Penjual Pecel Lele Jadi Juragan Sepatu. Kontan Mingguan. 12 Juli 2021. Hal. 22

Di mana ada kemauan Dmaka di situ pula ada untuk sukses terus dipelihara dan diperjuangkan, maka kesuksesan pun akan segera hadir.

Meski tidak memiliki pendidikan tinggi, bermodalkan keinginan kuat dan ketekunan, banyak contoh orang yang berhasil menemukan kesuksesan dalam berbisnis.

Kisah Saiful Anam salah satunya. Pria berusia 44 tahun asal Kabupaten Lamongan, Jawa Timur ini mampu mengubah hidupnya menjadi seorang miliuner.

Saiful adalah lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia tidak punya keinginan sekolah tinggi, namun punya cita-cita menjadi pengusaha sukses.

Lulus SMP tahun 1992, ia mengadu nasib ke Ibukota Jakarta dengan modal ongkos seadanya dari sang nenek. Tidak punya keahlian apa pun, Saiful bekerja sebagai pencuci piring di sebuah warung pecel lele yang masih milik keluarga bapaknya.

Dua tahun menjalani profesi sebagai pencuci piring, Saiful punya ide untuk membuka warung pecel lele kaki lima. Namun, saat itu ia tidak punya modal sama sekali.

Dari situ ia bertekad untuk mengumpulkan modal. Maka, ia pun mencoba membantu sebuah warung pecel lele di kawasan Jakarta Timur. Karena dikenal sebagai pemuda jujur dan pekerja keras, sang pemilik menawarkan modal kepada Saiful untuk membuka bisnis sendiri dengan sistem bagi hasil.

Tanpa pikir panjang, pria yang kini mempunyai dua orang anak ini langsung menerima tawaran sang bos. Namun di pertengahan jalan, mereka berpisah. Saiful merasa percaya diri bisa mengembangkan usaha dengan resep sendiri.

la pun mencari tempat di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sayang, di tempat itu ia berkali-kali harus pindah lapak karena kena gusur. Bahkan di tahun pertama bisnis sendiri, Saiful harus berpindah tempat hingga enam kali. “Saat itu saya sempat ingin menyerah dan balik kampung saja,” kenangnya. Baru di tahun 1997, usaha pecel lelenya aman dari gangguan pihak keamanan. Bisnis lelenya kian diminati banyak konsumen. Namun, saat itu Saiful mulai kepikiran menambah lagi pemasukan dengan menjual sepatu.

Ceritanya berawal dari konsumen warungnya yang menceritakan peluang berbisnis sepatu. Tertarik dengan kisah itu, Saiful pun memanfaatkan tempat di depan warungnya sebagai lapak sepatu. Ia mengambil sepatu dari Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Hampir lima tahun menjalani jualan sepatu, otak bisnis Saiful kian terasah. Ia meyakini, peluang bisnis sepatu lebih menjanjikan daripada jualan pecel lele. Namun, tentu saja Saiful tidak melepas bisnisnya warungnya, ia menitipkan ke sang istri.

Untuk mendapatkan harga lebih murah dengan kualitas bersaing, Saiful memberanikan diri berangkat langsung ke China pada tahun 2002. Kebetulan di sana ada salah seorang rekan bisnisnya.

Di Negeri Tirai Bambu itu, Saiful membelanjakan hingga Rp 10 juta untuk belanja. la membeli aneka sepatu, kaos, tas, souvenir dan pernak-pernik fesyen anak muda.

Sepulang dari sana, Saiful langsung menjajakan produknya di sebuah kios yang ia sewa di daerah Jakarta. Aktivitas tersebut ia jalan hingga tiga tahun.

Sempat kena tipu

Namun musibah datang di tahun 2008 saat jualan sepatunya mengalami kerugian hingga nyaris bangkrut. Saat itu, ia ditipu konsumen yang membeli dalam partai besar dengan jumlah kerugian mencapai Rp 30 juta.

Ditambah lagi penjualan sepatunya mulai stagnan karena mulai banyak pesaing. Terlebih kompetitor Saiful memiliki modal lebih kuat, sehingga mampu menjual dengan harga lebih murah. Kondisi itu membuat nya sulit bersaing, sehingga sepatu dagangannya mulai jarang yang melirik.

Saat itu, saking depresinya, Saiful memutuskan untuk rehat sejenak dari bisnis sepatu. Ia pun memilih untuk kembali menkuni bisnis warung pecel lelenya.

Namun di pertengahan tahun 2010, Saiful bertemu dengan kenalan lamanya yang menekuni usaha ekspor impor tekstil. Kebetulan rekannya itu juga punya bisnis garmen di Bandung.

Setelah ber diskusi panjang lebar, Saiful kembali memiliki semangat untuk bangkit dan menjalani kembali bisnis sepatu nya. “Saya banyak mendapatkan pelajaran terkait bagaimana membangun dan mengatur produksi barang,” tegasnya.

Satu hal yang pasti, ketika mampu mengatur produksi barang, maka cuan yang akan hadir pun jauh lebih besar di bandingkan hanya sebagai penjual.

Dari situ ia bertekad untuk tidak sedekar jadi pedagang sepatu, tapi juga menjadi produsen yang memproduki sepatu.

 

Sumber: Kontan Mingguan. 12 Juli 2021. Hal. 22

 

Belajar Bisnis dari Drama Korea Vincenzo

Siapa nih disini pecinta Korea yang sudah nonton Vincenzo? Film yang satu ini sempat menggemparkan rakyat Indonesia khususnya para pecinta drama Korea apalagi diperankan oleh Song Joong-Ki! Alur ceritanya sendiri sangat menarik, dimana menceritakan seorang lelaki pada usia 8 tahun, Park Joo-Hyeong pergi ke Italia setelah dia diadopsi. Namun kemudian kini ia sudah dewasa dan berganti nama menjadi Vincenzo Cassano (Song Joong-Ki). Dia adalah seorang pengacara, yang bekerja untuk Mafia sebagai seorang consigliere. Karena perang antar kelompok mafia, dia akhirnya memutuskan untuk melarikan diri ke Korea Selatan. Di Korea Selatan, dia terlibat dengan Pengacara Hong Cha-Young (Jeon Yeo-Bin). Dia adalah tipe pengacara yang akan melakukan apa saja untuk memenangkan kasus. Namun hal yang tidak disangka-sangka terjadi, dan ternyata Vincenzo Cassanopun jatuh cinta padanya. Dalam ceritanya, dia juga mencapai keadilan sosial dengan caranya sendiri yang dimana itu menjadi salah satu daya tariknya. Memulai hidup baru di Korea Selatan, Vincenzo kemudian berhasil menemukan keadilan dan membangun karirnya kembali. Di sisi lain, ada Jang Jun Woo, seorang pengacara magang tahun pertama yang sangat pandai dan pekerja keras. Wah kebayang gak sih betapa asiknya film Korea yang dipenuhi dengan action namun juga romansa dari Vincenzo dan Hong Cha-Young?

Singkat ceritanya, Vincenzo sebagai seorang pengacara yang ambisius dan berusaha untuk memenangkan segala kasusnya akhirnya berhadapan dengan kasus pengambilalihan kepemilikan sebuah apartemen Geumga Park. Vincenzo yang menerima kasus yang berhubungan dengan salah satu perusahaan bernama Taipan yang juga berasosiasi dengan Babel Group. Anak perusahaan Babel Group ini ingin membeli Geumga Park, namun dicegah oleh Vincenzo karena di dalam bangunan tersebut terdapat tumpukan emas peninggalan pemilik sebelumnya.

Nah di serial ini selain berbau action dan hukum, ada nilai-nilai kewirausahaan yang bisa kita lihat loh! Contohnya ada di perusahaan Babel Group ini. Perusahaan Babel Group memiliki banyak sekali anak perusahaan dan cabang lain di bawah kekuasaannya. Dalam membangun usahanya, mereka memiliki sifat pantang menyerah dan bekerja keras hingga mencapai tujuan mereka. Sehingga tidak dipungkiri bahwa aset dari Babel Group banyak sekali dan tidak terpaku pada satu bidang saja.

Sama seperti halnya di Indonesia, banyak kerajaan bisnis yang serupa. Bisnis yang menjadi sangat besar dan menjadi gurita bisnis ini bermula dari kecerdasan dan kegigihan pendirinya dalam menciptakan peluang dan kerjasama dengan pihak lain secara konisten sehingga bisnis yang akhirnya kecil menjadi perusahaan. Babel Group dalam drama Vincenzo ini memiliki berbagai bidang bisnis seperti real estate, perusahaan farmasi, perusahaan hukum, dan lain sebagainya. Nilai yang bisa ditekuni dari bidang wirausaha adalah apabila kita memulai suatu bisnis maka harus memulainya dengan kompeten, selalu membaca peluang yang ada, dan memperluas jaringan serta jangkauan bisnis agar semakin besar dan mendominasi. Namun jangan pernah melupakan sisi Integritas dalam melakukan bisnis. Di dalam budaya Ciputra Grup dan Universitas Ciputra, dikenal IPE (Integritas, Profesionalisme, dan Entrepreneurship).

Pak Ciputra menuturkan, integritas merupakan fondasi penting dalam membangun kesuksesan. Integritas menjadi dasar dalam menjalin hubungan kepercayaan.

“Integritas, adalah moral dan kejujuran, manusia itu ada soul. Yang menjadi dasar segalanya, karena itu dari Tuhan yang diharapkan jangan buat kesalahan. Kalau moral, integritas, kejujuran terganggu atau negatif maka sukar sekali diperbaiki. Itu merupakan branding kita. Yang tidak ada kompromi,” kata dia.

Ia menambahkan, profesionalisme mencakup keahlian. Keahlian pun bermacam-macam wujudnya seperti keahlian mengenai teknologi. Terakhir ialah entrepreneur atau jiwa usahawan. Tanpanya, maka langkah untuk menjadi seorang pengusaha sukses akan sulit diraih.

“Ketiga ialah entrepreneur atau emotional person, yang kami akan bicarakan hari ini,” ujar dia.

Lebih lanjut, Ciputra menjelaskan, kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan bagian penting untuk memangkas kesenjangan antara kaya dan miskin.

Wah, apakah kalian tertarik untuk menonton film Drama Korea satu ini? Selainkan pemainnya yang tampan dan cantik, ternyata filmnya juga didukung dengan alur cerita yang menarik dan pembelajaran tentang bisnis yang mirip dengan kehidupan nyata loh!

 

 

Daftar Pustaka:

 

Prasmesti, Fitri (2021, Maret 23). Apa itu Consigliere? Profesi yang Diperankan Song Joong Ki di Vincenzo. Suara.com. Diakses di https://www.suara.com/entertainment/2021/03/23/130811/apa-itu-consigliere-profesi-yang-diperankan-song-joong-ki-di-vincenzo. 7 April 2021

Anonim. (2021, April 6). Yang Indonesia Banget di Drama Korea Vincenzo Cassano!. msn.com. diakses di https://www.msn.com/id-id/ekonomi/bisnis/yang-indonesia-banget-di-drama-korea-vincenzo-cassano/vp-BB1flT0k. 7 April 2021.

Rafikasari, Diana (2021, April 6). 5 Hal Paling Mengejutkan di Drama Korea Vincenzo. Lifestyle.com.sindonews.com. diakses pada https://lifestyle.sindonews.com/read/388112/158/5-hal-paling-mengejutkan-dari-drama-korea-vincenzo-1617689099. 7 April 2021.

Giden, Arthur (2019, November 27). 3 Prinsip Ciputra Bangun Bisnis hingga Punya Kekayaan Rp 18 Triliun. Liputan6.com. Diakses di https://www.liputan6.com/bisnis/read/4120391/3-prinsip-ciputra-bangun-bisnis-hingga-punya-kekayaan-rp-18-triliun. 4 Agustus 2021

 

Keunggulan Bisnis Keluarga.Bisnis Indonesia.20 Juni 2021.Hal.5

Keunggulan Bisnis Keluarga

  • Kolaborasi dan kompromi

Mengetahui karakteristik, kekuatan, dan kelemahan setiap anggota keluarga membuat diskusi pekerjaan menjadi lebih mudah, membuat alokasi tugas lebih akurat, dan pertukaran informasi menjadi lebih nyaman.

  • Tujuan yang sama

Manajemen bisnis keluarga cenderung memiliki visi dan rencana bisnis yang lebih mapan. Anggota keluarga yang juga merupakan pemegang saham utama perusahaan akan bekerja untuk tujuan yang sama karena mereka adalah yang paling diuntungkan jika bisnis berkembang.

  • Komitmen kuat & penghargaan lebih tinggi

Anggota keluarga telah memegang posisi selama bertahun-tahun.sehingga mereka telah memiliki pengalaman yang cukup dalam bisnis, serta telah membangun hubungan dan jaringan yang kuat dengan para pemangku kepentingan, pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri ini.

Sementara terkait dengan pembayaran gaji dalam perusahaan keluarga, menggaji pada era 1980an, memiliki komitmen bahwa yang boleh bekerja dalam perusahaan hanya pemegang saham langsung.

Istri atau suami pemegang saham langsung tidak boleh bekerja di perusahaan demi menjaga profesionalisme. Komitmen itu juga terlihat hingga saat ini. Jajaran kelu arga di posisi direktur PT Blue Bird Tbk yang melantai di bursa saham tersebut, hanya 3. orang dan sisanya bukan keluarga. “Keluarga minoritas, dan di struktural lain tidak ada satupun keluarga. Justru keterlibatan keluarga secara manjerial minim,” katanya. Kondisi itu dilakukan karena perusahaan mengutamakan kompetensi. Noni, sebelum menjabat sebagai CEO pun harus melewati uji kompetensi yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Saat ini, dirinya memiliki rapat keluarga yang dilakukan setiap 2 minggu sekali. Dalam rapat tersebut, pembicaraan-pembicaraan terkait perbedaan pendapat, isu yang mendalam, atau fundamental sering terjadi.

“Selalu ada perbedaan pendapat. Karena kita belajar dari generasi pertama sampai kedua, meski ada perbedaan pendapat enggak sampai muncul konflik.”

Kerugian Bisnis Keluarga

  • Perencanaan regenerasi

Seiring dengan perubahan dalam bisnis keluarga, para pemimpin sebelumnya mungkin menolak perubahan dan keputusan yang diambil oleh penerus serta mulai mempertanyakan kemampuan penerus dan juga membandingkan dengan proses kerja mereka.

  • Manajemen konflik

Pandangan yang berbeda menyebabkan konflik terutama jika tiap pihak tidak mau berkompromi satu sama lain. Kesenjangan dalam komunikasi dan kegagalan untuk mengelola harapan satu sama lain juga dapat menimbulkan konflik. Konflik ini bisa merusak hubungan keluarga dan bisnis, yang pada akhirnya membahayakan bisnis keluarga.

 

Sumber: Bisnis Indonesia.20 Juni 2021.Hal.5

Ekonomi Inklusif dan Gaung Media Sosial. Bisnis Indonesia. 22 Juni 2021. Hal.2

Ekonomi inklusif kian menjadi konsep yang mengarus utama, baik di kalangan pemikir, penggiat maupun pemangku kebijakan ekonomi. Intinya, semua sudah sepakat bahwa pertumbuhan tinggi saja tidak cukup. Pertumbuhan ekonomi dinilai berkualitas bukan hanya strukturnya bagus tetapi juga jika melibatkan dan memberi manfaat pada pihak yang tertinggal, terutama masyarakat ekonomi lemah (the bottom of pyramid/BOP) dan perempuan.

McKinsey memberi catatan, ekonomi inklusif bukan hanya soal kesejahteraan bersama sebagai hasil, melainkan juga soal inklusivitas proses, yakni bagaimana masyarakat BOP itu sendiri ikut terlibat memperjuang kan hasil. Acemoglu dan Robinson (2011) juga meli- hat pentingnya keterlibatan masyarakat di segala lapisan dalam mendukung suksesnya pembangunan suatu bangsa.

Dalam konteks itu penulis mencermati ada fenomena menarik, yakni bagaimana masyarakat BOP menggeliatkan ekonomi menggunakan platform media sosial dan marketplace. Ini bukan tentang para pembuat platform yang mendapatkan suntikan investasi jutaan dolar. Juga bukan tentang youtuber, influencer atau endorser yang pendapatan pribadinya bisa mencapai miliaran rupiah per bulan.

Ini adalah tentang pelaku ekonomi skala mikro dan kecil di sektor tradisional, seperti pertanian, peternakan, perikanan, atau industri rumah tangga. Mereka tetap tinggal di pedesaan tetapi berusaha naik kelas menggunakan teknologi digital yang tersedia.

Hampir tak ada platform yang diabaikan oleh para pelaku bisnis mikro dan kecil ini. Youtube, Facebook, Instagram, Tiktok, atau Whatsapp, misalnya, semuanya dimanfaatkan dengan baik. Apalagi platform yang jelas terkait bisnis seperti marketplace, jasa logistik, atau jasa keuangan. Semuanya dimanfaatkan untuk memudahkan mereka dalam berbisnis.

Mari kita lihat apa yang mereka lakukan. Pertama, mereka menggunakan media sosial sebagai sarana idea si. Di Youtube, Facebook, atau Instagram banyak yang membagikan ide pengalaman bisnisnya dan di sisi lain memang ada yang ‘membeli’ gagasan itu. Banyak ide dan pengalaman yang sebenarnya sederhana semisal menanam porang, membotolkan jus lemon, atau membekukan alpukat. Namun bagi yang membutuhkan, hal itu sungguh ide terobosan.

Kedua, media sosial juga menawarkan sumberdaya untuk upskilling. Di media sosial konten yang cukup laris adalah panduan, termasuk yang terkait dengan bisnis mikro dan kecil, mulai dari yang bersifat core business sampai dengan bisnis pendukung. Kembali lagi, banyak konten yang terasa terlalu sepele bagi pebisnis modern tetapi bagi pebisnis mikro panduan bisa bernilai eureka.

Ketiga, media sosial adalah sarana untuk membangun jejaring. Di Facebook kita bisa menemukan grup atau komunitas apapun, mulai dari komunitas petani lokal, pedagang pasar induk, sampai komunitas truk pengangkut sayuran. Youtube tidak dimaksudkan sebagai kanal jejaring sosial tetapi dalam kenyataannya menjadi seperti itu. Tidak sulit membayangkan bagaimana mereka memanfaatkan jejaring seperti itu untuk tujuan bisnis.

Keempat, media sosial dan digitalisasi juga berhasil membuka akses pasar langsung yang lebih luas dan memperpendek rantai pasokan yang berpotensi mengakselerasi pertumbuhan usaha. Berkat platform pemasaran seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Alibaba, para pelaku bisnis mikro mampu memperluas pasar, bahkan hingga tingkat internasional.

Data dari Alibaba.com menunjukkan sudah ribuan pebisnis asal Indonesia yang menggunakan platform itu, termasuk pebisnis mikro perorangan, semisal penjual bubuk rempah dalam unit minimal ratusan gram, gula aren dalam unit satu kilogram sampai dengan ubi ungu yang melayani pemesanan 5 kg.

Dalam perspektif makro, kita cenderung melihat fenomena ini sambil lalu, karena skalanya kecil. Terhadap persoalan masyarakat BOP kita cenderung mencari ‘solusi mudah’ dengan bantuan langsung tunai (BLT). Tentu saja kita tidak anti ada konsep BLT. Namun perlu diingat, BLT bukan solusi yang sustainable. Di sisi lain masyarakat BOP memerlukan lebih dari uang, yaitu kemandirian yang berkelanjutan. Ada banyak target kemanusiaan yang akan berat untuk diselesaikan dengan BLT saja.

Yang menarik adalah, ada indikasi kuat kelompok BOP sudah memiliki geliatnya sendiri. Dengan caranya sendiri mereka sudah merespons digitalisasi secara positif. Ada indikasi kuat mereka bisa mengangkat perekonomian tradisional ke level berikutnya, bahkan berhasil mengangkat citra dan daya pikat ekonomi tradisional.

Ada beberapa pesan dari fenomena ini. Pertama, sajian fakta ini bukan untuk mengatakan bahwa pertum buhan kita sudah berkualitas, karena problem BOP masih jauh dari selesai. Sajian ini lebih untuk mengingatkan bahwa di sini ada peluang yang bisa dieskalasi pada skala yang lebih luas dan lebih masif, dengan metode copy-cat sekalipun, untuk menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru.

Kedua, pengembangan infrastruktur digital dan koordinasi kebijakan ekonomi antar otoritas sudah sangat mendukung, sehingga tantangannya lebih banyak berada di lapangan. Minimal ada dua pihak yang berpelu ang menyambut dan meng optimalkan umpan tersebut, yakni pemerintah daerah bersama SKPD-nya, dan kalangan penggiat social enterprise. Kedua kekuatan ini bahkan bisa berkolaborasi, misalnya melalui BUMD atau BUMDes.

 

Sumber: Bisnis Indonesia. 22 Juni 2021. Hal.2

The Unconventionals. Kompas. 12 Juni 2021. Hal.7

BISNIS mulai berkembang dan saatnya bagi perusahaan untuk mempersiapkan kekuatan sumber daya manusianya agar dapat mengimbangi geliat baru yang terasa semakin positif ini.

Banyak organisasi mulai mencari tambahan anggota untuk timnya agar dapat meningkatkan kapasitas produksi. Semua berharap agar orang baru ini dapat cepat beradaptasi dengan tim sambil berbagi pengalaman untuk memperkaya pekerjaan tim. Organisasi sibuk menghubungi beadhunter sambil juga mempersiapkan talent pool. Namun, ternyata, calon yang diidam- idamkan sepertinya begitu sulit untuk didapat.

Dalam perkembangan teknologi yang demikian pesat dan terjadinya disrupsi di sana sini, penilaian tingkat keahlian pasti berbanding lurus dengan lamanya pengalaman menjadi sesuatu yang terasa kuno. Memang, keterampilan seorang operator pabrik yang baru bekerja 1 tahun akan berbeda dengan yang sudah bekerja lebih dari 5 tahun. Namun, tingkat keahlian tidak hanya dapat dinilai secara kuantitatif. Seseorang yang belum lama berpraktik sekalipun, bisa saja ahli dalam hal tertentu, karena mendapatkan latihan yang sulit ditambah dengan semangatnya dalam melakukan penggalian data sambil mengembangkan imajinasi dan mempraktikkannya dalam pengalamannya tersebut.

Berpaling dan lebih berfokus pada keahlian akan membuka kesempatan kita untuk merekrut tenaga-tenaga yang lebih muda, kreatif, dan berpikir lebih out of the box. Melihat pasar kita saat ini berisi teman-teman milenial, bahkan Gen Z yang lebih muda lagi, mungkin sudah saatnya bagi kita untuk memerhatikan beberapa ciri kepribadian baru yang sebelumnya tidak menjadi fokus.

The Unconventionals #1: Para Solopreneur

Pada kalangan generasi milenial, bekerja di kantor merupakan pilihan yang tidak terlalu populer lagi. Mereka lebih senang menjadi freelancers, consultants, atau small- business owners. Padahal, kita juga melihat tidak banyak solopreneur yang berhasil. Meskipun jalur ini terlihat menggoda bagi para milenial, bisa jadi mereka sudah lelah dan mulai mencari kemapanan juga. Lelah berjuang sendirian mencari produk baru yang bisa mengalahkan kompetitornya, lelah mengurus tagihan dan hal-hal administratif lain yang penting bagi keberlangsungan usahanya. Di sinilah saatnya kita bisa mengajak mereka bergabung dengan organisasi kita.

Banyak asumsi yang mengatakan, mereka tidak tahan terhadap organisasi yang terlalu terstruktur. Namun, bukankah kita juga tidak tahan dengan organisasi yang mengambil sikap secara kaku? Para solopreneur ini bisa menjadi penguat dalam tim kita karena mereka biasanya lebih mandiri dan memang senang untuk self starting, tidak menunggu perintah. Karena memiliki passion untuk berwirausaha, biasanya mereka lebih mampu melihat big picture dari bisnis perusahaan, di samping empati ke pelanggan dan kompetisi yang juga lebih tajam.

The Unconventionals #2: Industry Shifters

Dalam inovasi, kita mengenal konsep medici effect, yaitu inovasi terjadi dari perbenturan berbagai bidang ilmu yang berbeda, menggu nakan prinsip-prinsip beragam bidang ilmu sehingga bisa menciptakan suatu ide berbeda dari yang yang biasanya. Hal serupa juga bisa terjadi pada mereka yang memiliki latar belakang ilmu berbeda dari bidang yang ditekuninya. Seorang spesialis periklanan yang memiliki latar belakang ilmu komputer dengan minat di data analytics bisa menjadi aset yang sangat berharga karena sebenarnya dalam dunia periklanan kita memang membutuhkan seorang ahli data untuk memahami profil dari target market sebelum kita merancang iklan yang tepat untuk mereka. Ia tinggal sedikit belajar mengenai teknik-teknik periklanan untuk menyesuaikan diri.

Dengan demikian, kandidat unconventional yang memulai kariernya di bidang tertentu, tetapi tiba-tiba berminat berganti haluan sebenarnya bisa menjadi kandidat yang potensial. Bahkan, bila mereka datang dari perusahaan yang memiliki tipologi pelanggan yang mirip, logikanya mengenai pelanggan dapat bermanfaat sebagai nilai tambah.

Kita sering berasumsi, kandidat seperti ini sudah terbentuk pola pikirnya. Ini memang bisa saja terjadi bila yang bersangkutan tidak memiliki sikap belajar. Jadi, yang perlu ditelaah dalam tahap wawancara adalah apakah ia memiliki sikap seorang pembelajar. Bila ya, dijamin ia akan menjadi anggota tim yang andal yang melengkapi keahlian tim.

The Unconventionals  #3: Workforce Re-Entrants

Kita sering terlupa pada karyawan lama yang sempat memiliki kontribusi positif pada organisasi namun berhenti bekerja karena alasan tertentu, seperti melahirkan anak yang dilanjutkan dengan tuntutan mengelola rumah tangga, ataupun yang mengambil cuti terlalu panjang karena ingin melakukan suatu kegiatan berbeda sesuai minatnya. Mereka dapat menjadi kandidat potensial yang dapat kita pertimbangkan untuk diminta bergabung kembali dengan organisasi. Melalui istirahat panjang yang diambil, individu-individu ini juga bisa membangun perspektif berbeda yang berguna bagi organisasi. Mereka bisa jadi juga lebih tahan banting dan lebih bermotivasi untuk bekerja sehingga dapat menjadi contoh bagi anggota tim lainnya.

The Unconventionals  #4: Overqualified Candidates

Manusia bisa berubah. Seorang eksekutif yang pernah bekerja di perusahaan multinasional terbaik di negeri ini sering kita golongkan sebagai orang yang over qualified dengan paket remunerasi yang tidak terjangkau oleh perusahaan Anda. Namun, tidak tertutup kemungkinan, ia juga berganti value dan sekarang ini ingin mendedikasan waktu dan tenaganya ke perusahaan yang memiliki visi yang sama dengan visi hidupnya meskipun skala perusahaan itu lebih kecil dari tempatnya berada sekarang ini. Bisa saja itu adalah perusahaan Anda.

Jadi, kita perlu berhati-hati dalam menelaah pengalaman. “Tidak semua pengalaman diciptakan sama” dan sudah waktunya kita menelaah suatu keahlian secara lebih mendalam, ketimbangan sebuah pengalaman.

 

Sumber: Kompas. 12 Juni 2021. Hal.7

Kisah Karyawan.Kompas.Senin.1 Maret 2021.Hal.9

CEO America West Airlines Douglas Parker pusing saat mulai memimpin maskapai itu. Apalagi, 10 hari kemudian terjadi serangan 11 September 2001. Ia Harus menyelamatkan perusahaan. Apa motivasinya bekerja keras menyelamatkan perusahaan? Kisah seorang pramugari.

Parker merasa tertekan. Ia bahkan sempat berpikir bakal menjadi CEO dengan periode paling singkat dan paling tidak sukses dalam sejarah. Ia berhitung dan menekuni angka-angka untuk menyelamatkan maskapai. Namun, ia tak berkutik hingga bertemu seorang pramugari senior bernama Mary di tengah masalah yang mengimpit. “Dia mengatakan kepada saya, ia tidak akan membiarkan maskapai ini hancur. Sebab, jika maskapai hancur, hidupnya sebagai orangtua tunggal akan berantakan,” kata Parker dalam wawancara dengan Simon Sinek, penulis buku The Infinite Game.

Setelah itu Parker bekerja makin keras menyelamatkan perusahaan. Ia tidak lagi menomorsatukan angka-angka target, tetapi lebih memperhatikan nasib karyawan. Cara-cara Parker tergolong tidak ramah pasar. Analis pasar sinis terhadap pilihannya. Pasar lebih menghendaki pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perbaikan kinerja keuangan demi pemegang saham. Akan tetapi, pasar meleset.

Parker sukses menyelamatkan perusahaan. Kini ia memimpin American Airlines Group Inc, maskapai terbesar di dunia. Tidak ada karyawan yang di-PHK. Ia menjadi contoh bagi perusahaan dalam menyelamatkan perusahaan, bukan dengan angka-angka target keuangan, melainkan dengan menemukan tujuan semua orang bekerja di perusahaan itu.

Tujuan bekerja menjadi “mesin pendorong” saat ada masalah, bahkan di tengah krisis. Kisah Mary menginspirasi Parker dan karyawan lain untuk bekerja lebih keras dan menyemangati karyawan untuk menyelamatkan maskapai.

Kisah atau cerita di dalam perusahaan telah lama dibahas pengamat dunia bisnis. Kondisi perusahaan sebenarnya bisa diamati dari cerita karyawannya. Cerita Mary yang ingin perusahaannya selamat bukan cerita yang muncul begitu saja. Ia pasti memiliki pergumulan personal sebagai orangtua tunggal dan pengaruh kultur perusahaan sehingga dengan semangat mengatakan tidak akan membiarkan maskapainya hancur.

Bagi pemimpin bisnis, sebenarnya cukup sederhana untuk mendapatkan cerita-cerita dari karyawan. Mereka cukup dengan mendengarkan suara mereka. Semua cerita, baik negatif maupun positif, bisa menginspirasi mereka untuk membuat perubahan. Perusahaan yang beruntung adalah perusahaan dengan karyawan yang memiliki cerita yang terus-menerus menginspirasi, membangkitkan, dan mendorong perbaikan.

Salah satu yang perlu dibangun di dalam perusahaan adalah suasana yang membuat karyawan terbuka dan senang bercerita. Mereka bisa bercerita apa pun, masalah pribadi, keluarga, pengalaman masa lalu, pengalaman semasa liburan, dan lain-lain. Satu di antara berbagai cerita mereka pasti akan menginspirasi, baik untuk sesama karyawan ma upun untuk perusahaan. Sebuah perubahan besar bisa di mulai dari sebuah cerita karyawan.Di kalangan pengamat pemasaran juga muncul istilah “the power of employee stories” yang memperlihatkan cerita-cerita karyawan ternyata mempunyai kekuatan meningkatkan citra perusahaan. Cerita karyawan kerap menjadi wahana memperkuat merek mereka kepada pihak luar. Kuncinya, perusahaan harus memberi kesempatan dan ruang agar karyawan bisa bercerita. Pebisnis perlu memandang karyawan sebagai bagian terpenting di dalam bisnis.

Kunci dari semua itu, pemimpin bisnis ternyata tidak perlu menomorsatukan target angka-angka disaat krisis. Semangat karyawan yang muncul dari cerita mereka bisa mengawali perubahan. Sebaliknya, karyawan bakal enggan bercerita ketika perusahaan lebih banyak menuntut target angka karena tidak ada ruang untuk berkisah. Sebab, semua divisi fokus pada angka-angka saja.

Perubahan tidak akan terjadi. Kita bisa membayangkan divisi pemasaran yang seharusnya membuat cerita di pasar akhirnya terpaku pada cara-cara mereka meraih angka pen jualan. Pekerjaan menjadi terasa kering. Pengalaman dari berbagai perusahaan terlihat semua tujuan bisnis tercapai ketika seorang pemimpin menomorsatukan tujuan bersama, yang salah satunya bisa dibangun oleh cerita, bahkan cerita dari karyawan biasa. (ANDREAS MARYOTO)

 

Sumber: Senin.1 Maret 2021.Hal.9

Belajar dan Kerja Tak Terpisah.Kompas.11 Februari 2021.Hal.9

Pada zamannya, sinetron merupakan bisnis besar yang menjadi andalan stasiun televisi. Kini, sinetron makin kurang dikenal. Kalau sempat menonton, Anda akan melihat profesi yang ikut terdisrupsi dalam industri ini.

Industri sinetron dan orang-orang yang terlibat di sekitarnya adalah contoh industri yang makin berat pada saat orang mulai meninggalkan televisi karena kanal-kanal peng aliran konten berkembang. Sinetron sepertinya juga kena hukum alam. Produk yang digarap kurang bagus hanya menunggu waktu, sementara industri film yang digarap secara serius masih bisa menemukan relevansi ketika produk seni ini diputar di mana pun, termasuk bioskop.

Perubahan di industri sinetron hanya sebagian kecil dari perubahan yang disebabkan kehadiran teknologi digital. Orang yang mem baca buku The Digital Economy karya Don Tapscott pada 1995 mungkin tidak sedikit yang belakangan menyesal. Semua gambaran dunia digital yang tengah berjalan sudah diprediksi dengan akurat oleh Tapscott.

Mereka yang menyesal adalah yang saat itu mungkin menentang perubahan atau setidaknya tidak bergegas melakukan perubahan. Industri media adalah salah satu industri yang disorot Tapscott dan akan mengalami perubahan dahsyat. Mereka yang lambat mengan tisipasi akan tertinggal dan terlindas perubahan.

Tapscott sudah jelas dan terang benderang menjelas kan perubahan yang akan terjadi, sektor-sektor yang akan mengalami perubahan mendasar, dan kebutuhan keahlian-keahlian baru. Apabila sekarang kekurangan tenaga ahli di bidang industri dan bisnis digital terjadi di beberapa negara, boleh dibilang mereka adalah yang terlambat atau bahkan mungkin yang tidak membaca prediksi Tapscott.

Perubahan kian kencang. Setelah digitalisasi, dunia akan memasuki layanan berbasis kecerdasan buatan secara masif. Setelah itu, dunia memasuki era robotika. Banyak layanan tidak lagi perlu tenaga manusia. Karena itu, wajar jika banyak pekerjaan konvensional akan hilang, pekerjaan baru bermunculan.

Sekarang adalah saat kemunculan pekerjaan baru makin kencang. Sebagai contoh, di dunia media cetak orang lebih banyak mengenal profesi jurnalis, sirkulasi, iklan, dan sejenisnya. Akan tetapi, sekarang dunia media cetak yang mengembangkan layanan digital memiliki saintis data, pengembang aplikasi, analis data, dan lain-lain. Pekerjaan baru muncul karena berbagai kebutuhan yang makin hari makin rumit.

Pada masa lalu, keahlian di bidang teknologi informasi mengandalkan lulusan teknik elektro arus lemah. Setelah itu, pekerjaan di bidang ini makin detail, kemudian muncul ilmu komputer dan teknologi informasi. Tak lama, ilmu ini berkembang, muncul keahlian seperti pemrograman, saintis data, coding, analis data, keamanan data, dan lain-lain.

Salah satu yang menarik dari perkembangan ini, berbagai ilmu baru tidak lagi didapat di kampus. Ilmu di kampus sudah tertinggal. Ada yang menyebut, separuh dari ilmu yang kita pelajari pada tahun pertama kampus hampir tertinggal ketika kita berada di tempat kerja. Informasi juga berkembang dua kali lipat setiap 18 bulan. Ilmu baru lebih banyak dipelajari sendiri serta mengikuti kursus, pertemuan yang memperkaya pengetahuan dan keteram pilan.

Sejak awal, Tapscott juga mengingatkan, orang yang memiliki tipe sekadar seko lah kemudian bekerja tidak akan mampu berkompetisi. Mereka masih berpikir memisahkan dua dunia, yaitu sekolah dengan kerja. Bekerja seolah hanya lanjutan dari bersekolah. Sekolah telah usai ketika lulus dari perguruan tinggi. Pola pikir bersekolah kemudian bekerja sudah tidak mungkin lagi mendukung karier dan pekerjaan di masa kini.

Tapscott menyebutkan, yang dibutuhkan adalah orang yang terus belajar di dalam hidup. Saat bekerja adalah saat belajar dan mencari ilmu baru. Mereka yang kompetitif adalah mereka yang terus belajar. Tidak mengherankan jika Google memberi insentif agar karyawannya terus belajar karena menyadari banyak ilmu dan pengetahuan baru yang muncul di lapangan. Pendidikan di bangku kuliah tak akan mampu mengejar perubahan ini.

Seorang penulis mengatakan, perubahan sangat cepat di dunia kerja sepertinya membutuhkan organisasi “gila” agar mereka yang ada di dalamnya bisa menyesuaikan dengan berbagai pekerjaan baru. Dengan organisasi “gila”, mereka bisa mendapatkan orang-orang yang bisa menghadapi tantangan dan pekerjaan baru yang belum ada ilmunya. (ANDREAS MARYOTO)

 

Sumber: Kompas.11 Februari 2021.Hal.9

Dibalik Wanita Bisnis yang Sukses. Jawa Pos. 25 Mei 2021. Hal.20

 

SURABAYA, Jawa Pos-Menjadi seorang ibu yang juga sekaligus bekerja tentu tidak mudah. Namun, tidak sedikit juga yang bisa menyeimbangkan keduanya. Misalnya, CEO Skinda Dermato – Aesthetic Clinic dr Leni dan Satoria Group Executive Ivi Santoso. Keduanya berbagi cerita mereka membagi waktu menjadi seorang ibu dan juga menjadi seorang wanita karier lewat fun sharing Di Balik Wanita Bisnis yang Sukses Mendidik Anak.

Multitasking. Begitu mungkin satu kata yang bisa menggambarkan seorang ibu yang juga bekerja. Dokter Leni bercerita bahwa dirinya bekerja sejak lulus dari studinya di FK Unair sekitar 15 tahun yang lalu. Mengikuti passionnya merawat orang lain agar bisa tampil lebih percaya diri lagi tenyata bertahan hingga sekarang. Dari situ, untuk meninggalkan pekerjaan yang memang sudah menjadi bagian dari hidupnya tentu tidak mudah.

Namun, tak berarti dirinya lalai akan kehidupannya menjadi seorang ibu maupun istri. “Kalau sudah di rumah, saya tidak akan bekerja. Waktu semua untuk keluarga,” terangnya. Bahkan, hampir seluruh waktunya di rumah akan dipakainya untuk menemani dua buah hatinya melakukan kegiatannya masing-masing.

“Kalaupun terpaksa harus ngecek kerjaan, biasanya saya ngecek lewat handphone. Tapi, itu pun tetap di dekat anak-anak nggak pergi ke mana-mana,” jelasnya. Dari situ, bounding antara dirinya dan anak-anaknya pun terbentuk. Terlebih, Leni tidak hanya sekadar menemani mereka bermain atau belajar. Tapi juga aktif mengajakmereka berinteraksi dan mencari tahu apa yang mereka sukai dengan detail.

Hal yang tidak jauh berbeda juga dilakukan Ivi. Yang berbeda, ibu tiga anak itu hanya akan berfokus pada satu anaknya dalam satu hari. “Karena jujur saja, kita sebagai perempuan yang dipikirkan bukan hanya anak, suami, dan pekerjaan. Soal kebutuhan rumah dan lain-lain juga pasti nggak ketinggalan dipikirin,” terangnya. (ama/c13/tia)

 

Sumber: Jawa Pos. 25 Mei 2021. Hal.20

Vaksin Agar UKM Bisa Bertahan. Marketeers. Desember2020-Januari. Hal.78,79

Berbagai program, inisiatif dan bantuan dihadirkan pemerintah untuk menyelamatkan UKM. Hibah dana, restrukturisasi pinjaman, keringanan bunga, dan lainnya disediakan KemenkopUKM agar pemain UKM bisa bertahan dan melewati masa pandemi ini.

Oleh Hendra Soeprajitno

Tahun 2020 bukanlah masa yang mudah untuk dilalui. Sebagian besar dari kita tentu setuju dengan hal ini, terlepas apakah Anda pemilik perusahaan besar, kecil, bahkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM).

Padahal UKM adalah tulang punggung perekonomian. Jumlahnya mencapai 64,2 jutaan. Sayangnya pandemi COVID-19 membuat laju perekonomian negeri ini melambat. Aktivitas keluar rumah menjadi dibatasi, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) marak terjadi, dan membuat daya beli konsumen melemah. Hal ini membuat banyak pemain UKM mengalami penurunan omzet, menyerah dan terpaksa gulung tikar.

Saat ini jumlah UKM di Indonesia mewakili 99,99% pelaku usaha di Indonesia. Menurut data Kementerian Keuangan, daya serap tenaga kerja UKM mencapai 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha. Sementara kontribusi UKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1%.

Bisnis UKM sangat terdampak oleh pandemi karena sebagian besar dari mereka, yaitu 98,68% didominasi oleh pelaku usaha mikro. “Dampak pandemi terbilang dalam. Ada UKM yang mengalami penurunan omzet, kesulitan pembiayaan, tapi masih ada yang bertahan,” kata Teten Masduki, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).

Yang pasti, pemerintah tidak tinggal diam. Melalui Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), berbagai inisiatif dihadirkan. Bagi UKM yang tidak bisa berusaha, Kemenkop UKM membuat BLT UMKM (Bantuan Langsung Tunai UKM), Banpres Produktif, dan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM). Besaran BLT UMKM yang akan diterima pendaftar yang lolos adalah Rp 2,4 juta. Program ini menyasar setidaknya 12 juta UKM. Asal tahu saja, bantuan ini berbentuk hibah sehingga pemain UKM tidak perlu mengembalikan pinjaman.

Sedangkan bagi UKM yang masih bertahan, KemenkopUKM memberikan tiga program berupa restrukturisasi pinjaman, subsidi bunga, dan pajak. Dengan itu, pemain UKM bisa lebih fokus untuk meningkatkan usahanya tanpa harus terbebani oleh kewajiban cicilan. “Semua ini untuk membantu cash flow mereka,” kata Teten.

Teten mengatakan bahwa tujuan KemenkopUKM saat ini adalah membuat para pemain di industri kreatif itu bertahan hingga kuartal pertama 2021. Harapannya, ketika vaksin sudah ditemukan, diproduksi dan didistribusikan, maka perlahan ekonomi akan membaik. Pada titik itu, para UKM bisa kembali bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. “Survive terlebih dulu. Ketika daya beli semakin menguat dan kembali normal, kegiatan ekonomi akan berputar begitu pula UKM,” katanya.

Terbantu UU Cipta Kerja

Secercah harapan baru berkat pengesahan UU Cipta Kerja. Lewat UU itu, MenkopUKM berharap bisa membangkitkan semangat bagi UKM untuk naik kelas. Maklum, banyak pemain UKM yang malas naik kelas karena enggan berurusan dengan aturan yang mereka anggap ‘ribet’. “Kami ingin UKM berubah dari informal ke formal. UU Cipta Kerja mempermudah pendaftaran usaha, hubungan UKM dengan tenaga kerja, hingga subsidi iuran BPJS. Kalau kita lihat, 98 % usaha UKM masih informal. Kami ingin dorong UKM ini tumbuh ke atas dan ke samping.” kata Teten.

Pemerintah yakin UU Cipta Kerja akan memberikan kesempatan yang luas bagi UKM. Mulai dari kemudahan usaha serta proses pendaftaran. Nantinya pemain UKM cukup mendaftarkan Nomor Induk Berusaha (NIB), yang merupakan identitas pelaku usaha secara Online Single Submission alias satu pintu. NIB ini sekaligus menjadi Tanda Daftar Perusahaan, Angka Pengenal Impor, dan Akses Kepabeanan. Akses pembiayaan pun diringankan. Selama ini, pemain UKM banyak terkendala memperoleh pinjaman karena tidak memiliki aset untuk diagunkan. Kini, UKM bisa mendapatkan pinjaman dengan melampirkan order kerja.

Selain malas naik kelas, ada fenomena lain yang terjadi di antara pemain UKM, yaitu soal digitalisasi. Ada UKM yang mencoba terhubung dengan market place namun mengalami kegagalan karena terkendala kapasitas dan kualitas produksi. Selain itu, literasi digital di antara pemain UKM masih rendah. “Digitaliasi bukan hanya jualan, tapi juga bisnis proses, pembayaran digital dan lainnya. UKM harus terhubung dengan ekosistem digital,” kata Teten.

Kabar gembira lain yang datang dari KemenkopUKM adalah kesempatan bagi UKM untuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa di proyek pemerintah. Asal tahu saja, ada potensi pengadaan barang dan jasa senilai Rp 318 triliun yang bisa dibelanjakan kepada UKM pada tahun 2020. Sayang, penyerapannya masih terbilang rendah atau hanya berkisar 26% an. Pemerintah berjanji akan menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah itu, mulai dari proses pengadaan, standarisasi UKM, e-katalog. dan lainnya.

Ketika pandemi mereda, Teten akan mengajak para UKM untuk melakukan ekspansi. Baik dari skala hingga menuju produk berbasis teknologi. UKM diharapkan bisa berperan dalam pasok industri nasional, dan tidak hanya berkutat pada sektor yang itu-itu saja, seperti makanan, minuman, kerajinan, dan sejenisnya. Untuk itu, KemenkopUKM akan turun tangan agar UKM bisa berkembang. Semisal dengan berkolaborasi bersama komunitas desainer, lembaga riset, pengembangan produk hingga bermitra dengan pemain bisnis yang lebih besar.

Pandemi memang bukan hal yang bagi siapa saja. Namun, di tengah pandemi ini, pemerintah melalui KemenkopUKM tidak meninggalkan UKM sendirian. Berbagai program, inisiatif, dan bantuan terus digulirkan. Tujuannya agar tahun 2020 yang berat ini bisa kita lalui bersama, termasuk oleh UKM yang menjadi tulang punggung perekonomian.

Atas segala upaya ini, MarkPlus, Inc. memberikan penghargaan Entrepreneur Marketing Minister 2020 kepada Teten Masduki, yang mampu menunjukkan semangat pemasaran bagi kementeriannya, masyarakat, dan tentunya pemain UKM Tanah Air.

 

sumber: Marketeers. Desember2020-Januari. Hal.78,79

Tak Semua Humor Lucu Buat Konsumen. Marketeers. Desember 2020-Januari 2021.Hal.24,25

Masyarakat Indonesia sangat menyukai humor. Namun untuk bisa menggunakan humor sebagai strategi marketing brand harus dalam tahap aman, tidak memiliki permasalahan dan complain yang serius dari pelanggan. Salah langkah, reputasi brand bisa saja rusak.

Kami berharap iklannya witty dan entertaining, celetuk seorang anggota tim marketing kami di kantor pada sebuah sesi briefing pembuatan iklan. Dan ini bukanlah kali pertama, saya mendengar permintaan untuk menggunakan humor dalam iklan. Beberapa kantor sebelumnya pun begitu. Anak-anak muda ini seolah-olah sebegitu terhipnotisnya oleh humor hingga di mana-mana selalu mengharapkan humor.

Jika kita perhatikan iklan dan materi materi komunikasi yang beredar di media, baik media massa maupun social media, memang banyak dipenuhi oleh humor. Menceritakan kecerdasan tokoh dalam iklan pun dengan humor, seperti sebuah Man ojek online tentang generasi kreatif, iklan mobil, hingga makanan. Bahkan iklan sampo yang biasanya menjual penampilan pun kini menggunakan humor. Tidak heran, platform video sharing seperti YouTube dan Tiktok dipenuhi oleh prank-prank yang bahan utamanya adalah humor. Sampai sampai seorang prankster pun ditangkap polisi ketika prank buatannya dianggap kelewat batas.

Indonesia memang dari dulu selalu suka humor. Lihatlah sejarah panjang film dan tayangan Indonesia sejak puluhan tahun lalu. Warkop DKI, serial TV si Doel Anak Sekolahan, Kadir Doyok, Srimulat, dan lain sebagainya selalu jadi pilihan, di samping film-film horor dan genre romantis. Bahkan belakangan ini, ketika film Indonesia sudah bangkit pun menjadikan humor menjadi salah satu genre yang punya porsi signifikan. Sebegitu ketagihannya kita dengan humor hingga film-film horor pun seringkali dipadu dengan humor.

Sebenarnya bagaimana humor bisa membantu upaya marketeer untuk mempersuasi konsumen dan sampai sejauh mana batasannya?

Pakar psikologi, sosiologi dan filsafat sepertinya belum berhasil punya konsensus yang masuk akal mengenai definisi dan batasan-batasan humor. Ini terjadi karena sebegitu kompleksnya mekanisme tentang bagaimana humor bisa terbentuk. Untuk itu pula, tidak semua orang yang berusaha melucu pun berhasil. Karena definisi dan batasannya sangat dinamis, maka formulanya sulit ditemukan.

Sebuah teori yang saat ini dirasa oleh banyak pakar cukup bisa menggambarkan definisi humor disebut dengan benign violation theory. Teori ini percaya bahwa humor terjadi ketika otak kita sudah bersiap-siap (mengantisipasi) mengenal sesuatu yang serius, namun ternyata tidak. Kita tertawa karena informasi yang disampaikan ternyata di luar ekspektasi namun tidak membuat mengancam jiwa kita. Secara normatif, teori ini tidak salah. Sayangnya humor terasa jauh lebih kompleks dan lebih besar dari sekedar teori itu.

Berdasar teori tersebut, saya meyakini bahwa humor adalah kemampuan khusus orang yang menciptakannya untuk bisa memodifikasi fakta yang tersimpan dalam subconscious kita secara conscious. Humor sudah pasti melibatkan subconscious karena respons tertawa akibat humor datangnya spontan-dalam hitungan mili second-setelah humornya kita tangkap. Dan karena mengombinasikan dua cara berpikir (conscious dan subconscious) maka mereka yang punya kemampuan humor baik biasanya punya daya kreativitas yang baik. Terlebih lagi pelawak-pelawak yang spontan, yang dalam hitungan millisecond bisa memodifikasi fakta menjadi sesuatu yang menggelitik.

Otak manusia memiliki program dasar survival. Dalam konteks berhubungan dengan orang yang baru dikenal, otak kita akan berhati-hati. Dalam hitungan milisecond, kita berusaha menilai dan membentuk persepsi mengenai orang yang baru kita temui. Ini dilakukan untuk survival. Kita amat sangat berhati-hati untuk tidak salah bertingkah dengan berusaha membaca sebagaimana orang tersebut bisa dipercaya, apa motifnya dalam berhubungan dengan kita, dan kira-kira bagaimana kita harus merespons. Semua hal tersebut adalah bagian dari mekanisme defensif kita untuk survival. Hasilnya kita pun akan “jaga jarak”.

Humor amat sangat manjur untuk menurunkan mekanisme defensif ini. Lihatlah bagaimana orang-orang yang ingin mengambil hati kita berusaha ice breaking dengan humor di pertemuan pertama kita. Secara bawah sadar, kita menganggap orang yang tertawa bersama dengan kita bukan sebagai orang yang patut dicurigal lagi karena kita sudah merasa satu frekuensi. Bahkan ketika sedang di kendaraan umum, dua orang yang tidak saling kenal akan merasa batasan antara mereka menjadi berkurang setelah tertawa bersama karena melihat sesuatu yang lucu di perjalanan.

Profesor Ted Cohen menyampaikan teori joke intimacy yang menjelaskan tentang bagaimana lelucon bisa membangkitkan rasa keterhubungan dan keintiman. Ketika kita tertawa bersama, kita menatap mata orang yang berbagi tawa bersama sehingga keintiman mulai dibangun. Kita pun cenderung melihat sekeliling ketika kita melihat sesuatu yang lucu untuk melihat apakah ada orang lain yang melihatnya. Ini karena tawa terasa jauh lebih nikmat lagi ketika dilakukan bersama ketimbang sendirian.

Marketeer juga berusaha menggunakan humor untuk hal yang sama. Berusaha menyamakan frekuensi, melunturkan mekanisme defensif, dan berusaha menciptakan keintiman untuk bisa mulai membangun hubungan yang baik dan lebih terbuka dengan audiens atau target market.

Humor secara fisiologis dan biologis juga membahagiakan. Ketika tertawa, kita merasa bahagia, dan hormone endorphine yang dikenal sebagai salah satu hormon kebahagiaan pun diproduksi. Hormon ini juga dikenal sebagai hormon penghilang stres. Hormon endorphine juga membuat orang menjadi nyaman. Dan ketika merasa nyaman, maka Anda akan menghargai orang yang membuat Anda nyaman, yaitu orang yang membuat Anda tertawa. Humor juga mendorong produksi hormone oxytocin. Hormon ini dikenal sebagai hormone social karena dipercaya mendorong dorongan social bonding dengan orang di sekitar kita.

Untuk itu pula, humor menjadi satu dari sedikit kelebihan lain dari seorang laki-laki untuk bisa bersaing mendapatkan wanita idamannya dari pesaing yang lebih ganteng darinya. Sebuah riset di Inggris menemukan bahwa wanita selalu memasukkan “good sense of humor” sebagai salah satu kriteria dalam iklan pencarian jodoh. Jika awalnya humor membuat orang menjadi suka, pada tahap selanjutnya wanita yang menyukai seorang laki-laki akan tertawa terhadap lelucon yang dilontarkan laki-laki tersebut -meski sebenarnya tidak lucu

Ketika kita tertawa, mood kita akan membaik. Seperti tulisan saya di edisi terdahulu bahwa mood memengaruhi dorongan belanja. Mood yang baik cenderung kurang selektif terhadap keputusan pembelian sehingga mendorong kita untuk tidak terlalu pilih-pilih. Lihatlah bagaimana pedagang-pedagang yang memiliki cita rasa humor yang baik bisa menjual lebih banyak. Teknik ini pula yang digunakan oleh outlet es krim turki. Menggunakan humor dengan cara memainkan pembeli ketika menyerahkan es krimnya.

Tertawa Baik untuk Kesehatan

Karena efek menyamankan dan menyenangkan, kita cenderung punya keinginan untuk selalu terhubung dan dekat dengan orang yang memiliki cita rasa humor yang baik. Lelucon yang kita dapatkan bisa meningkatkan social wealth ketika kita ceritakan kepada teman-teman yang lain. Kita dianggap sebagai seseorang yang menyenangkan ketika kita selalu punya lelucon yang segar. Dan ini mendorong kita untuk terus berhubungan dan bisa mendapat limpahan inspirasi lelucon dari orang yang kita anggap humoris.

Singkatnya, lelucon itu bisa kita “curi” dan teruskan ke lingkungan kita yang lain. Tidak mengherankan jika kita menemui fakta bahwa iklan-iklan yang lucu cenderung memiliki angka viral yang tinggi. Karena dengan membagikan video lucu, iklan lucu, bahkan meme lucu, social wealth kita terkatrol. Ketika kita berhasil membuat orang lain tertawa, maka kita akan merasa lebih percaya diri. Lelucon menjadi viral karena orang senang menjadi percaya diri.

Tertawa adalah obat mujarab. Selama hati senang, maka penyakit akan jauh dari kita begitu keyakinan orang tua kita dulu. Negara-negara barat pun sudah mulai meneliti bagaimana tertawa bisa membantu proses penyembuhan. Ini karena tertawa secara biologis terbukti mendorong diproduksinya hormon kebahagiaan dan di samping itu membuang hormon stres. Seperti kita tahu, stres akan menurunkan daya tahan tubuh. Maka ketika hormon stres hilang maka daya tahan tubuh menjadi lebih baik. Tidak bisa dibantah bahwa seorang pasien yang lebih banyak tertawa akan lebih positif mood-nya sehingga ia akan lebih siap melawan penyakit dan menjalani perawatan yang tidak mengenakkan.

Anda yang pernah dirawat di RS. St. Carolus pada akhir tahun 90an hingga awal 2000an tentunya tahu sosok Almarhum Pater Ben Tentua, seorang Pastor yang setiap harinya mengabdikan diri berkeliling dari bangsal-ke bangsal di rumah sakit untuk menghibur pasien apa pun agamanya. Terkadang ia membawa alat musik kecil untuk bernyanyi bersama. Namun ia selalu punya candaan untuk orang-orang yang sedang terbaring sakit.

Risiko paling dekat ketika brand menggunakan humor adalah ketika lelucon tidak berhasil membuat orang tergelitik. Persepsi ‘jayus’, ‘sok lucu’, atau nggak jelas kalau kata anak sekarang, akan menempel pada brand. Bermain dengan lelucon memang selalu memiliki risiko tersebut.

Selain itu marketeer perlu mempertimbangkan brand perception yang sedang dibangun. Tidak semua persepsi bisa dibangun dengan humor. Dan kalaupun humor akan digunakan maka level humornya harus disesuaikan dengan brand perception yang ingin diciptakan.

Kesalahan yang paling sering dilakukan marketeer masa kini adalah dengan berpikir “asal lucu”. Sehingga humor yang digunakan receh dan tidak sesuai dengan brand perception yang ingin dibentuk. Jika di awal saya menyinggung bagaimana wanita menyukai laki-laki yang berjiwa humor, namun hal yang sama belum tentu berlaku sebaliknya, Wanita yang terlalu lucu bisa kurang menarik bagi laki-laki untuk diajak membangun hubungan asmara. Karena akan mengubah romantisme yang ingin dibangun menjadi hubungan komedi.

Survei membuktikan seorang pemimpin yang memiliki jiwa humor yang baik cenderung lebih disukai. Namun humor yang tidak pada tempatnya juga bisa menurunkan wibawa. Hal yang sama juga terjadi dengan brand. Jika yang ingin Anda bangun adalah brand yang berwibawa, maka bisa jadi humor adalah cara yang kurang tepat.

Pada akhirnya untuk bisa menggunakan humor, brand harus dalam tahap aman, tidak memiliki permasalahan dan komplain yang serius dari pelanggan. Studi menunjukkan bahwa humor malah berakibat fatal terhadap pasangan suami istri yang sedang bermasalah. Mereka yang sedang memiliki masalah dalam hubungan cenderung berpisah ketika humos mulai ambil peranan. Ini karena dalam krisis hubungan, humor bisa diartikan sebagai ketidakseriusan dalam menyelesaikan masalah.

Risiko bully dan backfire juga bisa muncul pada brand yang sedang bermasalah namun tetap menggunas humor. Karena diartikan tidak punya sensystas untuk berempati terhadap konsume Sudahkah Anda mempertimbangkan fakto tor tersebut dalam memutuskan apak Anda akan menggunakan humor atau tid dalam materi komunikasi brand Anda?

M QUOTE

“LIHATLAH BAGAIMANA PEDAGANG-PEDAGANG YANG MEMILIKI CITA RASA HUMOR YANG BAIK BISA MENJUAL LEBIH BANYAK.”

Oleh Ignatius Untung Praktisi Marketing &Behavioral Science

 

 

Sumber: Marketeers. Desember 2020-Januari 2021.Hal.24,25