gang Al Halim Kiri, dan Gang Tapsel, di Jalan Letda Sudjono, Medan, Sumut. Motif yang diproduksi antara lain motif gorga (ukiran) Batak Toba dengan warna hitam,putih,dan merah; motif rebung khas Melayu berwarna hijau, kuning; atau motif pakis dari Simalungun. Selain itu, juga motif Karo dan Nias. Ia juga mulai membuat batik moti peranakan dan motif landmark Kota Medan.

Kebanyakan batik menggunakan teknik campuran antara cap dan canting. Kain putih dicap motif etnik, lalu dicap warna cerah sesuai warna etnik di Sumut. Motif lalu ditembok (diblok) dengan lilin dan dicelup dengan warna berbeda sehingga menghasilkan warna yang diinginkan.

Produksi ketiga usaha batik rintisannya tersebut kini sudah mencapai 2.000 lembar batik per bulan. Usaha itu melibatkan lebih dari 100 perajin, baik yang bekerja di rumah maupun di tempat produksi di tiga lokasi tadi. Batik dipasarkan di Sumatera dan Jawa. Karena sudah sepuh, Nurcahaya lebih banyak berbagi ilmu melalui lembaga kursus dan pelatihan (LKP) seraya membantu produksi sebisanya.

Berawal dari pelatihan

Nurcahaya adalah pensiunan Kepala Sub-Seksi Imunisasi Dinas Kesehatan Deli Serdang, Sumut, tahun 2000. Setelah pension,dia hanya sibuk momong cucu. Suaminya, Kusmin, seorang guru bahasa Inggris, sudah meninggal tahun 1999. Momong cucu dilakukan hingga ke Yogyakarta, saat itu anaknya melanjutkan studi di kota itu.

Ketertarikan pada batik terjadi tahun 2008 saat Nurcahaya mengikuti  pelatihan membatik di Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sumut selama dua pekan. Ia dikirim mewakili kota Medan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan.

“Saya cari-cari ada pelatihan apa supaya ada kegiatan. Waktu itu ada pelatihan batik dan tenun, saya di suruh ke batik. Padahal, awalnya saya tidak banyak tahu soal seni,” tutur Nurcahaya di tempat produksi Batik Opng di Gang Tapsel, Medan, pertengahan Januari 2016. Bangunan itu sekaligus menjadi tempat kursus membatik LKP Sandur Sadalanan.

Setelah pelatihan, dia juga sering mengamati aktivitas para ibu yang tinggal di daerah tempat tinggalnya di Gang Musyawarah. Selepas pekerjaan rumah, mereka biasa duduk-duduk sambil bergunjing saja.

Setelah pelatihan, Nurcahaya berfikir untuk mengajak para ibu membatik karena pekerjaan itu membutuhkan tim. Namun, ia merasa ilmunya belum cukup. Ia pun mencari donatur yang bisa membiayai dirinya ke Jawa untuk belajar membatik. “Ongkos tiket saja. Kalau tidur, saya bisa tidur di masjid,” katanya.

Namun, ternyata tak ada yang bisa memberikan spomsor. Akhirnya Nurcahaya pergi dengan ongkos sendiri ke rumah gurunya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Selama seminggu, ia kembali belajar membatik dari guru yang pernah mengajarinya saat kursus di dekranasda Sumut sebelumnya.

Pulang dari Tasikmalaya, Disperindag kota Medan menggelar pelatihan membatik dan Nurcahaya ditawari menjadi pelatih. Pesertanya adalah ibu ibu Gang Musyawarah.

“S aya sebetulnya tidak percaya diri mengajar, tapi di dorong oleh Disperindag, jadi mau tak mau akhirnya melatih,” cerita Nurcahaya, yang dispa “Opung” oleh murid-muridnya itu. Sebanyak 20 peserta turut dalam pelatihn itu. Honornya ia gunakan untuk membeli peralatan membatik dengan memesan dari Tasikmalaya.

