Angkot Kosong pun Dibayar. Harian DI’S Way. 17 Juli 2020. Hal. 4. Freddy H Istanto.INA

SUROBOYO Bus jadi tulang punggung pengembangan transportasi umum Surabaya. Rusuk-rusuknya adalah trunk dan feeder. Itu adalah angkutan kota (angkot) yang dikelola pemkot. Namun konsep itu batal. Pengusaha angkot konvensional protes karena mereka bisa mati perlahan.

Maka solusinya adalah melibatkan angkot yang sudah ada. Pemkot menampung aspirasi mereka. Angkot-angkot akan menjadi mitra pemkot. Mereka akan dibayar berdasarkan jarak tempuh. Ada atau tidak ada penumpangnya.

“Pemkot pakai konsep buy the service. Ini bisa jadi solusi transportasi,” ujar Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati kemarin. Dalam konsep itu pemerintah akan membeli layanan angkutan umum dari swasta. Standar pelayanannya ditentukan sendiri oleh pemerintah. Kemudian retribusi akan ditarik ke penumpang.

Dengan sistem itu kualitas dan kuantitas pelayanan ke masyarakat lebih terjamin. Sebab pemilik angkot tidak perlu kejar target penumpang. Mereka juga tidak perlu ngetem sembarangan berjam-jam.

Untuk mewujudkannya, halte-halte harus diperbanyak. Terutama ke jaringan jalan yang tidak dilewati bus. Selain itu penggunaan tiket elektronik harus diberlakukan. Biar tidak ada yang curang.

Dishub sudah menghitung perkiraan anggaran yang dibutuhkan. Untuk tahap pertama akan ada lima jurusan angkot yang akan dilibatkan. Jika dihitung jarak tempuh total mereka mencapai 6.599,6 kilometer.

Setiap kilometernya akan dibayar Rp 6.679,25. Kendaraan yang terlibat mencapai 60. Maka besaran biaya operasionalnya mencapai Rp 31 miliar.

Dinas Perhubungan Surabaya (Dishub) juga telah bersurat ke Kementerian Perhubungan terkait permohonan bantuan buy the service. Skenarionya 60 kendaraan angkot diperbarui. Pemkot memilih Toyota Hiace. Untuk membelinya butuh anggaran Rp 24 miliar. “Konsepnya bagus. Harusnya segera direalisasikan,” ujar Aning.

Menurutnya konsep pembayaran sampah plastik tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Sebab penghasilan dari melelang plastik tersebut tidak sebanding dengan total operasional bus setiap tahunnya.

Persoalan Surabaya Bus juga disampaikan dalam catatan Pansus Laporan Pertanggungjawaban Wali Kota (LKPj) Tahun Anggaran 2019. Catatan itu disampaikan dalam rapat paripurna kemarin. “Saya sampaikan agar Surabaya bus digratiskan saja lebih dulu sambil menunggu konsep buy the service ini,” ujarnya.

Sekretaris Daerah Hendro Gunawan membacakan langgapan dari Wali Kota Tri Rismaharini. Namun jawabannya masih normatif. “Semua rekomendasi akan dilaksanakan di tahun 2020 dengan mempertimbangkan pandemi,” ujarnya.

Direktur Sjarikat Poesaka Surabaya Freddy H. Istanto sangat ingin naik Surabaya Bus itu. Dia sering melihat bus tersebut berhenti menunggu penumpang di Unesa. “Masalahnya dari Unesa ke ke kampus saya di UC (Universitas Ciputra) mau naik apa?,” ujarnya.

Freddy berharap jaringan angkutan penunjang bus diperbanyak. Dia membayangkan Surabaya bisa meniru Jakarta. Orang memiliki banyak opsi kendaraan umum untuk bepergian ke mana pun. (Salman Muhiddin)

 

Sumber: Harian DI’S Way. 17 Juli 2020. Hal. 4

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *