ROKOK ELEKTRONIK (VAPE), APAKAH AMAN?

Anak-anak seusia murid sekolah dasar (SD) memakai rokok elektronik (vape), merupakan masalah dan keprihatinan yang harus ditindaklanjuti. Asap rokok elektronik dihasilkan dari proses pembakaran cairan kimia tertentu (propylene glycol + glycerin) dengan cairan perasa dan atau mengandung nikotin berbagai konsentrasi.

Prophylen glycol dalam vape, karena proses pemanasan akan berubah menjadi formaldehyde dan acrolein, keduanya adalah bahan yang toxic terhadap tubuh dan mengganggu kesehatan. Penelitian dari tim Harvard University (2015) asap dari hasil pembakaran dalam rokok elektronik mengandung bahan yang bisa merusak paru dan menyebabkan penyumbatan saluran napas (bronchiolitis obliterans). Anak-anak yang sedang dalam masa tumbuh kembang, jika asupan oksigennya tidak optimal karena bronchiolitis obliterans maka pertumbuhannya akan tidak optimal, termasuk fungsi otaknya.

Cairan perasa yang ada dalam rokok elektonik (vape) memiliki beraneka cita rasa dan aroma yang dapat disesuaikan dengan kesukaan pengguna. Biasanya terdiri dari rasa buah (apel, stroberi, chery, pisang, anggur, semangka, blackberry), tembakau (seperti rokok yang beredar di pasaran), atau rasa makanan/minuman (kopi, vanilla, mocca). Cairan perasa yang mempunyai banyak pilihan memungkinkan lebih banyak pengguna bisa menemukan kesukaan dan seleranya.

Kandungan nikotin dalam rokok elektronik (vape), bisa memilih, dari yang kandungan rendah nikotin sampai yang kandungan tinggi nikotin, atau yang tanpa nikotin. Bahwa nikotin memberi pengaruh yang tidak baik terhadap kesehatan, telah kita ketahui.

Harga rokok elektronik relatif tidak murah, termurah Rp 50.000,- sampai ada yang ratusan ribu rupiah. Faktor asal bahan yang digunakan menentukan harga, produk Amerika, Malaysia atau lokal. Kalau anak SD bisa membeli rokok elektronik, selain dengan cara patungan, mungkin karena uang jajannya banyak.

Vape dan Kecanduan. Hampir semua rokok elektronik mengandung nikotin. Bahkan beberapa produk rokok elektronik yang diklaim bebas nikotin, ternyata juga mengandung nikotin. Pengujian yang dilakukan Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2009    menemukan bahwa cartridge yang berlabel bebas nikotin ternyata mengandung nikotin. Selain itu, penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 menemukan bahwa jumlah nikotin yang tercantum dalam kemasan cairan isi ulang vape, beberapa berbeda dengan jumlah nikotin yang terkandung di dalamnya. Semakin banyak kandungan nikotin dalam cairan rokok elektronik, semakin besar pula resiko menjadi kecanduan.

Selain dapat menyebabkan kecanduan, nikotin juga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Nikotinoid adalah bahan yang hampir sama dengan nikotin, bekerjanya mempersempit pembuluh darah sehingga pasokan darah ke organ penting, antara lain otak menjadi tidak optimal. Dampaknya pada anak akan mengganggu konsentrasi dan kecerdasannya.

Dampak terhadap organ reproduksi berupa terganggunya fungsi produksi sel benih. Formaldehyde dan acrolein yang dihasilkan dari vape akan berfungsi sebagai bahan pengganggu (oksidan) yang berdampak buruk pada kualitas sperma. Karenanya pasangan yang sedang dalam perawatan kesuburan, dianjurkan tidak menggunakan vape. Asumsi bahwa vape sebagai pengganti rokok yang dianggap lebih aman, tidak dapat dibuktikan.

Potensi masalah dan regulasi. Vape yang cairannya bisa diisi dan memilih bahan perasa yang menyenangkan, bukan hal yang sulit kalau suatu saat diisi narkoba yang penggunaannya dengan cara dibakar.

Dampak reproduksi, saat ini jumlah rata-rata konsentrasi sperma di dunia, turun sebesar 50% dalam tiap 50 tahun. Hal tersebut terjadi karena banyaknya polutan disekitar kita (endocrine disruptor), termasuk karena pengaruh rokok elektronik.

Antisipasi untuk meminimalkan pengaruh rokok elektronik harus menjadi komitmen semua pihak.

Para orang-tua dan guru sekolah bersama-sama memberi perhatian pada anak-anak untuk menjauhkan diri dari penggunaan  rokok elektronik sebagai gaya hidup.

Pemerintah harus memperketat regulasi import terkait masuknya vape atau cairan yang digunakan dalam rokok elektronik.

Pemerintah Singapura mulai 1 Pebruari 2018 melarang pembelian, penggunaan, dan kepemilikan vape. Pelanggar peraturan ini akan didenda hingga 2.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Sedangkan penjual barang terkait vape terancam hukuman penjara enam bulan dan atau denda hingga 10 ribu dolar Singapura (Rp 101 juta) untuk pelanggaran pertama. Jika tertangkap untuk kedua kalinya, hukumannya dua kali lipat.

Di Thailand, rokok elektronik sangat dilarang. Barang siapa melanggar, bisa terancam 10 tahun penjara. Sama juga di Brasil dan Uruguay, penggunaan vape dilarang sejak tahun 2014.

Di Hongkong, penggunaan vape masih diperbolehkan, asal cairan vape yang digunakan tidak mengandung nikotin. Sementara di Turki, vape boleh digunakan asal tidak di dalam ruangan, atau di dalam kendaaan transportasi publik.

Bagaimana di Indonesia, nasib anak-anak SD yang telah bersahabat dengan vape terlalu dini, ketagihan, potensi ada gangguan paru, dan gangguan kesuburan kelak. Harus diantisipasi.

Penulis: Dr. dr. Hudi Winarso, Sp.And.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Ciputra

Artikel lain