Bersama para ibu

        Tahun 2009, Nurcahaya mulai membuat batik seadanya bersama para ibu di Gang Musyawarah. Lali, dating ke UKM Center Sumut yang memberikan kesempatan bagi 20 orang lagi untuk dilatih membatik. Pelan-pelan, para peserta kursus gelombang 1 dan 2 mulai memproduksi batik.

Kesempatan pertama pameran datang dari Pemerintah Kota Medan yang mengajak para pengrajin pameran di Stabat,Langkat. “Batik kami masih jelek-jelek tapi his (terjual),” ujarnya mengenang. Motif batik waktu itu masih dari Jawa.

Banyak orang menganjurkan agar Nurcahaya juga membuat batik dengan etnik Sumut. Ia pun mencari motif-motif khas Sumut di Perpustakaan Daerah Sumut di Medan. Gambar itu di fotokopi lalu direproduksi dalam cap batik. Peralatan membatik dia beli dari uang pensiunnya.

Batik Medan

Nurcahaya lantas mengembangkan “batik Medan”bersama menantu dari anak ke duanya di Gang Musyawarah. Tahun 2011, ia kemudian pindah ke rumah anak ketiganya di Gang Al Halim Kiri, Jalan Letda Sudjono, Tembung, Medan.

Di Gang Al Halim Kiri, ia mengembangkan batik yang sama dengan nama “batik Sumut” bersama anak ketiganya. Ia juga melatih warga melalui lembaga kursus yang didirikan sejak 2010, bernama Saudur Sadalanan. Ini nama bahasa Mandailing, yang berarti searah seperjalanan. Nama itu muncul dari nama motif batik miliknya yang terpilih menjadi juara harapan III Lomba Desain Batik Tingkat Nasional di Bandung tahun 2010.

Setelah batik Sumut berkembang, Nurcahaya pindah lagi ke rumah anaknya di Gang Perjuangan. Bersama anak pertamanya itu, dia mengembangkan batik Opung. Awal tahun 2016 ia pindah ke Gang Tapsel, tempat yang memang di desain untuk pelatihan dan produksi batik Opung.

Dia juga baru saja menyelesaikan pelatihan Program Kewirausahaan Masyarakat 2015 Bantuan Block Grant Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan. “Ada 15 orang yang ikut, tapi yang benar-benar serius hanya 5 orang saja. Saying, ya,” katanya. Murid biasanya gagal karena kurang tekun membatik.

Melatih membatik

        nurcahaya juga melatih banyak batik di banyak daerah di Sumut, seperti Nias Utara, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Simalungan, dan Tanjung Balai, Muridnya mencapai ratusan orang.

Selain teknik membatik, pelatihan juga mengajarkan kewirausahaan dan manajemen usaha. “Kami membuat kurikulum sendiri,” ucapnya.

Untuk memperkaya ilmu perbatikan, ia kembali menimba ilmu ke Jawa, seperti Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan, atas sponsor lembaga-lembaga yang peduli pada pengembangan UMKM, seperti Universitas Sumatera Utara. Sampai saat ini, bahan baku produksi masih dikirim dari Solo dan Pekalongan.

Selain produksi biasa, banyak kelompok yang memesan seragam batik, pendapatan perajin pun meningkat karena batik. Bahkan sudah ada muridnya yang bisa lulus kuliah hingga D-3 berkat batik. Mereka yang dulu suka bergunjing pun berkurang kerena sibuk membatik dengan penghasilan tiap perajin Rp 3juta-4 juta per bulan.

Prospek batik kian menjanjikan karena Pemerintah Kota Medan tengah mendorong terbentuknya kluster batik. Apalagi, kini disiapkan seragam batik untuk PNS dengan motif pucuk rebung yang membutuhkan belasan ribu lembar batik. Motif itu mulai di produksi bersama tujuh kelompok pengrajin di Medan.

Nurcahaya bahagia karena usahanya dalam mengembangkan batik etnik Sumut terus tumbuh. Produktivitasnya meningkat justru saat dia pension dari PNS. “Saya sampai lupa mengambil uang pensiun,” ujarnya sembari tertawa.

NURCAHAYA NASUTION

  • Lahir : Parbondar, Tapanuli Selatan, 10 Mei 1945
  • Pendidikan : S-1 Jurusan Pendidikan Umum Universitas Al Washliyah, Medan
  • Anak :
  1. Zuhair Kustanto (46)
  2. Zuhrina Kustanti (44)
  3. Zuhrita Kustiwa (43)
  4. Zuhnisa Sulini (34)
  • Cucu : 12 orang
  • Penghargaan :
  • Juara harapan ll Lomba Motif Batik Kementrian Pendidikan dan kebudayaan , Bandung, 2010
  • Juara l Gugus Kendali Mutu Kota Medan, 2010
  • Juara l Gugus Kendali Mutu Sumatera Utara, 2010
  • Juara lll Gugus Kendali Mutu Kementrian Perindustrian, Padang, 2015
  • Penghargaan Sistem Inovasi Daerah (SIDA) dari Pemerintah Kota Medan atas pembuatan canting, Medan, 2015

 

UC LIB-COLLECT

KOMPAS.3 FEBRUARI 2016.HAL.16

Adithya Yustanto Menggairahkan Industri Animasi di Malang

Menggairahkan Industri Animasi di Malang.Kompas. 12 Februari 2016.Hal.16

Dunia animasi di Tanah Air semakin bergairah. Gairah serupa mulai tumbuh di kawasan Malang Raya, Jawa Timur. Tidak sedikit karya animasi anak-anak muda dari daerah ini yang turut meraimakan industry kreatif di luar negeri.

OLEH DAHLIA IRAWATI

Tekad menggairahkan dunia animasi itulah yang ingin diwujudkan Aditya Yustanto (25), animator yang mendirikan Mocca Animation Studio di Malang. Ia ingin mengembangkan animasi sebagai industry kreatif yang maju di Malang.

Adit-begitu dia disapa-mendirikan Mocca Animation Studio tahun n2013 bersama dua temannya, yaitu Eko Purnomo (25) dan Muhammad Zainuri (25). Perusahaan didirikan setelah Adit lulus kuliah di Game Animasi Universitas Negeri Malang tahun 2012 dan bekerja di sebuah perusahaan animasi.

Ini bukan usaha pertamanya. Saat masih kuliah, dia sempat membuka café dengan menampung modal dengan teman-temannya. Sayangnya, usaha tersebut bangkrut dan Adit menanggung hutang. Untuk membayar utang itu, dia bekerja pada perusahaan animasi lain hingga lunas.

Pengalaman bangkruttidak membuat Adit kapok membuka usaha. Ia dan dua temannya mendirikan Mocca Animation Studio tahun 2013 dengan modal hasil menggadaikan sepeda motornya. Uang tersebut ia gunakan untuk membeli satu komputer.

Dengan sebuah computer sederhana, mereka membuat animasi “Jamu Rowo”. Karya ini mengisahkan Cak Rowi, pedagang di kelurahan Samaan Kota Malang, yang bertarung dengan Iron Man gara-gara ditagih utang. Cak Rowi akhirnya menang seusai minum jamu

Karya sederhana itu mengntar mereka memenangi Anifst 2013 dan mendapat hadiah 21 juta. Uang itu mereka belikan  3 komputer, meja, dan peralatan kerja. Merekapun mulai berani menerima order animais dari sejumlah pihak, termasuk Malaysia.

Adit dan kawan-kawan kemudian membuat animasi Joni Boni Puff yang mengangkat cerita soal kucing. Karya itu diikutkan lomba dan akhirnya menang. Mereka maenyabet hadiah 5.000 dollar AS serta mendapat kesempatan magang 2 minggu di Walt Disney singapura.Sejak saat itu,karya Mocca mulai di kenal banyak oleh perusahaan animasi mancanegara.

Mocca Animation Studio sudah memiliki kontrak dengan perusahaan luar negeri dan beromzet lumayan. Untuk perusahaan di luar negeri, Mocca biasanya kebagian pekerjaan menggerakkan karakter yang sudah dibuat oleh klien.

Untuk perusahaan dalam negeri, biasanya mereka meminta karya utuh. Umumnya, karya berbentuk animasi untuk iklan.

Mocca setidaknya sudah mengerjakan delapan film animasi, yaitu  Alien CG, Cak Rowi, Fabel Animalia, Bunda, Ini Budi, Icha and Friend, Doodle, dan Jamu Jowo. Sebagian karya Mocca telah ditayangkan dalam bentuk film pendek di Monsta Channel (Malaysia) dan CG Bross Channel (Amerika Serikat).

“Jumlah animator asal Malang cukup banyak. Karyanya juga bagus. Sayangnya, memang belum banyak yang muncul dengan namanya sendiri. Saya ingin dunia animasi Malang berkembang dan menjadi industry kreatif yang menghidupi banyak orang,” kata Adit.

Magang

        Tidak ingin sukses sendiri, Mocca memberi kesempatan siswa dan animator muda untuk magang di perusahaannya. Saat ini Mocca memperkerjakan 5 inti dan 50 pegawai magang. Pegawai magang tersebut terdiri dari siswa dan mahasiswa yang bergerak di bidang animasi. Siswa didikan Mocca ada juga yang sudah berhasil mendirikan studio animasi sendiri. Peserta magang dengan kualitas bagus akan diajak untuk menggarap proyek animasi bersama Mocca.

“Saya senang  kalau ada siswa yang dulu belajar di sini lalu keluar dan mendirikan perusahaan animasi sendiri. Artinya, ilmu yang didapat di sini bermanfaat. Semakin banyak perusahaan animasi di Malang, industry animasi Malang akan semakin berkembang,” kata pria kelahiran 16 September 1990 itu.

Adit pun dengan gembira membagi bagikan ilmu nya saat diundang ke berbagai acara. Tujuannya satu, yaitu menghidupkan dunia animasi di Malang. Dengan bekal pengalaman mengetahui dunia animasi Walt Disney di Singapura, Adit menularkan ilmu dan jurus menembus ilmu perfilman animasi luar negeri pada siapa saja yang berminat.

“Animator Malang rajin dan karyanya bagus bagus. Jika diberi peluang, karyanya akan meramaikan dunia animasi,” kata Adit.

Adit dan tman-temannya saat ini sedang menyiapkan karya serial untuk mengangkat nama Mocca. Mereka juga terus memperkuat ikon Joni Boni Puff, kucing animasi yang menjadi karya mandiri mereka yang cukup di kenal.

“Bekerja sendiri memang tidak mudah, karena kalu kita tidak bekerja, kita tidak akan mendapatkan apa apa. Tapi, dengan banyaknya orang bergantung pada saya saat ini, saya ada kewajiban untuk terus bekerja dan menghasilkan karya-karya terbaik,” kata Adit.

Adit dan teman temannya terus bergerak dan berkarya untuk menghidupkan dunia animasi Malang. Bukan hanya sukses sendiri, tetapi mereka bertekad mengajak animator lain di Malang guna turut merasakan kesuksesan bersama-sama.

ADITHYA YUSTANTO

  • Lahir :Malang, 16 September 1990
  • Alamat Kantor : Jalan Waring Vll no 7,Malang
  • E-mail : projection@gmail.com
  • Pendidikan : Game Animasi Universitas Negeri Malang (lulus tahun 2012)
  • Pengalaman :
  • Animator 3D di Tugramedia Studio Malang (2011)
  • Animator 3D di Invinite Studio Batam (2013)
  • Mendirikan Mocca Animation Studio (2013)
  • Magang di Walt Disney Singapura (2015)
  • Penghargaan :
  • Juara Anifest 2013
  • Juara Ultigraph
  • Juara ITB Aprentice Walt Disney
  • Juara Anifest 2014
  • “Runner up” FFAI
  • Finalis FFI

UC LIB-COLLECT

KOMPAS.16 FEBRUARI 2016.HAL.16

Sri Aemi & I Made Lila Arsana Menari Bersama Anak-Anak Tunarungu

Menari Bersama Anak-Anak Tunarungu.Kompas.1 Februari 2016.Hal.16

Tak ada yang lebih melegakan bagi Sri Aemi dan suaminya, I Made Lila Arsana, selain melihat anak-anak tunarungu didikan mereka mampu menari bali. Gerakan mereka indah, menyatu dengan music. Tidak ada bedanya dengan penari-penari lain yang bukan penyandang disabilitas.

OLEH AYU SULISTYOWATI

“Mereka sama. Mereka adalah anugerah. Kami hanyalah sedikit lebih sempurna dari mereka. Dan, kami tak pernah sulit berkomunikasi karena hati yang menyatukan setiap dialog kami,” kata Sri Aemi, awal Januari lalu.

Bagi Emi, demikian sapaan akrab Aemi, sudah menjadi garis Tuhan ketika ia harus bersama anak-anak yang memiliki kelemahan pada pendengaran. Sejak 2004, ia setia menjadi guru sekolah luar biasa (SLB) tuna rungu di Sesetan, Denpasar, hingga sekarang. Saat itu, gajinya boleh di bilang pas-pasan. Padahal, anak didiknya banyak,sekitar 100 orang.

Emi lantas diangkat sebagai pegawai negeri sipil tahun 2007 dengan gaji lebih baik. Pengangkatannya sebagai PNS bersamaan dengan diakuinya yayasan sekolah sebagai SLB negeri oleh pemerintah setempat.

Pengakuan tersebut membuatnya tambah semangat untuk mengangkat martabat anak-anak tuna rungu yang ia didik. Pada saat yang sama, Pemerintah Kota Denpasar juga aktif—terutama tiga tahun terakhir—membantu kegiatan social itu melalui dinas social dan tenaga kerja ataupun Koordinator Kegiatan Kesejahteraan Sosial, seperti mengajak anak-anak tampil dalam pentas tari, darama musical, rekaman lagu lagu, dan pembuatan film.

Menyemangati anak-anak

                Ibu enam anak ini tak pernah lelah membangkitkan rasa percaya diri pada anak-anak. “Saya selalu menekankan kepada mereka agar tidak minder. Paras mereka ayu dan ganteng. Bahkan, kemampuan berkesenian mereka melebihi anak normal. Mereka mukjizat,” tutur Emi.

Arsana, suami Emi, juga tak putus-putus menyemangati nak-anak didiknya. Arsana, yang punya segudang pengalaman mengajar tari dan menata musik sampai ke mancanegara, ikut melinatkan diri. Awalnya ia sempat ragu apakah bisa berkomunikasi langsung saat mengajar tari. Namun, ia akhirnya mencoba tantangan itu.

“Saya bekerja di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Denpasar dan sering ikut kegiatan yang melibatkan anak-anak penyandang disabilitas. Hanya saja, saya belum pernah mengajari mereka menari. Ini tantangan buat saya,” ungkap Arsana.

Selanjutnya, ia menyiapkan format bahasa isyarat menari yang mudah dipahami anak-anak tunarungu. Ini tak mudah karena mere sama sekali tak bisa mendengar music gamelan. Arsana mengandalkan gerakan tangannya sebagai isyarat.

“Saya berpikir, saya bisa mengajari orang asing di negaranya. Kadang, saya pun tak menguasai bahasanya, hanya mengandalkan bahasa Inggris, tetapi tetap bia lancer mengajar tari. Jadi, saya kira pasti bisa mengajar tari anak-anak tunarungu ini. Kan, tidak ada beda dengan mengajari orang asing,” kata Arsana.

Di depan anak-anak, biasanya Arsana memperagakan gerakan sambil tangannya member kode-kode tertentu, mencakup gerakan tangan, kaki, mata, dan memainkan selendang. Anak-anak lantas mengikutinya meskipun tidak bisa mendengar music pengiring tarian.

Namun, ada satu hal yang masih menjadi ganjalan bagi Emi dan Arsana, yaitu penyamaan kesempatan penari tunarungu dan penari normal di ajang perlombaan. Menurut mereka, selama ini penari-penari tunarungu hanaya dianggap pengggembir, itu tidak adil.

“Saya kecewa karena dipersyaratan lomba tidak ada penjelasan siapa yang boleh atau tidak boleh mendaftar lomba. Uang pendaftaran lomba di terima, tetapi kekurangan mereka tidak diterima. Isyarat tangan (diberikan) hanya agar penari bisa menyesuaikan diri dengan music, urusan gerakan adalah tanggung jawab penari,” tutur Emi sambil menahan tangis.

Ia sakit hati kepada semua dewan juri lomba tari itu. Bagaimana tidak, anak didiknya berlatih serius dan tak asal menari sebagai penggembira.

“Saya berani bertaruh, penari-penari tunarungu punya taksu (talenta) dan sama bagusnya sesuai penari bali. Saya melatihnya disiplin dan tidak ada beda dengan anak normal. Saya berani pentas bersama,” kata Arsana.

Membangun Sanggar

Agar masyarakat menghargai anak tunarungu yang berbakatseni, suami istri itu membentuk Sanggar Sandhi Muni Kumara. Sanggar ini terbentuk juga lantaran ada dorongan dari anak-anak tunarungu yang ingin mendapatkan ilmu lenih dalam menari. Anak-anak tunarungu dan penyandang disabilitas lain bisa ikut kegiatan sanggar secara gratis.

Emi dan Arsana tidak hanya memikirkan bagaimana anak-anak bisa berlatih, tetapi bagaimana mereka juga bisa tampil. Hal itu memerlukan biaya. Suami istri itu melakukan upaya apapun yang halal agar bisa mendanai anak-anak tunarungu didikan mereka untuk tampil. Tekor atau rugi karena harus mengeluarkan uang sendiri demi anak-anak didik sudah tidak ada lagi dalam kamus kehidupan mereka.

“Kami sudah memiliki fisik sempurna. Maka, kami tak perlu lagi memungut biaya apa pun dari mereka (anak-anak tunarungu). Bisa membagikan ilmu menari dan berkesenian kepada mereka sudah luarbias buat kami berdua. Mereka semangat kami dan begitu pula mereka menyemangati hidup dengan berkesenian,” kata Arsana.

I MADE LILA ARSANA·         Lahir :

·         Anak :

1.      Della (sudah menikah)

2.      Rahma ( kuliah smt IV)

3.      Anshar (SMP)

4.      Tio (SD)

5.      Ima (SD)

6.      Bagas (TK)

·         Pendidikan :

–          SD 28 Dangin Puri (1974-1980)

–          SMP 5 Denpasar (1980-1983)

–          SMK 1 (Kokar), Denpasar (1983-1986)

–          S-1 STSI Denpasar (lulus 1992)

·         Pekerjaan : Penata tari Sanggar Tari Sandhi Murni Kumara

SRI AEMI·         Lahir : Trenggalek, 26 Mei 1969

·         Pendidikan :

–          SDN Prambon V Trenggalek, Jawa Timur (1979-1982)

–          SMP Taman Dewasa Trenggalek (1982-1985)

–          SMA Merdeka Trenggalek (1985-1988)

–          Jurusan Seni Tari Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatika Surabaya (1988-1990)

–          S-1 Jurusan Pendidikan Luar Biasa IKIP PGRI Surabaya

–          Pascasarjana Undiksha, lulus Agustus 2015

·         Pekerjaan : Pemimpin Sanggar Tari Sandhi Muni Kumara

 

 

UC LIB-COLLECT

KOMPAS.SENIN.1FEBRUARI 2016.HAL.16