Kanker Ovarium Stadium Awal Tak Bergejala, Kenali Faktor Risiko dan Tanda-tandanya. Kompas. 14 Januari 2022. Hal. 8

JAKARTA, KOMPAS-Kanker ovarium stadium awal tidak menunjukkan gejala khas sehingga sering disebut sebagai silent killer atau pembunuh senyap. Namun, penyakit ini bisa diidentifikasi dengan mengenali faktor risiko dan tanda-tandanya sehingga dapat didiagnosis sedini mungkin.

Berdasarkan Global Burden of Cancer Study, terdapat 14.896 kasus baru kanker ovarium di Indonesia pada 2020. Tidak adanya gejala khas membuat kanker pada indung telur itu sulit terdeteksi pada stadium 1 dan 2.

Ketua Himpunan Onkologi dan Ginekologi Indonesia (HOGI) Brahmana Askandar mengatakan, mayoritas kasus kanker ovarium terdeteksi pada stadium 3 dan 4. Saat stadium awal, penderitanya tidak mengeluhkan gejala spesifik.

“Haidnya normal saja. Indung telur masih bisa berproduksi. Rata-rata pasien yang datang perutnya sudah membesar. Sesak karena ada cairan di paru-paru, gangguan buang air besar, dan ada penyebaran di usus,” ujarnya dalam konferen si pers Kampanye 10 Jari: Bersama Kita Bisa Menghadapi Kanker Ovarium, yang digelar daring, Kamis (13/1/2022).

Oleh sebab itu, meski kasus nya tidak sebanyak kanker ser viks, kanker ovarium tetap wajib diwaspadai. Menurut Brahmana, hanya 20 persen kasus kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal.

“Jika ditemukan lebih dini, 94 persen pasien mempunyai harapan hidup lebih dari lima tahun setelah didiagnosis. Penyakit ini dikenal sebagai silent killer bagi kaum perempuan,” katanya.

Mengenali faktor risiko sa ngat penting agar kanker ovarium bisa segera ditangani. Terdapat enam faktor risiko yang harus diperhatikan untuk mengenali penyakit ini.

Pertama, perempuan lanjut usia di atas 60 tahun. Faktor kedua, mempunyai angka kelahiran rendah. Artinya, perempuan yang lebih sering mengandung cenderung punya risiko lebih kecil.

“Faktor ketiga adalah riwayat kanker ovarium pada keluarga, seperti ibu dan saudara perempuan. Gava hidup buruk seperti kurang berolahraga juga turut menjadi faktor risiko,” ujar Brahmana.

Dua faktor lain adalah mempunyai riwayat kista endome triosis dan memiliki mutasi genetik. Endometriosis merupakan kondisi terbentuknya jaringan darah haid di luar rahim.

“Ukuran ovarium kecil, sekitar 2 sentimeter. Namun, jika menjadi kanker, ukurannya bisa mencapai 40 – 50 cm ucapnya. Kanker ovarium juga memiliki empat tanda yang bisa dikenali, yaitu perut kembung, nafsu makan berkurang, gangguan buang air kecil, nyeri panggul atau perut.

Paling tidak, empat gejala ini harus diedukasi kepada masyarakat. Berbeda dengan kanker serviks yang perubahannya tahap demi tahap. Perubahan dari normal menjadi kanker ovarium tidak jelas tahapannya. Tutur brahmana.

Hidup sehat

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Elvieda Sariwati mengatakan, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 30-50 persen kematian akibat kanker bisa dicegah. Pencegahan kanker dapat dilakukan dengan menghindari faktor risiko dan menerapkan pola hidup sehat.

“Jadi, perlu deteksi secara berkala. Namun, kanker ovarium menjadi salah satu kanker yang agak sulit untuk dideteksi dini,” katanya.

Oleh karena itu, kampanye 10 jari mesti terus digaungkan agar dipahami masyarakat luas. Kampanye tersebut mengacu pada mengenali enam faktor risiko dan empat tanda-tanda nya.

Elvieda menambahkan, penanggulangan kanker di Indo nesia dilakukan dengan beragam cara, mulai dari promosi kesehatan, deteksi dini, hingga penanganan kasus kampanye 10 jari tersebut menjadi bagian dari promosi kesehatan untuk mengedukasi masyarakat.

Ketua Umum Cancer Information and Support Center Ar yanthi Baramuli Putri menyebutkan, penanggulangan kanker ovarium membutuhkan kolaborasi sejumlah pihak. Langkah yang bisa diambil meliputi upaya promotif, diagnosis, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif secara berkesinambungan.

“Kami juga melihat bagaimana para penyintas kanker ovarium dapat bersatu dan mendukung satu sama lain untuk saling menguatkan dalam melawan penyakit ini. Diharapkan lebih banyak lagi perempuan di Indonesia yang melakukan deteksi dini ini,” ujarnya. (TAM)

 

Sumber: Kompas. 14 Januari 2022. Hal. 8

Arsitektur Kesehatan Global dalam Perspektif Politik Internasional. Kompas. 18 Januari 2022. Hal. 7

Dalam literatur konvensional, masalah kesehatan masih dianggap sebagai persoalan low politics sehingga dianggap kurang signifikan untuk diurus oleh negara.

Kalau yang dimaksud ada- lah masalah kesehatan “pada umumnya”, masih patutlah untuk dianggap seba- gai isu low politics.

Akan tetapi, kalau yang kita bicarakan adalah pandemi Covid-19 yang hingga Desember 2021 telah merenggut nyawa lebih dari lima juta jiwa di seluruh dunia dan di Indonesia tercatat korban sejumlah 150.000 lebih maka memosisikan kesehatan sebagai persoalan low politics sungguh sangat naif.

Virus Covid-19 yang terus bermutasi hingga sampai galur Omicron dan varian-varian lainnya memang belum pernah terjadi dalam sejarah dunia, kecuali flu Spanyol yang terjadi lebih dari seabad yang lalu. Sama ganasnya, sama globalnya, tetapi situasi dan kondisi pendukungnya sangat berbeda.

Sebagai bagian pendukung dari diplomasi kesehatan yang kali ini sedang digencarkan oleh Indonesia terkait dengan presidensi G-20 tahun 2022, tu lisan singkat ini ingin memotret arsitek kesehatan global dari kacamata politik internasional. Ingin menjelajah lebih jauh mencari jawaban apa saja yang perlu dilakukan untuk mengonstruksi arsitektur kesehatan dunia berdasarkan perspektif politik internasional?

Epistemologi krisis

Mengapa arsitektur kesehatan global harus dilihat sebagai isu politik internasional? Karena hal ini berkait dengan pandemi Covid-19 yang telah merenggut lebih dari lima juta jiwa, mengakibatkan lebih dari 100 juta orang menjadi miskin, dan lebih dari 800 juta penduduk di seluruh dunia mengalami kelaparan.

Mengonstruksi arsitektur kesehatan global dari perspektif politik internasional menuntut semua negara di dunia ikut melakukan gerakan bersama dalam menanggulangi krisis kesehatan ini. Politik internasional memosisikan persoalan arsitektur kesehatan global untuk menghadapi pandemi Covid-19 (ataupun pandemi lain di masa depan) sebagai isu high politics agar semua negara menghadapinya secara bersama-sama.

Kredo “Recover Together, Recover Stronger” dalam presidensi G-20 sangat tepat, tetapi harus didukung dengan sosiali sasi akademik yang menawarkan perspektif kritis yang baru ini, yang memosisikan human security sebagai traditional security supaya semua negara bertanggung jawab bersama, karena pandemi Covid-19 mengancam keselamatan manusia secara global dan simultan

Ancaman global

Menganggap Covid-19 sebagai ancaman global menjadikan isu arsitektur kesehatan global sebagai isu strategis dalam po litik internasional.

Menghadapi ancaman pandemi ternyata tak lebih mudah daripada menghadapi ancaman perang nuklir. Virus korona, va rian Delta, varian Omicron, dan segenap turunannya tidak pandang bulu. Manusia mana pun, baik yang komunis maupun kapitalis liberal, semuanya berpotensi menjadi korban. Hampir dua tahun ekonomi global terjebak dalam fobia global, ribuan penerbangan internasional dihentikan, pabrik pabrik, toko, restoran, ataupun kerumunan menjadi alergi sosial yang mencekam. Isu kesehatan yang semula hanya merungunan. pakan isu biasa langsung memaksa orang, di seluruh dunia, untuk taat protokol kesehatan yang kedengaran sederhana, tetapi sangat melelahkan. Korona muncul sebagai panglima global dalam rezim “koronokrasi” yang totaliter tanpa kompromi terhadap pasar.

Memang tidak semua orang percaya bahwa virus itu benar-benar telah mencekam dunia. Banyak orang yang menganggap peristiwa itu sebagai konspirasi para pihak yang mendapatkan keuntungan dari kepanikan global tersebut. Dalam arsitektur kesehatan global, kelompok orang semacam ini harus diyakinkan bahwa keberadaan mereka, dengan cara hidup mereka, mengancam kehidupan orang lain dan mengancam diri mereka sendiri.

Jumlah mereka tidak ba- nyak, tetapi penanganan pandemi memerlukan ketegasan komando global yang eksistensial, yang tak kenal kompromi, yang berpola preemtif, yang berupaya menihilkan semua halangan, karena sifat pandemi memang tanpa ampun. Yang percaya ataupun yang tidak percaya bisa menjadi mangsanya.

Suprastrukturbace, Kalau persoalan epistemologi dan penanganan pro anti konspirasi sebagai bagian dari suprastruktur yang harus dikelola lebih dulu dalam arsitektur kesehatan global, bentuk riil suprastruktur nya adalah multilateralisme penanganan pandemi secara serentak.

Keselamatan manusia harus menjadi prioritas tujuan masyarakat dunia. Harus percaya seratus persen bahwa pandemi Covid-19 hanya “melahap” manusia, tidak menyerang hewan, tanaman, ataupun bangunan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Covid-19 Vaccine Global Acces (COVAX), Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI) dan sejenisnya merupakan suprastruktur yang harus bervisi global untuk kemanusiaan. Karena pandemi termasuk sebagai bencana yang tak bisa diprediksi, lembaga penjamin mitigasi dan penanganan semacam asuransi kesehatan global menjadi sangat diperlukan.

Sayang, rencana pembentuk an Global Health Fund di bawah G20 Join Finance Task Force yang memerlukan dana sekitar 15 miliar dollar AS per tahun tidak disepakati oleh banyak negara anggota.

Kalau global health insurance (asuransi kesehatan global) di anggap riskan bisa saja dimulai dengan intercontinetal health fund, yang pengelolaannya berbasis benua. Ada di Afrika, Asia, Eropa, Amerika, dan juga Australia. Mengapa tidak?!

 

Sumber: Kompas. 18 Januari 2022. Hal. 7

Menghasilkan Enzim Rekombinan. Kompas 17 Januari 2022. Hal. 8

Tim peneliti di IPB University mengembangkan produk enzim rekombinan buatan dalam negeri. Hasil inovasi ini bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan reagensia dalam tes PCR yang meningkat selama masa pandemi Covid-19.

Kebutuhan reagensia pen dukung pemeriksaan polimerase makin besar. Padahal, sebagian besar reagensia masih diimpor. Tim peneliti dari IPB University pun berupaya menghasilkan reagensia berupa produk enzim rekombinan buatan dan produksi massal dalam negeri.

Teknik pemeriksaan berbasis reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) banyak digunakan dalam bidang biologi molekuler. Selama masa pandemi Covid-19, teknik pemeriksaan itu makin banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi vim SARS-CoV-2 penyebab

Penggunaan yang makin banyak ini membuat kebutuhan kit PCR semakin besar. Tidak hanya mesin PCR, kebutuhan reagensi untuk mendukung pemeriksaan PCR pun kian besar. Sementara ketersediaan reagensia di Indonesia saat ini bergantung dari produk luar negeri. Hal itu menyebabkan reagensia sulit didapatkan, terutama saat banyak permintaan di tingkat global.

Keterbatasan reagensia sempat terjadi ketika lonjakan kasus Covid-19 terjadi di banyak negara di dunia. Selain harga menjadi lebih mahal, proses pemesanannya pun menjadi lebih sulit karena negara yang memproduksi reagensia tersebut menghentikan pengiriman ke luar negeri.

Oleh sebab itu, penelitian dan pengembangan reagensia dari dalam negeri sangat mendesak. Diharapkan Indonesia bisa mandiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, bahkan membantu memenuhi kebutuhan secara global.

Berangkat dari situasi itu, para peneliti dari Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB University, Bogor, pun berupaya mengembangkan enzim dari bagian reagensia dalam pemeriksaan PCR baik secara konvensional maupun real time. Inovasi yang telah dihasil kan itu kini memiliki merek dagang yang disebut Invent pro.

Ketua Peneliti Produk Inventpro Joko Pamungkas dalam acara peluncuran produk enzim reverse transcriptase (RT) Inventpro pada akhir Desember 2021 menyampaikan, enzim RT Inventpro merupakan enzim rekombinan asal gen sintetik Moloney Murine Leukemia Virus (MMLV) dan Simian Retro virus Serotype-2 (SRV-2) yang sudah dimodifikasi pada beberapa asam amino lain.

Enzim tersebut dihasilkan melalui proses ekspresi dalam sistem Escherichia coli dengan menggunakan sumber DNA dari gen sintetik

Gen sintetik dipilih karena dapat memudahkan proses konstruksi rekayasa genetik yang dilakukan. Konstruksi rekayasa diperlukan untuk menghindari efek dari penggunaan kode genetik individual (individual codon usage) yang dapat memengaruhi efektivitas ekspresi gen.

Penggunaan gen sintetik melalui teknologi sintesis gen juga relatif baru. Selain itu, enzim rekombinan sejenis dari gen sintetik tersebut belum pernah dikembangkan.

“Enzim reverse transcriptase Inventpro sangat penting dalam pengembangan teknologi, terutama bidang bioteknologi dan kegiatan yang terkait pengujian biomolekuler atau uji-uji yang memerlukan sintesis DNA dari materi genetik RNA,” kata Joko

Pengujian biomolekuler tersebut terutama untuk pengujian dari virus yang memiliki materi genetika. Apabila amplifikasi materi genetik akan dilakukan, mesin PCR tidak dapat melaksanakan pengujian sehingga materi genetik RNA ha rus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Enzim RT Inventpro inilah yang berperan dalam proses komplementari DNA dari materi genetik RNA.

Joko mengatakan, para peneliti sekarang berhasil mengembangkan kit enzim RT Inventpro sistem sintesis cDNA serta enzim RT Inventpro murni. Pengadaan enzim murni itu diharapkan bisa juga digunakan untuk pengujian lain selain pengujian berbasis PCR.

Keunggulan

Produk enzim RT Inventpro diklaim memiliki sensitivitas yang sebanding dengan produk komersial kualitas premium yang digunakan untuk sintesis cDNA dalam amplifikasi gen dari berbagai jenis spesimen. Secara spesifik, enzim ini juga telah teruji pada amplifikasi gen spike (S) SARS-CoV-2.

Joko memaparkan, enzim ini telah teruji memiliki periode simpan minimal dua tahun dengan fungsi sintesis yang tetap terjaga baik. Sebagai produk dalam negeri, enzim ini juga lebih mudah dijangkau dan dipasti 2021. kan ketersediaannya. Harga produk ini pun jauh lebih terjangkau, yakni 25 persen dari harga produk komersial dengan kualitas premium.

Produk enzim RT Inventpro sudah mendapatkan izin produksi dengan nomor FK.0102/VI/474/2018 dan dapat diproduksi melalui PT Biomedical Technology Indonesia Sejak awal pengembangan, penelitian enzim tersebut sudah dilakukan bersama dengan PT Biomedical Technology Indonesia dengan pembiayaan dari Lembaga Pengelola Dana Pen didikan (LPDP) Kementerian Keuangan pada tahun 2019 dan 2021

Bioteknologi

Direktur PT Biomedical Technology Indonesia Gunadi Setiadarma menuturkan, produk enzim RT Inventpro dinilai dapat bersaing dengan produk-produk lain yang serupa. Hal tersebut terutama jika di tinjau dari segi harga dan kemudahan dalam penyediaan di dalam negeri.

“Inovasi ini memiliki nilai penting dalam pengembangan bioteknologi di Indonesia dan juga ilmu pengetahuan secara umum. Enzim ini juga memiliki nilai ekonomi yang strategis sekaligus dapat mendukung kemajuan bidang biomolekuler ucapnya. dan bioteknologi di Indonesia,” ujarnya.

Menurut Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB University Ernan Rustiadi, inovasi enzim Inventpro memperlihatkan bahwa penelitian yang dilakukan di IPB University cukup beragam, termasuk di bidang kesehatan. Inovasi tersebut juga menjadi bentuk sumbangsih dalam memberikan solusi atas pandemi Covid-19.

“Kerja sama dan kolaborasi akan terus ditingkatkan agar lebih banyak keluaran yang di hasilkan untuk mengatasi berbagai persoalan di masyarakat,”

Rektor IPB University Arif Satria, dalam siaran pers beberapa waktu lalu, mengutarakan, inovasi yang dihasilkan IPB University ini didapatkan dari hasil pengamatan terhadap realitas. Ia menyebut, interaksi antara dunia riset dan dunia nyata akan menghasilkan solusi yang baik. “Kombinasi antara imajinasi peneliti dan kebutuhan lapangan ini kombinasi yang tidak boleh dipisahkan,” katanya. Kehadiran inovasi di bidang medis ini menempatkan IPB University tidak hanya berkiprah di bidang pangan, tetapi juga di bidang kesehatan dan biomedis. “Dengan adanya inovasi Inventpro, IPB University menempatkan diri tidak hanya di bidang pangan, tetapi dalam bidang kesehatan,” ujarnya.

“Ketika kita berbicara mengenai kesehatan, maka kita harus membahas tentang kesehatan manusia, kesehatan hewan, kesehatan tanaman, dan kesehatan lingkungan. Kesehatan manusia tidak bisa terlepas dari kesehatan hewan, apalagi ber kaitan dengan sumber penyakit di masa depan yang diproyeksikan banyak bersumber dari hewan,” kata Arif.

 

Sumber: Kompas 17 Januari 2022. Hal. 8

Serba-serbi Carpal Tunnel Syndrome. Tak Mempan Rehabilitasi, Harus Operasi. Harian Disway. 17 Januari 2022. Hal. 42-43

Sebenarnya sudah dua kali saya membahas carpal tunnel syndrome, alias sindrom lorong karpal. Tapi masih banyak banget yang menanyakan. Itu berarti, penderitanya makin banyak. Dan memang gangguan ini bisa menyerang siapa saja. Mulai dari pekerja kantoran yang banyak. menggunakan komputer, hingga mereka yang mengalami kondisi medis tertentu.

TEMAN, Pak Ferry, hobi main T tenis meja. Suatu hari, tiba-tiba tanganya tak bisa memegang bet. Lain dengan Pak Syamsul, la tak bisa mengancingkan baju dan kesemutan pada seluruh jari tangan. Kedua kenalan saya itu baru bisa beraktivitas normal setelah menjalani operasi. Keduanya didiagnosa mengalami carpal tunnel syndrome. Yang gejalanya menyerang telapak tangan.

Gangguan itu biasanya timbul pada usia pertengahan. Penderita perempuan lebih banyak. Keluhan yang sama kadang dialami ibu hamil. Mereka merasa seluruh jari tak bisa digengamkan rapat, karena mengalami kesemutan luar biasa. Namun, setelah anak lahir, keluhan itu menghilang dengan sendirinya.

Apa itu Carpal Tunnel Syndrome? Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindrom lorong karpal merupakan suatu kondisi neuropati yang menimbulkan sensasi kesemutan pada tangan. Biasanya, sindrom ini menyerang bagian pergelangan dan jari-jari tangan. Ia adalah kumpulan gejala dan tanda yang terjadi karena kompresi nervus medianus dalam carpal tunnel di pergelangan tangan.

CTS menyebabkan paresthesia pada area distribusi nervus medianus tersebut. Prevalensi CTS sebesar 15 persen dari populasi. Prevalensi paling banyak pada perempuan dengan usia di atas 55 tahun. Gejala ini juga sering ditemukan pada orang dengan obesitas, perokok, dan penderita diabetes mellitus (DM), Cervical Root Compression dan Thoracic Outlet Abnormality juga dihubungkan dengan CTS.

Faktor resiko terjadinya CTS dihubungkan dengan jenis pekerjaan yang menyebabkan

  1. posisi pergelangan tangan dan tangan yang salah
  2. penekanan pada bagian dasar dan telapak tangan
  3. Gerakan yang berlebihan dan vibrasi

Saat mengalami CTS, jari-jari tangan mengalami sensasi mati rasa, kesemutan, dan nyeri, Bagian yang paling sering terpengaruh adalah jempol, jari tengah, dan telunjuk. Biasanya mati rasa itu terjadi pada malam. Gejala ini kemungkinan disebabkan karena tangan dan pergelangan berada pada posisi rileks dan lentur saat tertidur. Selain itu, bisa juga disebabkan karena penimbunan cairan yang mengakibatkan terhimpitnya persendian. Akhirnya, Andal akan terbangun dengan tangan mengalami kesemutan dan mati rasa.

Angka Kejadian National Health Interview Study (NHS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan di antara populasi dewasa adalah sebesar 1,55 persen (2,6 juta). Kejadian CTS pada populasi diperikrakan 3 persen pada perempuan, dan 2 person pada laki-laki. Dengan prevalensi tertinggi pada perempuan berusia lebih dari 55 tahun. Tapi CTS bisa mengenal usia pertengahan. Prevalensi meningkat pada kehamilan.

Mekanisme Terjadi Carpal Tunnel Syndrome

Carpal tunnel adalah lorong sertipit pada pergelangan tangan, yang dikelilingi tulang pergelangan tangan di bagian bawah dan jaringan ikat (ligamen) yang melintang di atasnya. Saraf median berjalan melalui lorong ini untuk memberikan sensasi perasa atau sentuhan pada telapak ibu jari, jar telunjuk, jari tengah, dan setengah jari manis.

Ketika terjadi pembengkakan pada bagian saraf, tendon, atau bahkan keduanya, saraf median akan tertekan dan mengakibatkan kondisi carpal tunnel syndrome. CTS bisa terjadi saat seseorang menderita radang sendi, melakukan gerakan berulang, serta mengandung.

CTS terjadi karena peningkatan tekanan pada fibroosseus tunnel. Tekanan normal pada carpal tunnel adalah 7-8 mmHg. Peningkatan tekanan sebesar 30 mmHg dapat menimbulkan gejala CTS. Tekanan yang besar menyebabkan iskemia dan kegagalan konduksi dari nervus medianus.

Jika peningkatan tekanan terus berlanjut, maka akan terjadi demyelisasi segmental. Serat sensoris dari nervus medianus adalah yang pertama terpengaruh Karena myelinisasinya yang luas dan kebutuhan metabolik yang tinggi. Peningkatan tekanan yang semakin lama menyebabkan kerusakan motor fiber dan kelemahan terjadi kemudian.

Gejala CTS

Pada tahap awal, penderita mungkin hanya mengalami gangguan sensorik. Biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran i listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari, walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jart.

Bila penyakit berlanjut rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin soring bahkan dapat menetap. Kadang-kadang nyeri dapat terasa sampai kelengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan. Keluhan dirasakan terutama malam hari.

Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari tangan dan pergalangan tangan, terutama saat pagi. Lebih lanjut lagi, penderita mengeluh jari jarinya menjadi kurang terampil. Misalnya saat memungut benda-benda kecil. Gejala yang muncul bisa terjadi pada salah satu atau kedua tangan sekaligus. Tapi pada kebanyakan kasus, CTS akhirnya memengaruhi kedua tangan.

  1. Kesemutan, mati rasa atau kebas, dan rasa sakit pada tiga jari tangan (bu jari, telunjuk, dan jari tengah).
  2. Ibu jari melemah
  3. Muncul rasa seperti tertusuk pada jari tangan.
  4. Muncul rasa sakit yang menjalar ke tangan atau lengan.

Penyebab CTS Penyebab CTS diduga oleh karena trauma, infeksi, gangguan endokrin, dan lain lain. Tetapi sebagian lagi tidak diketahui penyebabnya. Penggunaan tangan yang berlebihan dan repetitif diduga berhubungan dengan sindrom ini. Pada kebanyakan kasus CTS, penyebab tertekannya saraf median ini belum diketahul. Tapi ada beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko. Berikut beberapa faktorya:

  1. Faktor keturunan keluarga yang menderita CTS
  2. Cedera pada pergelangan tangan
  3. Kehamilan, hampir setengah dari perempuan hamill mengalami CTS. Gejala itu biasanya menghilang sesaat setelah bayi lahir
  4. Pekerjaan berat dan berulang-ulang dengan memakai tangan, seperti mengetik, menulis, atau menjahit
  5. Kondisi medis lain, misalnya rheumatoid arthritis dan diabetes
  6. Menggunakan tangan yang terpengaruh untuk beraktivitas
  7. Melakukan gerakan tangan atau pergelangan secara berulang-ulang
  8. Tidak menggerakkan tangan atau lengan untuk waktu yang lama.

Penunjang Diagnosa

  1. Tes fisik
  2. Tes darah
  3. Elektromiografi
  4. Studi konduksi saraf
  5. Sinar X

Diagnosa didasarkan pada Phalen’s test dan Tinel’s sign yang positif. Bisa juga dengan Phalen’s maneuver. Yang dilakukan dengan cara menekuk kedua pergelangan tangan. Lalu ditekan secara lembut. Curigai bila terasa nyeri atau kebas yang menjalar. Diagnosa ketiga ditentukan oleh elektromiografi atau studi konduksi saraf. Adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif, dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar. Bisa juga dengan pencitraan USG pada telapak tangan.

Pengobatan

Rehabilitasi

  1. Medikamentosa steroid sesuai indikasi (baik oral maupun injeksi)
  2. Modifikasi pekerjaan sementara waktu termasuk modifikasi postur
  3. Tendon and Nervo Gliding Excercise.

Terapi Modalitas

  1. Low Level Laser Therapy (LLLT) pada daerah carpal tunnel. LLLT dapat mengurangi nyeri, meningkatkan ROM aktif, dan memperbaiki toleransi aktivitas fungsional
  2. Pulsed Ultrasound (25 % duty cycle), 1 MHz, 1,0 W/cm2 selama 15 menit.

Terapi Ortotik

Penggunaan spirit pada posisi netral pada malam hari dapat mengurangi gejala CTS. Jika dilakukan secara full time, dapat memperbaiki gejala dan elektrofisiologi yang lebih baik. Perbaikan maksimal terjadi dalam dua sampai tiga pakan, Selama periode istirahat, takukan stretching fleksi dan ekstensi pergelangan tangan dan lengan bawah, dibantu oleh tangan yang sehat. Latihan strengthening dapat dilakukan, tetapi hindari strengthening yang agresif. Semua tindakan di atas disesuaikan dengan derajat keparahan dan hasil pemeriksaan kemampuan fungsional (functional status scale dan symptomverity scale)

Terapi Operasi Indikasi operasi pada kasus CTS adalah adanya atrofi thenar, defisit sesoris, potensial fibrilasi pada pemeran EMG, gejala yang persiateroih setahun, di mana terapiservatif gagal. Teknik operasi yang digunakan adalah Open Carpal Tunne! Release (OCTR).

Di beberapa literatur, dinyatakan bahwa teknik OCTR adalah gold standard untuk terapi pembedahan pada pasien dengan CTS. Teknik ini memberikan hasil yang bagus dan komplikasi yang minimal. Beberapa studi menunjukkan OCTR berhubungan dengan beberapa insiden pasca operasi, berupa rasa tidak nyaman pada area palmar, scar tendemess, dan kelemahan. Oleh sebab itu teknik endoscopic release dapat digunakan sebagai alternative

Gejala CTS yang ringan dan sedang bisa ditangani dengan cara membalut pergelangan dengan papan kecil. Pembalutan tangan ini bertujuan untuk meminimalkan gerakan yang dapat memicu penekanan saraf medianus, terutama gerakan menekuk pergelangan tangan ke arah dalam.

Penanganan faktor risiko akan memperbaiki gejala, penggunaan obat anti Inflamasi untuk artritis tangan, mengurangi penggunaaan tangan yang berulang. mengistirahatkan pergelangan tangan, Pemasangan bidai pada posisi netral pada pergelangan tangan akan memperbaiki gejala. Jangan anggap sepele CTS, karena kondisi ini bisa membuat kita susah beraktivitas (Retna Christa-“)

 

Sumber:  Harian Disway. 17 Januari 2022. Hal. 42-43

5 Tips Memilih Sabun Cuci Tangan yang Tepat. Kompas. 17 Januari 2022. Hal. 12

MENCUCI tangan dengan sabun sangat penting, baik dalam kondisi pandemi maupun tidak ada pandemi. Pada masa pandemi, karena orang lebih sering mencuci tangan, memilih sabun cuci tangan pun jadi penting. Bagi sebagian orang, terutama yang kulitnya sensitif, meningkatnya frekuensi mencuci tangan dapat menyebabkan iritasi. Sebagian sabun mengandung bahan yang dapat memicu dermatitis, peradangan kulitust yang diakibatkan kontak langsung dengan zat tertentu. Kulit dapat menjadi kering, kemerahan, terasa gatal-gatal, bahkan mengelupas. Oleh karena itu, kita mesti cukup selektif. Simak tips memilih sabun tangan berikut ini.

  1. Cek kandungan pelembab pada sabun tangan

Alina alih secara manasuka memilih sabun cuci tangan di toko dan menaruhnya begitu saja di keranjang, cek dulu label komposisinya. Cek apakah ada kandungan pelembab, seperti minyak kelapa, lidah buaya, minyak tumbuh tumbuhan, shea butter, cocoa butter, protein susu, vitamin E, atau gliserin.

Lidah buaya dan cocoa butter adalah kandungan umum pada sabun tangan yang cocok untuk merawat kulit kering dan kasar. Sementara itu, gliserin adalah humektan yang dapat menarik air dari lapisan dermis ke lapisan kulit di atasnya agar permukaan kulit tetap lembab.

  1. Jangan gunakan sabun busa

Sabun yang hanya berupa busa tidak bisa membersihkan tangan Anda sebaik sabun cair. Ketika sabun busa dibubuhkan di telapak tangan, Anda tidak akan menggosok tangan sekuat yang dilakukan dengan. sabun cair. Karena sabun cair membutuhkan waktu lebih lama untuk berbusa, Anda akan membasuh tangan lebih lama dan karenanya lebih bersih, dengan sabun cair. Selama pandemi, penting untuk mencuci tangan dengan lebih lama dan menyeluruh.

  1. Gunakan sabun tangan antibakteri

Sebetulnya, semua sabun tangan dapat membunuh kuman. Namun, sabun antibakteri tetap lebih efektif. Inilah alasan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan, yang digunakan adalah sabun antibakteri.

Selama kita belum lepas dari pandemi, sabun. antibakteri adalah pilihan yang lebih bijak. Sabun bertanda antibakteri mengandung zat pembunuh kuman tambahan, seperti benzalkonium klorida, benzethonium klorida, dan kloroxilenol.

  1. Kalau bisa, pilih sabun yang mengandung pelembab sekaligus zat antibakteri

Tidak semua sabun tangan mengandung keduanya, pelembab dan kandungan antibakteri. Namun, kini, sudah banyak jenama yang menggabungkan komposisi ini.

  1. Cek kandungan surfaktan

Surfaktan adalah bahan yang berfungsi memerangkap kotoran dan memudahkan untuk melepasnya dari permukaan kulit. Surfaktan dikenal juga dengan sodium lauryl sulfate (SLS) atau sodium laureth sulfate (SLES). [NOV]

 

Sumber: Kompas. 17 Januari 2022. Hal. 12

Resolusi Kemendikbudristek 2022. Kompas. 28 Desember 2021. Hal. 6

Seorang suster biarawati, kepala sekolah dasar swas. orangtua siswanya, memberikan jawaban sangat lugas ketika ka mi sempat terlibat diskusi singkat terkait proses pembelajaran di 2022. “Kami akan mem- berikan pendampingan healing kepada orangtua siswa di awal tahun 2022 ini,” tegasnya.

Suster berkilah, para siswa sampai pengujung 2021 ini telah sangat cepat beradaptasi dengan berbagai teknologi dan model pembelajaran yang menyertainya, apakah daring, semiluring, campuran daring-luring, atau pun uji coba tatap muká; tetapi justru sebagian orangtua siswa belum sukses beradaptasi dengan kondisi selama ini sehingga sampai saat ini belum mengizinkan anaknya ke luar rumah, apaagi ke sekolah.

