Mengenang Kembali Masa Lalu dengan Seni Piksel
Momen masa kecil menjadi kenangan tersendiri yang selalu melekat dalam benak, baik yang menyedihkan maupun menyenangkan. Satu per satu memperkaya pengalaman dan ingatan hidup kita
Untuk mengenangnya kembali, beragam cara dilakukan, mulai dari melihat foto-foto zaman dulu, menceritakan nostalgia ketika bersama orang-orang yang terlibat didalamnya, sengaja menyimpan benda-benda yang terkait dengan kenangan tertentu, menyanyikan lagu-lagu tertentu, bahkan ada mengabadikannya menjadi sebuah karya. Cara terakhir disebut mungkin tidak banyak orang yang melakukannya. Sebuah karya yang tidak disimpan begitu saja. Sebuah kray yang dibagikan kepada banyak orang dengan harapan agar dapat menyebar semangat untuk mengapresiasi masa lalu. Sebuah karya yang dihadirkan agar dapat menular inspirasi dan mengulik daya kreativitas yang melihatnya.
Seperti yang dilakukan oleh Narpati Awangga (37). Pria yang telah lama bergabung dalam komunitas ruang rupa dan dikenal juga sebagai pemain synthesizer di goodnight. Electric ini punya cara unik untuk mengekspresikan hal itu. Oomleo, begitu sapaan akrabnya, pada 28 Agustus-27 September 2015 mengadakan pameran karyanya dengan nama “Angkutan”.
Masal lalu seni piksel
Pameran yang digelar di Ruci Artspace ini merupakan hasil kreativitas Oomleo dalam mengolah seni piksel. Melalui seni piksel, Oomleo mampu “memanggil” kembali memori-memori masa kecilnya. Mulai dari kenangan akan mobil tua milik keluarganya hingga mengabadikan pengalaman bersama sang ibu ketika pergi menggunakan bajaj. Selain itu, Oomleo merealisasikan bentuk unik kendaraan umum khas india dan berbagai film masa kecilnya, salah satunya Airwolf yang menampilkan helicopter legendaris film ini. Memiliki latar belakang pendidikan seni visual sewaktu kuliah di Bandung dulu, Oomleo telah lama tertarik terhadap seni piksel. Terinspirasi dari kelompoj seniman piksel yang anggotanya berasal dari berlin dan new York bernama Eboy, Oomleo bisa dibilang sebagai pionir dalam mengembangkan seni piksel di Indonesia.
“Peluang untuk berkreasi dengan menggunakan seni piksel di Indonesia itu masih luas sekali. Belum banyak seniman visual Indonesia yang fokus mengerjakan seni ini. Padahal, pasarnya ada. Maksudnya banyak orang tertarik yang menggunakan seni piksel, misalnya untuk dijadikan ikon produk tertentu atau bikin sebuah desain yang dominan dengan sentuhan piksel,”papar Oomleo. Piksel adalah satuan titik warna yang terdiri atas warna CMYK (Cyan, Magenta, Yellow dan Black). Gambar kemudian dihasilkan dari penggunaan ukuran dan kepadatan piksel yang berbeda. Seni piksel telah merambah ke gim, kartun maupun animasi.
Ketika ditanya kenapa memilih kenangan masa lalu untuk mempersentasikan karya seni pikselnya, oomleo menceritakan bahwa setiap orang punya pengalaman dan perasaan intim dengan benda-benda tertentu. “Bagi saya, angkutan menjadi kenangan tersebut. Tanpa kita sadari bahwa berbagai macam jenis angkutan yang ada disekitar kita itu sebenarnya melengkapi pengalaman-pengalaman yang pernah kita lalui. Saya ingat ya, dulu ayah saya itu punya mobil dinas, ketika sudah tidak bekerja otomatis mobil dinas itu sudah tidak dipakai oelh keluarga saya. Ketika mobil tersebut tidak lagi ada di rumah saya, saya sedih loh. Akhirnya mobil dinas ayah saya itu, saya coba panggil kembali dalam gambar yang berbentuk piksel dan saya pamerkan dalam “angkutan” kenang pria yang juga aktif mengelola ruru radio ini.
Pameran yang telah berlangsung selama sebulan itu uniknya juga menghadirkan satu sudut yang dipenuhi dengan berbagai perangkat ketika oomleo sedang berkreasi atau mencari ide. Perangkat atau benda-benda tersebut tampak telah usang, tetapi rupanya oomleo tidak membuangnya begitu saja. Ada sebuah pintu yang banyak terdapat bekas “Jasad” nyamuk, botol yang dipenuhi dengan tumpukan abu rokok, computer jadoel yang penuh stiker dan buku berharga pemberian sang kakek yang membuat berbagai jenis angkutan. Buku ini menjadi salah satu sumber inspirasi terbesar oomleo dalam menggelar pameran tersebut.
Sumber: Kompas, 28 Oktober 2015, Halaman 33