Pendeta Gea Bantah Cabuli 7 anak

Pendeta Gea Bantah Cabuli 7 anak. Surya.3 Juni 2016.Hal.11

Sidang di PN Surabaya

Surabaya, Surya – Pendeta Idaman Asli Gea alias Idaman Asli Telambanua harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas tuduhan pencabulan terhadap tujuh anak.

Dalam sidang pemeriksaan saksi di ruang Sari II yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Maxi Sigarlaki SH, ketujuh saksi terdiri dari lima perempuan dan dua laki-laki diperiksa satu persatu secara tertutup. Mereka adalah F (21), MM (17), R (20), MN (21), AP (8), F (13), dan YN (13).

Ketika sidang berlangsung dari balik kaca jendela terlihat majelis hakim berargumen dengan terdakwa Idaman Asli Gea. Di depan ruang Sari II pun terlihat ramai. Ada beberapa perempuan terlihat mendampingi ketujuh korban pelecehan seksual. Mereka melakukan pendampingan karena kondisi korban mengalami trauma berat.

Dalam kasus ini, terdakwa dijerat pasal berlapis yakni Pasal 81 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, ancaman hukumannya 15 tahun penjara.

Sesuai dakwaan yang ada, terdakwa diduga melakukan persetubuhan terhadap keponakannya sendiri, MM. Dalam dakwaan itu disebukan, korban tinggal bersama terdakwa sejak tahun 2012, saat itu korban kelas 3 SMP.

Kerjadian itu terjadi saat korban pulang dari sekolah dan disuruh terdakwa untuk membikinkan teh. Setelah itu disuruh mengantar ke kamar terdakwa.

Lantas korban disuruh mengunci pintu kamar. Selanjutnya terdakwa menyuruh korban untuk mengerok terdakwa di bagian bawah perut. Akhirnya korban disuruh melayani terdakwa sambil berkata: “aku itu membutuhkan kamu, aku tidak merusak kamu, itu kebutuhanmu, jangan bohongi dirimu sendiri:.

Korban saat itu menjawab “tidak mau om” sambil beranjak dari tempat tidur. Lalu terdakwa mengambil pisau diatas lemari pakaian dan menodongkan pisau di leher korban. Tetapi saat itu terdengar suara pintu pagar terbuka oleh adik kandung korban yang pulang dari sekolah.

Karena kondisi tidak memungkinkan, terdakwa menyuruh korban keluar dari kamar dengan berkata: “keluar kamu, kalau kamu gak nurut saya pulangkan kamu ke Nias dan jangan harap kamu bisa sekolah di sini”.

Korban saat itu hanya bisa menangis sambil keluar kamar terdakwa.

Persoalan tak berhenti disitu. Agustus 2014, korban saat itu diantar terdakwa ke sekolah bersama dengan saudara-saudara saksi korban lainnya dengan menggunakan mobil Suzuki Ertiga. Setelah terdakwa mengantar semua saudara-saudara korban ke sekolah, terdakwa tidak mengantar korban langsung ke sekolahnya. Namun terdakwa menghentikan mobil di daerah sepi. Terdakwa yang awalnya duduk di kursi depan melompat ke kursi tengah tempat korban sembari berkata: “itu sudah kebutuhan kamu, kamu itu harus bisa merasakan laki-laki itu seperti apa, suapaya kamu kedepannya itu punya pengalaman dan tidak mudah luluh dengan laki-laki lain.”

Korban yang diliputi rasa ketakutan itu tidak bisa mengatakan apa-apa dan berusaha keluar dari mobil. Namun, pintu mobil sudah dikunci dan terdakwa menyuruh korban untuk membuka baju sambil berkata ‘buka bajumu daripada aku sobek nanti kamu gak bisa sekolah’.

Dalam kejadian ini, korban harus merelakan mahkotanya direnggut terdakwa. Usai melampiaskan nafsunya, terdakwa justru mengatakan jangan bilang siapa-siapa, kalau kamu bilang nyawa taruhannya.

Pada minggu ketiga Agustus 2014, terdakwa pulang dari gereja bersama korban dan dibawa ke tempat sepi dan kejadian itu terulang lagi. Usai menyalurkan hasratnya, terdakwa mengatakan jangan bilang ke mamamu (istri terdakwa).

Pascakejadian, masih dalam bulan Agustus, saat terdakwa dan korban melakukan pelayanan doa di sebuah Gereja di daerah Tambakrejo akan tetapi pelayanan doa itu tidak jadi. Akhirnya pulang dan terdakwa menghentikan mobil di tempat sepi di daerah Kenjeran dan terdakwa kembali melakukan persetubuhan dengan korban. Kejadian itu terulang sampai September 2014 dengan cara yang sama.

Korban yang terus diliputi perasaan ketakutan, akhirnya menceritakan kepadakan istri terdakwa. Istri terdakwa saat itu hanya menangis dan kaget karena tidak tahu kalau suaminya melakukan perbuatan seperti itu. Istri terdakwa berpesan agar lebih hati-hati lagi dengan terdakwa dan banyak berdoa.

Korban juga pernah menceritakan kejadian itu kepada F. Ternyata F yang juga masih bersaudara juga mendapat perlakuan sama. Begitu pula MN juga mengalami hal yang sama. Dari persoalan yang ada, akhirnya mencuat dan ternyata banyak korban lainnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suci Anggraeni SH, menuturkan dalam sidang pemeriksaan saksi sama dengan dakwaan yang ada. “Tapi terdakwa mengaku tidak pernah melakukannya. Kan itu hak terdakwa,” ungkap Jaksa Suci usai sidang.

Kuasa hukum terdakwa Idaman Asli Gea, saat ditanya cerita dalam sidang kesaksian, enggan memberi komentar. “Tanya ke jaksa dulu. Baru nanti saya jelaskan,” ungkap kuasa hukum terdakwa.

Ketika ditanya siapa namanya, pengacara itu menyuruh ke jaksa. Setelah jaksa menjelaskan, pengacara terdakwa sudah tidak ada.

 

Sumber : Surya Lines. 3 Juni 2016. Hal. 11

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *