Jookie Vebriansyah Bandul Penyeimbangan Belitung

Bandul Penyeimbangan Belitung. Kompas. 16 Februari 2016. Hal.16

Hari-hari Jookie Verbiansyah dihabiskan di antara pertemuan, menanam bakau,dan menghapus cat dari granit di pantai-pantai Belitung, Kepulauan Bangka Belitung. Semua itu kerap membuatnya dituding sebagai penghambat kemajuan. Padahal , dia justru berjuang demi masa depan.

Oleh Kris Razianto Mada

Paling mutakhir, ayah tiga anak itu dituding tidak mendukung pengembangan pariwisata Belitung. Tudingan itu muncul karena ia menentang pembabatan bakau di satu wilayah untuk dijadikan daerah wisata.

“saya tidak menghalangi pembangunan atau geliat pariwisata yang sedang dijadikan motor baru perekonomian Belitung. Saya mendukung pariwisata berkelanjutan di Belitung,” ujarnya di sela menanam bakau di tepi Sungai Pilang, Belitung, awal Februari 2016.

Bersama puluhan pelajar dan warga, Ketua Gabungan Pecinta Alam Belitong (Gapabel) itu menanam ratusan bibit bakau.penanaman di desa dukong, Tanjung Pandan, itu adalah cara Gapabel mengenalkan seluk beluk bakau kepada pelajar, “Bakau penting bagi ekosistem. Belitung yang daratannya terbatas. Paling pokok, (bakau) sebagai penahan ombak dan abrasi, serta habitat aneka hewan darat dan air,” tuturnya.

Bibit Bakau di Desa Dukong itu hasil penyemaian Gapabel. Komunitas ini beranggotakan , antara lain, para pelajar dari sejumlah sekolah di Belitunng. Selain menanam bakau, mereka juga menyemai bibit bakau dan aneka tumbuhan tumbuhan lain. Apabila siap ditanam, sebagian bibit itu diberikan kepada warga. Sebagian lagi ditanam bersama oleh anggota Gapabel.

Jookie juga mengajak anggota Gapabel untuk memeriksa tempat-tempat wisata. Di sana, mereka membersihkan bekas-bekas vandalisme. “setiap pengumuman kelulusan sekolah, kami pasti ke tempat-tempat wisata. Kalau belum terjadi (Vandalisme). Paling banyak corat coret granit dengan cat ,” tuturnya.

Menyisihkan Penghasilan

Untuk mendanai semua kegiatan itu, Jookie dan sejumlah senior di Gapabel menyisihkan sebagian dari penghasilan masing-masing. Mereka juga sesekali mendapat sumbangan dari pengusaha pariwasata yang sadar peran lingkungan hidup untuk keberlangsungan pariwisata Belitung.

Gapabel bekerja sama dengan sejumlah pebisnis pariwisata Belitung untuk menjaga kondisi alami suatu kawasan. Kondisi alami itu dibutuhkan sebagai penarik wisatawan. Selain itu , ada pula paket wisata menanam bakau. Dengan cara itu , pariwisata dan pelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan. “Orang datang ke Belitung karena alamnya. Kerusakan alam berarti kehilangan magnet pariwisata ujarnya.

Semua kegiatan itu dilakukan di tengah keterbatasan dana. “kami tidak mau mengajukan proposal. Ada banyak peluang pendanaan kalau kami mau mengajukan proposal. Cara itu berbahaya dan berpotensi bias kepentingan . Biarlah kami mendanai kegiatan seadanya.” Ungkapnya.

Penanaman bakau dan aneka tumbuhan lain serta pembersihan bekas vandalisme adalah cara Jookie berkonstribusi untuk pariwisata. Ia yakin pariwisata bisa berjalan tanpa harus merusak lingkungan.

Namun ia merasa masih banyak orang belum menyadari hal itu. Buktinya , pembabatan hutan, penambangan timah liar, dan perusahaan granit masih berlangsung, “Pantai mana bisa tetap jernih kalau bakau tergerus dan sampah berserahkan. Belitung terkenal karena pantai-pantai yang jernih dan bersih.” Tuturnya.

Keyakinan kepada pariwisata berkelanjutan menjadi salah satu penyemangat Jookie untuk aktif di Gapabel. Keyakinan  serupa membuatnya konsisten menolak perusakan bakau dan dan hutan atas nama investasi. “baru-baru ini, berhektar-hektar bakau di Penggantungan dibabat karena akan dijadikan lokas wisata terpadu. Kami sudah protes,” katanya.

Protes Jookie tidak hanya kepada pengusaha yang membabat bakau demi pembangunan tempat wisata. Bersama berbagai lapisan warga Belitung, ia menggagalkan rencana penambangan timah di dasar laut Belitung.

Penambangan itu didorong oleh sejumlah pejabat di Bangka Belitung. Lokasi penambangan terletak di dekat Tanjung Pendam, pantai terdekat dari Tanjung Pendan. Penambangan itu berkedok reklamasi untuk pembangunan wahana hiburan terpadu.

“Belitung sudah diberi anugrah alam sangat indah dan bisa dijadikan tujuan wisata behari. Buat apalagi  mengeruk laut dan menimbun pantai dengan alasan pembuatan tempat wisata baru?” ucapnya.

Jookie menggalang penolakan dari berbagai penjuru. Dukungan atas gerakan itu datang dari berbagai daerah dan organisasi di Indonesia. “Belitung pernah ditinggalkan timah. Kerusakan akibat tambang timah masih terlihat dan terasa sampai sekarang. Jangan sampai terulang lagi,” ujarnya.

Penambangan itu memang akhirnya batal. Setidaknya , sampai sekarang tidak lagi terdengar rencana penambangan berkedok reklamasi itu. Namun, Jookie dan rekan-rekannya tetap waspada pada kemungkinan lobi pengusaha tambang itu.

Kehilangan Pekerjaan

Kesadaran Jookie untuk melestarikan lingkungan tumbuh sejak kuliah di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Bandung tahun 1997 dan aktif dalam kelompok mahasiswa pecinta alam di kampus itu. Saat kembali ke Belitung, kecintaannya kepada lingkungan itu diuji oleh berbagai tantangan yang lebih nyata.

Kegigihan pemuda itu menjaga lingkungan bukan tanpa resiko. Ia kehilangan pekerjaan sebagai pengajar di dua akademi di Belitung. Ia juga tidak diberi tugas apa pun walau masih berstatus guru di satu SMK negeri di Belitung, “setiap hari, saya ke sekolah, paling tidak memenuhi kewajiban presensi,” ujarnya.

Berkali-kali ia menanyakan apa pekerjaan yang bisa dilakukan di sekolah. Namun, pertanyaan itu tak kunjung dijawab. “saya bukan mau mengabaikan tanggung jawab sebagai guru dan pegawai negeri sipil. Saya sudah berusaha meminta pekerjaan  dan jam mengajar, tetapi sampai sekarang belum diberikan,” ujar pengajar bidang studi, Teknik Informatika itu.

Ia berusaha berpikir positif dengan menyatakan ketiadaan jam mengajar merupakan dampak perubahan kurikulum. Dalam kurikulum terbaru, bidang studi Teknik Informatika dan pelajaran sejenis dihapuskan. Akibatnya guru guru bidang studi itu kehilangan  jam mengajar yang berimbas pada tiadanya tunjangan kinerja.

Dengan kondisi itu, wajar apabila penghasilan Jookie pas-pasan. Sejumlah pihak berkali-kali berupaya memanfaatkan itu. Mereka menawari Jookie berbagai imbalan materi. Syaratnya , ia harus berhenti memprotes perusakan hutan dan pembabatan bakau. Semua tawaran itu ditolaknya.

Tidak mempan disuap, ia berkali-kali diancam preman. Bahkan , ada pula yang menggunakan santet. Beruntung , sejauh ini belum berdampak terhadap dirinya. “ saya tidak melakukan hal yang salah. Apa yang saya lakukan hanya untuk menjaga keseimbangan akan Belitung,” tuturnya.

Jookie percaya bahwa pembangunan dan kemajuan dibutuhkan. Namun , semua itu harus diseimbangkan agar Belitung tidak rusak karena kerakusan orang-orang yang hanya berpikir mengeruk keuntungan sesaat. Ketika pembangunan sudah terlalu jauh menggangu keseimbangan alam. Jookie menjadi bandul penyeimbang.

 

Kompas, Selasa, 16 Februari 2016

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *