Bagaimana jadinya jika kita diajak berpetualang ke dalam pemikiran seorang idol yang depresi?

Dalam film Perfect Blue (1997) karya Satoshi Kon, kita akan diajak merasakan kehidupan seorang entertainer yang tidak kita lihat di layar kaca. Film ini diadaptasi dari novel karya Yoshikazu Takeuchi (1991). Bercerita tentang seorang idol dari anggota grup CHAM!, Mima Kirigoe, yang memutuskan untuk mengakhiri karir idol-nya dan melanjutkan sebagai aktris dan model. Pernah bekerja sebagai idol yang banyak dicintai fansnya, tentu langkah Mima dalam beralih karier menjadi aktris mengalami banyak pro dan kontra dari orang di sekitarnya. Image Mima yang cute dan innocent harus berubah drastis menjadi seorang aktris yang dituntut untuk mempunyai citra dewasa dan seksi.
Tak hanya soal peralihan karier, dalam cerita ini Mima memiliki fans fanatik yang ternyata juga menjadi stalker Mima. Kehidupan pribadi Mima digali dengan sangat jelas dan disebarkan melalui website. Setting film ini berlatar pada tahun 90-an di mana era internet masih belum semasif tahun 2000-an. Semua detail kehidupan Mima, dibocorkan oleh fans fanatik sehingga membuat Mima merasa terganggu.
Adegan dalam film ini banyak menunjukkan potongan-potongan kehidupan nyata dari Mima dan halusinasi yang ada di pikirannya. Akibat tekanan dari agensi, ekspektasi fans terhadap karir aktingnya, dan pergulatan batin Mima yang membuatnya krisis identitas akan dirinya sendiri. Jika diperhatikan lebih detail, tone warna yang digunakan pada film merepresentasikan keadaan batin Mima. Warna biru misalnya, yang mewakili warna dari kesedihan dan warna merah yang melambangkan gairah atau passion Mima dalam bekerja. Di film ini juga ditunjukkan Mima ‘kedua’ yang selalu berada di sekitar Mima ‘asli’ untuk mempertanyakan “apakah ini yang kamu mau?”. Keberadaan Mima kedua dalam pikiran Mima dapat membuat kita memahami dan melihat sudut pandang secara garis besar bagaimana seorang skizofrenia melihat halusinasinya. Mima kedua dalam film ini selalu tampak memakai baju merah khas seorang idol dan selalu berada di sisi Mima bahkan saat Mima asli bekerja. Hal ini dapat kita lihat bahwa sisi lain atau alter ego dalam diri seseorang bahkan dapat membahayakan. Terlebih, munculnya Mima kedua adalah berasal dari pikiran dan batin Mima yang masih terjebak dalam keputusan ‘menjadi aktris’ dan ‘mengubah image’.
Selain diteror dari pergulatan batinnya, Mima masih harus menghadapi stalker yang rupanya membahayakan orang-orang di sekitarnya bahkan dirinya sendiri. Stalker Mima adalah fans yang terobsesi dengan Mima ‘idol’ sehingga ketika ia tahu Mima yang ‘cute dan innocent’ hilang dan berubah menjadi Mima yang dewasa dan bergaya erotis, ia menjadi seorang psycho. Stalker Mima merasa bahwa Mima dengan image yang baru bukanlah Mima asli. Ia menganggap Mima idol telah dibunuh oleh Mima aktris. Stalker Mima akhirnya menjadi seorang yang penguntit dan pembunuh orang-orang yang dirasa telah mengubah Mima, seperti penulis skrip, sutradara, bahkan CEO agensi Mima.

Kengerian sisi kelam idol yang tergambar melalui penglihatan Mima dan adegan sadis membuat kita dapat mengetahui susahnya jadi seorang entertainer. Penggambaran cerita Mima melalui adegan dan objek dalam film patut diapresiasi karena dapat tertuang dalam visualisasi yang nyaman di mata namun membuat kepala pening karena transisi antara alam nyata Mima, halusinasi Mima, dan alam batin Mima. Petualang psikologis Mima tergambar cukup jelas, mulai dari penggambaran Mima yang ekspresif dan ceria sehingga menjadi Mima yang penuh kegilaan. Penonton dapat merasakan seolah-olah menjadi Mima yang ceria sehingga menjadi Mima yang depresi.
Cerita Mima mungkin hanyalah sebuah cerita yang tertuang dalam anime. Namun, di luar sana, ada banyak entertainer terutama seorang idol wanita yang bisa jadi memiliki pengalaman sama seperti Mima. Adegan yang mengganggu dan traumatis yang disuguhkan dalam kisah Mima, dapat membuat kita bisa melihat permasalah yang kompleks yang harus dihadapi oleh seorang idol, terutama jika ia masih seorang rookie. Seperti dituntut oleh agensi, dipaksa melakukan pekerjaan yang membuatnya tidak nyaman seperti pemotretan tanpa busana, hingga ancaman pembunuhan oleh fans yang ekspektasinya tidak terpenuhi. Meski hanya berupa film animasi, nyatanya visualisasi film ini cukup mengerikan dan mampu memberikan rasa takut dan trauma kepada penonton. Untuk film yang rilis di tahun 90-an, film ini cukup menggambarkan kisah Mima melalui gambaran adegan dan setting latar yang apik.