“Beliau yang meninggal ini salah satu contohnya. Almarhum sering ketakutan karena katanya menderita sakit jantung, dan traumanya itu meng- imbas ke berbagai larangan pada anaknya.” Tiga resolusi tahun 2022

Di awal 2022 ini, terutama di semester kedua tahun ajaran 2021/2022, Kemendikbudristek selayaknya terpanggil untuk memberikan sekurangnya tiga resolusi pendidikan. Pertama, resolusi untuk orangtua, berupa pendampingan healing kepada orangtua. Kedua, resolusi tentang arah “kebudayaan digital”. Ketiga, resolusi tentang “akar dan buah teknologi” yang akan menjelaskan sosok pohonnya

Harus diakui, selama pandemi ini, orangtua siswa adalah pihak yang paling pontang-panting, tetapi memang mengembalikan muruah asas utama pendidikan, untuk ikut menyelenggarakan suksesnya proses pembelajaran anaknya, apa pun model pembelajaran yang sedang dialami anak saat ini. Tak mustahil daya tahan mental ataupun emosi sebagian orang tua tergerus, bahkan mengarah ke kondisi traumatis yang harus segera dicari jalan keluarnya.

Pendampingan healing oleh pihak satuan pendidikan (sekolah) adalah salah satu jalan ke luar terbaik mengingat orang tua tak terpisah dari anaknya dan sekolahnya dimana mereka bergelut dengan model-model pembelajaran yang silih berganti berhubung kondisi pandemi.

Seolah tumbuh berdampingan, model pembelajaran di masa pandemi beriringan dengan kian cepat tumbuhnya “kebudayaan digital,” dalam setiap rumah tangga dan lebih-lebih dalam masyarakat.

Salah satu pemicu trauma orangtua tentu lantaran gempuran digital ini sehingga kompletlah penderitaan mereka, “memaksa” mereka harus segera bisa. Kebudayaan digital sangat cepat merasuki siapa pun, baik yang tak siap, tak mau, maupun yang merasa tak membutuhkan nya. Akselerasi kebudayaan digital harus memanggil Kemendikbudristek untuk secara konkret menumbuhkan ekosistem pendidikan (masyarakat) secara baru, yakni: tetap berkiblat pada pengembangan cipta, rasa, dan karsa untuk menghasilkan karakter berbangsa dan bernegara secara modern.

Akar dan buah teknologi MT Zen (1984) selaku editor buku Sains, Teknologi, dan Hari Depan Manusia menuliskan antara lain: “Sains tanpa teknologi bagaikan pohon tak berbuah, sedangkan teknologi tanpa sains bagaikan pohon tidak berakar”.

Memang, sains hanya mampu menyodorkan dan mengajarkan fakta dan nonfakta ke manusia, tetapi tak mampu (berhak?) mengajarkan apa yang seharusnya dilakukan/jangan dilakukan orang. Yang terakhir ini tugas kesenian (kebudayaan) dan teologi, karena sains dan teknologi tetap membutuhkan bimbingan moral sebagaimana pameo lama mengatakan: sains tanpa religi/teologi akan buta, religi/teologi tanpa sains akan lumpuh.

Di sinilah kebudayaan sangat berperan, yaitu membantu orang (manusia) untuk terus menemukan jati dirinya untuk akhirnya memampukan orang itu memberikan jawaban religius atas pertanyaan-pertanyaan: siapa aku, siapa engkau, siapa mereka; ke mana aku, ke mana engkau, ke mana mereka. Kualitas jawaban atas pertanyaan- pertanyaan itulah buah sains dan teknologi; dan dalam konteks nomenklatur Kemendikbudristek tentu ada pertanyaan, di mana riset berkiprah: di pendidikannya, kebudayaannya, ataukah teknologinya?

Dan inilah resolusi 2022 yang harus tegas menyebutkannya, betapa riset itu akar dari pendidikan, kebudayaan, dan teknologi; sedangkan buahnya dapatlah dilihat antara lain dari orangtua (siswa) yang merdeka karena tak lagi stres atau trauma serta kebudayaan digital yang membangun cipta, rasa, dan karsa secara modern.

Dalam buku editannya, MT Zen menampilkan kutipan puisi WB Yeats yang gelisah karena, di satu sisi “akal budi kita dipaksa memilih kesempurnaan dalam hidup atau pekerjaan”, padahal di sisi lain manusia itu sebenarnya senang jadi pemalas, tetapi nikmat hidupnya.

Maka ambil semua emas dan perak sebisamu. Puaskan ambi simu/tuangi hari-biasa dengan sinar mentari.

Dan semarakkan bagai hari raya/. Dan atas pepatah ini renungkan: lelaki malas dirindukan semua perempuan/tapi anak-anak mengharapkan harta kekayaan./Sesungguhnya, belum pernah ada seorang lelaki jua/cukup hidup hanya dengan rasa syukur anak-anaknya/dan peluk kecup perempuannya. (hal. 77-78)

Penggalan puisi (tepatnya satire) ini bisa kita pakai sebagai pengingat dua hal penting ter kait resolusi 2022 menuju hari depan berbangsa dan bernegara. Pertama, teruskan kerja keras (dan cerdas) Kemendikbud ristek sebagaimana terjadi di 2021. Kedua, bagaikan lelaki yang “tak cukup hidup hanya dengan rasa syukur anak-anak nya dan peluk kecup perempuannya”, pengabdian kementerian ini cakupannya bukan saja untuk “anak dan istri”, melainkan sangat luas di aspek-aspek pendidikan dan kebudayaannya, berikut menyangkut buah riset dan teknologinya.

POJOK

Harga sejumlah bahan pokok melonjak. Hati-hati, siapa tahu ada yang “aji mumpung”….

Menanti realisasi janji manis energi bersih. Jangan manis di depan, tapi pahit di belakang.

Akhir tahun, penum pang masih datangi bandara dan stasiun…. Ingat protokol kesehatan.

 

Sumber: Kompas. 28 Desember 2021. Hal. 6

Pendeteksi Antibodi Berbasis Elisa. Kompas. 10 Januari 2022. Hal. 9

Peneliti dari IPB University mengembangkan kit antibodi Covid 19 berbasis enzyme-linked immunosorbent assay atau Elisa. Alat ini dapat mengukur antibodi seusai vaksinasi.

Selain menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, vaksinasi juga menjadi strategi kunci menangani pandemi Covid-19. Bahkan, dalam waktu dekat dilakukan vaksinasi penguat atau booster menyusul kemunculan mutasi virus penyebab Covid-19 dengan tingkat penularan yang tinggi seperti Delta dan terbaru Omicron.

Mengingat pentingnya vaksinasi, hingga kini pemerintah terus mengejar cakupan vasi nasi. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, cakupan vaksinasi tahap pertama hingga Minggu (9/1/2022) mencapai 170227461 orang atau 81,74 persen dari sasaran. Cakupan vaksinasi kedua sebanyak 116.825.699 orang atau masih 56,09 persen.

Seseorang divaksinasi agar tubuhnya menghasilkan anti bodi untuk melawan virus. Ide awalnya, hal ini perlu ditindak lanjuti dengan pengujian untuk mendeteksi dan mengukur kadar antibodi yang terbentuk. Namun, alat pengukuran anti bodi yang banyak digunakan masyarakat mayoritas masih impor dan berbiaya mahal.

Saat ini peneliti Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University telah mengembangkan kit anti bodi Covid-19 berbasis enzyme -linked immunosorbent assay (Elisa). Melalui inovasi ini, efektivitas program vaksinasi Covid-19 selama pandemi bisa dipantau dan dievaluasi secara lebih baik.

Produk inovasi yang diberi nama kit Elisa antibodi Covid-19 Merah Putih ini diluncurkan secara resmi pada 21 Desember 2021.

Dua jenis penanda

Ketua Tim Peneliti Kit Elisa Antibodi Covid-19 Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB Uni versity Huda Shalahudin Darusman menyampaikan, kit Elisa antibodi Covid-19 ini dikembangkan dengan dua jenis penanda antibodi untuk mendeteksi dua partikel utama virus SARS-CoV-2. Dua jenis tersebut ialah penanda bagian luar (spike/protein paku) dan dalam (nukleokapsid) sehingga informasi yang diperoleh lebih definitif serta akurat.

“Saat ini banyak varian Co vid-19 seperti yang terbaru, yakni Omicron, dan kita harus tahu banyak perubahan di bagian spike sehingga bisa kita back up atau deteksi lainnya agar lebih akurat kadar antibodinya. Kit ini mendeteksi dua jenis partikel virus dan dapat mengetahui kekebalan dan jumlahnya secara spesifik,” ujarnya.

Proses pembuatan kit Elisa antibodi Covid-19 ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama ialah memproduksi protein rekombinan nukleokapsid (N) LOSON. dan antigen protein receptor Grun binding domain (RBD) SARS-CoV-2. Sementara pada tahap kedua ialah pengaplikasian protein rekombinan

SARS-CoV-2 melalui uji Elisa. Proses pembuatan kit Elisa antibodi Covid-19 ini menggunakan teknologi yang berbeda dengan kit antibodi yang sudah ada di masyarakat. Teknologi yang digunakan dalam mengembangkan protein N dan sehatan. RBD SARS-CoV-2 ini ialah dengan protein rekombinan berbasis gen sintetik yang sudah dioptimasi kodenya.

Komponen deteksi protein rekombinan yang dikembangkan oleh peneliti dari IPB University ini merupakan komponen utama dalam dasar pengujian antibodi dan telah dipatenkan. Komponen ini juga di aplikasikan dengan teknik yang mudah dan ramah digunakan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan

Sebelum resmi diluncurkan dan mendapatkan paten, kit Elisa antibodi Covid-19 telah melalui serangkaian tahap pengujian. Salah satu tahap yang dilakukan adalah pelapisan rekombinan protein in house dan komersial untuk mendeteksi antibodi. Hasil pengujian menunjukkan adanya interaksi antara protein dan antibodi pada serum kontrol. Artinya, ter- dapat indikasi potensi kemampuan protein rekombinan dalam mendeteksi antibodi SARS-CoV-2 pada sampel serum.

“Kami juga telah menguji pada sampel manusia yang telah divaksin dan telah melalui persetujuan etik. Penelitian ini melibatkan mahasiswa sehingga ada konektivitas LPPM dengan sekolah pascasarjana dan telah menghasilkan dua karya tulis ilmiah pada media internasional bereputasi,” kata Huda.

Integrasi teknologi

Menurut Huda, hasil deteksi kit Elisa antibodi Covid-19 da- pat diintegrasikan dengan teknologi kecerdasan buatan (ar- tificial intelligence/Al) yang bisa dibaca dan dianalisis. Integrasi teknologi ini memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang mendekati penggunaan mesin konvensional. Pengembangan ini nantinya akan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan IPB University.

Huda menegaskan, kit Elisa antibodi Covid-19 pada akhirnya dapat membantu dalam mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan vaksinasi yang telah berjalan. Dengan adanya evaluasi, ke depan akan dapat menghasilkan pertimbangan untuk strategi tata laksana vaksin yang lebih baik. Pengembangankit ini juga mendukung kemandirian nasional dalam penanganan Covid-19 dan riset kesehatan.

“Kami akan mencoba terus mengembangkan kit antibodi ini pada proses produksi dan perlu validasi serta pendampingan dari mitra riset maupun Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) untuk menja dikan produk ini kompetitif,” ucapnya.

Dalam kegiatan peluncuran kit Elisa antibodi Covid-19 tersebut, Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB University juga mengenalkan enzim reverse transcriptase (RT) inventpro. Enzim ini adalah enzim rekombinan asal gen sintetik Molony Murine Leukemia Virus (MMLV) dan Simian Retrovirus Serotipe-2 (SRV-2) yang sudah dimodifikasi pada beberapa asam amino lainnya.

Enzim RT inventpro sangat penting di dalam pengembangan teknologi terutama untuk bioteknologi dan kegiatan yang terkait dengan biomolekuler uji yang memerlukan suatu sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) dari materi genetik asam ribonukleat (RNA). Salah satu aplikasi penggunaan enzim ini ialah membantu mendeteksi Covid-19 melalui teknik reaksi rantai polimerase (PCR).

Tak hanya pangan

Rektor IPB University Arif Satria mengatakan, dengan di kembangkannya kit Elisa an tibodi Covid-19 dan enzim RT inventpro tersebut, secara de à facto IPB University sudah me nempatkan diri tidak hanya dalam penelitian di bidang pangan, tetapi juga kesehatan. Penelitian di bidang kesehatan yang berbasis sumber daya lokal ini sangat penting untuk pengembangan biomedis ke depan.

Ia menyatakan, IPB University terus mendorong agar hilirisasi riset dari IPB terus terwujud untuk kepentingan masyarakat, industri, ataupun pemerintah. “Oleh karena itu, inovasi ini harus terus digulirkan di masyarakat dan bergantung kepada desain riset. Kami terus mengajak para peneliti untuk 1 mengombinasikan antara imajinasi dan interaksi dunia nyata 1 agar penelitian membawa manfaat yang besar,” tuturnya.

 

Sumber: Kompas. 10 Januari 2022. Hal. 9

Menjaga Kepatuhan Warga Menjalankan Protokol Kesehatan Tahun 2022. Kompas. 2 Januari 2022. Hal. 4

Memasuki tahun 2022, masyarakat tentu ber harap pandemi Covid-19 segera berakhir agar mereka bisa menjalankan aktivitas dengan lebih leluasa. Meski demikian, mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan akan tetap menjadi kebiasaan setiap orang. Bahkan, ketika pandemi telah mereda.

Hampir dua tahun hidup di masa pandemi yang mengharuskan setiap orang selalu menjalankan protokol kesehatan, membuat mematuhi protokol itu sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Mengingat pandemi memang belum usai, ditambah pula dengan ditemukannya kasus varian Omicron di Indonesia pada 15 Desember 2021 lalu. Meski kasus positif Covid-19 cenderung melandai, cepatnya penularan Covid-19 varian Omicron yang dalam waktu dua minggu ini tercatat sudah menjadi 68 kasus, membuat kepatuhan pada protokol kesehatan harus tetap dijaga. Apalagi sudah terjadi ka sus penularan transmisi lokal.

Masyarakat yang sudah ba nyak melakukan kegiatan di luar rumah jangan sampai lengah hingga abai menjalankan protokol kesehatan karena euforia dengan semakin melan dainya kasus dan alasan sudah divaksin. Nyatanya varian baru.

Omicron tetap bisa menulari orang yang sudah menjalani vaksinasi lengkap. Oleh karena itu, patuh menerapkan protokol kesehatan tetap menjadi benteng untuk melindungi diri dari paparan Covid-19.

Tingkat kepatuhan masyara kat menerapkan protokol ke sehatan ini tergambar dalam hasil jajak pendapat Kompas medio Desember lalu. Sebanyak 45,5 persen responden mengakui bahwa menerapkan protokol kesehatan sudah menjadi kebiasaan sehari-hari sehingga ke mana pun mereka pergi selalu patuh protokol kesehatan. Sementara separuh. responden lainnya menyebut memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan akan mereka lakukan sebagai upaya untuk melindungi diri jika sedang melakukan aktivitas di luar rumah meski pandemi sudah mereda.

Paling tinggi

Kepatuhan menerapkan protokol kesehatan paling tinggi terlihat pada responden dari kelompok generasi X (40-55 tahun), diikuti gen Y/Milenial (24-39 tahun) kemudian baby boomers (56-74 tahun). Kepatuhan menja lankan protokol kesehatan kelompok anak muda, yaitu gen Z (< 24 tahun) yang terpotret dari jajak pendapat ini berada di kisaran 10 persen. Hal ini perlu mendapat perhatian lebih untuk mengingat kan anak-anak muda agar tertib menerapkan protokol kesehatan dalam setiap aktivitasnya.

Selaras dengan hasil jajak pendapat Kompas, pemantauan kepatuhan menjalankan protokol kesehatan yang dilakukan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 setiap minggu di 34 provinsi juga menunjukkan hasil serupa. Berdasarkan data per 26 Desember 2021, dalam tujuh hari terakhir 92,15 persen masya rakat sudah patuh menggunakan masker dan 90,56 persen. sudah berperilaku menjaga jarak serta menjauhi kerumunan. Perilaku yang sudah baik dan harus terus dijaga.

Namun, masih ada 64 dari 284 kabupaten/kota (22,54 persen) yang dipantau memiliki tingkat kepatuhan mema- kai masker <75 persen. Pada level kecamatan, terdapat 456 dari 1.747 kecamatan (26,10 persen) yang tingkat kepatuhan memakai maskernya <75 persen. Sementara di level ke lurahan/desa masih ada 2.020 dari 7.961 kelurahan/desa (25,37 persen) yang dipantau. Artinya, lebih kurang 75 persen wilayah yang kepatuhan memakai maskernya bisa dikatakan sudah baik, yaitu di atas 75 persen.

Demikian pula untuk kepa tuhan dalam menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Masih diperlukan upaya pemerintah daerah untuk mening- katkan kepatuhan protokol kesehatan tersebut pada 24,65 persen kabupaten/kota, 28,39 persen kecamatan, dan 26,33 persen kelurahan/desa.

Peranan institusi

Di samping kepatuhan individu, Satgas Covid-19 juga memantau kepatuhan institusi dalam hal ketersediaan fasilitas cuci tangan, pemeriksaan suhu tubuh, kegiatan desinfeksi atau pembersihan secara berkala, sosialisasi penerapan protokol kesehatan, dan ada nya petugas pengawas protokol kesehatan. Hasilnya, meski terdapat 59,74 persen kabupaten/kota dengan institusi yang sudah patuh dan sangat patuh, masih ada 40,26 persen kabupaten/kota dengan institusi vang kurang patuh dan tidak patuh menjaga protokol kesehatan.

Meski secara umum kepatuhan masyarakat

menerapkan protokol kesehatan sudah baik, menjaga kepatuhan menjalankan protokol kesehatan tidak boleh kendur, apalagi keinginan masyarakat untuk berwisata atau mencari hiburan di luar rumah tahun 2022 mulai menguat. Dari hasil jajak pendapat terlihat, enam dari 10 responden berencana untuk berwisata di tahun 2022 jika kondisi pandemi membaik. Sepertiga responden berencana berwisata ke luar kota, sementara seperlima responden ingin berwisata ke lokasi yang dekat dengan tempat tinggal saja, sedangkan 7 persen responden merencanakan perjalanan ke luar negeri.

Artinya, mobilitas masyarakat akan meningkat demikian pula dengan potensi terjadinya kerumunan di tempat-tempat wisata. Apalagi pemantauan terhadap kepatuhan protokol kesehatan yang dilakukan Satgas Covid-19 mendapati tempat wisata sebagai salah satu lokasi kerumunan dengan. tingkat kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan terendah, yaitu 11,1 persen.

Lokasi kerumunan lainnya dengan kategori kepatuhan kurang dari 60 persen adalah tempat olahraga publik/RP TRA (21,6 persen), restoran/kedai (20,6 persen), per mukiman (14,1 persen), dan jalan umum (8,6 persen).

Sejumlah provinsi terpantau memiliki kepatuhan tinggi dalam memakai masker serta menjaga jarak di lokasi kerumunan, di antaranya Provinsi Kalimantan Utara, Maluku, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Bali. Namun, masih ada catatan bagi beberapa provinsi dengan kepatuhan rendah.

Sekali lagi pandemi belum usai. Jangan sampai ketidak disiplinan warga mengakibatkan kondisi parah lonjakan dan kegawatan kasus Covid-19 medio 2021 terulang kembali. Penegakan penerapan protokol kesehatan wajib dilakukan bahkan perlu diperketat.

 

Sumber: Kompas. 2 Januari 2022. Hal. 4